BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar belakang
Hati merupakan organ terbesar dalam tubuh manusia. di dalam hati terjadi
proses-proses penting bagi kehidupan kita, yaitu proses penyimpanan energi,
pengaturan metabolisme kolesterol, dan penetralan racun/obat yang masuk dalam
tubuh kita, sehingga dapat kita bayangkan akibat yang akan timbul apabila
terjadi kerusakan pada hati.
Sirosis hati merupakan penyakit hati menahun yang difus ditandai dengan
adanya pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Biasanya dimulai dengan adanya
proses peradangan nekrosis sel hati yang luas, pembentukan jaringan ikat dan
usaha regenerasi nodul dan menimbulkan perubahan sirkulasi mikro dan makro
menjadi tidak teratur. (Smeltzer, Bare, 2001).
Di negara maju, sirosis
hati merupakan penyebab kematian terbesar ketika pada pasien yang berusia 45 –
46 tahun (setelah penyakit kardiovaskuler dan kanker). Diseluruh dunia sirosis
menempati urutan ke tujuh penyebab kematian. Sekitar 25.000 orang meninggal
setiap tahun akibat penyakit ini. Apabila diperhatikan, laporan di negara maju.
Maka kasus Sirosis hati yang datang berobat ke dokter hanya kira-kira 30% dari
seluruh populasi penyakit ini, dan lebih kurang 30% lainnya ditemukan
secarakebetulan ketika berobat untuk penyakit lain, sisanya ditemukan saat
atopsi. Penderita sirosis hati lebih banyak dijumpai pada kaum laki-laki jika
dibandingkan dengan kaum wanita sekitar 1,6 : 1 dengan umur rata-rata terbanyak
antara golongan umur 30 – 59 tahun dengan puncaknya sekitar 40 – 49
tahun.(Mariyani, 2003)
Angka kejadian sirosis hati
yang paling sering muncul adalah akibat alkoholisme. Namun tidak menutup
kemungkinan penyebab lainnya seperti kekurangan gizi, protein deficiency,
hepatitis dan jenis lain dari proses infeksi, penyakit saluran empedu, dan
racun kimia. Gejala yang ditimbulkan sirosis hepatis akibat perubahan morfologi
dapat menggambarkan kerusakan yang terjadi. Hal ini dapat menyebabkan
komplikasi seperti hematemesis melena, koma hepatikum.
B.
Tujuan Penulisan
Tujuan Umum :
Mahasiswa dapat menyelesaikan tugas Blok Sistem
Pencernaan
Tujuan Khusus :
1. Mahasiswa dapat menjelaskan pengertian hepatitis
dan sirosis hepatis
2. Mahasiswa mengetahui etiologi hepatitis
dan sirosis hepatis
3. Mahasiswa bisa menjelaskan patofisiologi ,manifestasi
klinis serta komplikasi dari hepatitis dan sirosis hepatis
4. Mahasiswa dapat menjelaskan pemeriksaan
yang dilakukan serta penatalaksanaan dari hepatitis dan sirosis hepatis
5. Mahasiswa mampu memberikan asuhan
keperawatan kepada pasien hepatitis dan sirosis hepatis
C.
Sistematika Penulisan
Bab IPendahuluan
yang terdiri atas latar belakang, tujuan penulisan serta sistematika
Bab II Anatomi fisiologi Hepar yang terdiri atas
anatomi hepar dan fungsi hepar
Bab III Teori hepatitis yang terdiri
atas definisi, etiologi, klasifikasi, manifestasi klinis, patofisiologi,
pemeriksaan diagnostik,penatalaksanaan serta asuhan keperawatan
Bab IV Teori sirosis hepatis yang terdiri atas definisi, etiologi,
klasifikasi, manifestasi klinis, patofisiologi, pemeriksaan
diagnostik,penatalaksanaan serta asuhan keperawatan
Bab
V Penutup yang terdiri atas kesimpulan
dan saran
Data makalah ini
diambil dari reverensi buku yang terkait dengan sistem pencernaan atau hati
serta dari media informasi seperti internet, majalah,dan lainnya.
BAB II
ANATOMI FISIOLOGI HEPAR
A. Anatomi Hati
Hati merupakan kelenjar terbesar dalam tubuh, rata-rata sekitar
1500gr atau 2,5% berat badan orang dewasa normal. Hati merupakan organ plastis
lunak yang dicetak oleh struktur sekitarnya. Permukaan superior adalah cembung
dan terletak dibawah kubah kanan diafragma
dan sebagian kubah kiri. Bagian bawah hati adalah cekung dan merupakan atap
ginjal kanan, lambung, pancreas
dan usus.Hati memiliki dua lobus utama, kanan dan kiri. Lobus kanan dibagi
menjadi segmen anterior dan posterior oleh fissure segmentalis kanan yang tidak terlihat di luar. Lobus kiri
menjadi segmen medial dan lateral oleh ligamentum falsiforme yang dapat dilihat
dari luar. Ligamentum falsiforme berjalan dari hati ke diafragma dan dinding
depan abdomen. Permukaan hati diliputi oleh peritoneum viseralis, kecuali
daerah kecil pada permukaan posterior yang melekat langsug pada diafragma.
Beberapa ligamentum yang merupakan lipatan peritoneum membantu menyokong hati. Dibawah peritoneum
terdapat jaringan penyambung padat yang dinamakan kapsul glisson, yang meliputi
seluruh permukaan organ; kapsula ini pada hilus atau porta hepatis di permukaan inferior, melanjutkan
diri ke dalam massa hati, membentuk rangka untuk cabang-cabang vena porta, arteri hepatika, dan saluran empedu.
Struktur miroskopik
Setiap
lobus hati terbagi menjadi struktur-struktur yang dinamakan lobules, yang
merupakan unit mikroskopis dan fungsional organ (gambar). Setiap lobules
merupakan badan heksagonal yang terdiri atas lempeng-lempeng sel hati yag berbentuk kubus,
tersusun radial mengelilingi vena sentralis. Diantara
lempengan sel hati terdapat kapiler-kapiler yang dinamakan sinusoid, yang
merupakan cabang vena porta dan arteri hepatic. Tidak seperti kapiler lain,
sinusoid dibatasi oleh sel fagositik atau
sel kuffer. Sel kuffer merupakan sistem monosit-makrofag yang lebih
banyak dari pada yang
terdapat dalam hati, jadi
hati merupakan salah satu
organ utama sebagai pertahanan terhadap
invasi bakteri .
Selain
cabang-cabang vena porta dan arteria hepatica yang
melingkari bagian perifer
lobules hati, juga terdapat saluran empedu yang sangat kecil yang dinamakan kanalikuli (tidak tampak),
berjalan di tengah-tengah lempengan
sel hati. Empedu yag dibentuk dalam hapatosit dieksresi ke dalam kanalikuli yang bersatu membentuk saluran empedu yang makin lama makin
besar, hingga menjadi saluran empedu yang makin lama makin besar, hingga menjadi saluran empedu yang besar(duktus koledokus).
Vena porta menerima
aliran darah dari saluran limpa dan pancreas. Darah vena porta ini berbeda
dengan darah vena lain Karena
:
- Tekanan
sedikit lebih tinggi
- Oksigen
lebih tinggi, karena aliran darah di daerah splankanikus ini relative lebih banyak
- Mengandung
lebih banyak zat makanan.
- Mengandung
lebih banyak sisa-sisa bakteri dari saluran pencernaan.
Volume total darah yang melalui hati
100-1500 ml tiap menit dan dialirkan melalui venahepatica kanan dan kiri yang mengosongkannya ke vena kava inferior.
B.
Fungsi
Hati
Selain merupakan organ
parenkim yag berukuran besar, hati juga menduduki urutan pertama dalam hal
banyaknya keruitan dan ragam dari
fungsinya. Hati sangat penting untuk mempertahankan hidup dan berperan pada hampir setiap fungsi metabolic tubuh; fungsi
dasar hati adalah;
1.
Fungsi pembentukan dan ekskresi empedu
hal ini merupakan fungsi utama hati. Saluran empedu
mengalirkan, kandungan empedu menyimpan dan mengeluarkan ke dalam usus halus
sesuai yang dibutuhkan. Hati mengekskresikan sekitar 1 liter empedu tiap
hari.Unsure utama empedu adalah air
(97%), elektrolit, gara empedu fosfolipid, kolestrol dan pigmen
empedu (terutama bilirubin terkonjugasi). Garam empedu penting untuk pencernaan
dan absorbs lemak dalam usus halus. Oleh bakteri usus halus sebagian besar
garam empedu direabsorbsi
dalam ileum, mengalami sirkulasi ke hati, kemudian mengalami rekonjugasi dan resekresi.
Walaupun bilirubin (pigmen
empedu) merupakan hasil akhir metabolisme dan secara fisiologis tidak mempunyai
peran aktif, ia penting sebagai indicator penyakit hati dan saluran empedu,
karena bilirubin cenderung mewarnai
jaringan dan cairan yang berhubugan dengannya.
2.
Fungsi Metabolik
Hati memegang peranan penting pada metabolisme karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan
juga memproduksi energy dan tenaga.Zat tersebut di atas dikirim melalui vena porta setelah dibsorbsi oleh usus.Monosaksarida
dari usus halus diubah menjadi glikogen ini mensuplai glukosa secara konstan ke
darah (glikogenesis) untuk memenuhi kebutuhan tubuh.Sebagian glukosa
dimetabolisme dalam jaringan untuk menghasilkan panas atau tenaga (energi) dan
sisanya diubah menjadi glikogen, disimpan dalam otot atau menjadi lemak yang
disimpan dalam jaringan
subcutan.Hati juga mampu menyintesis glukosa dari protein dan lemak
(glukoneogenisis).Peran hati pada metabolisme protein penting untuk hidup.Protein plasma, kecuali
globulin gamma, disintesis oleh hati. Protein ini adalah albumina yang
diperlukan untuk mempertahankan tekanan osmotic koloid, fibrinogen dan
factor-faktor pembekuan yang
lain.
3.
Fungsi Pertahanan Tubuh
Terdiri dari fungsi detoksifikasi dan fungsi perlindungn
dimana fungsi detoksifikasi oleh enzim-enzim hati yang melakukan oksidasi,
reduksi.Hidrolisis atau konjugasi zat yang memungkinan membahayakanmengubahnya menjadi zat secara
fisiologis tidak aktif. Fungsi perlindungan dimana yang berperan penting adalah
sel kuffer yang berfungsi sebagai sistem endoteal yang berkemampuan
memfagositosis dan juga menghasilkan
immunoglobulin.
4.
Fungsi Vaskuler Hati
Setiap menit mengalir 1200 cc darah ke dalam hati melalui sinusoid hati, seterusnya darah
mengalir ke vena sentralis dan menuju ke vena hepatica
untuk selanjutnya masuk ke dalam vena kava inferior. Selain itu dari arteria
hepatica mengalir masuk kira-kira
350 cc darah. Darah arterial ini akan masuk dan bercampur dengan darah aorta. Pada orang dewasa jumlah aliran
darah ke hati diperkirakan mencapai 1500 cc tiap menit.
BAB III
HEPATITIS
A. Definisi
Hepatitis virus akut adalah penyakit
infeksi yang penyebarannya luas, walaupun efekutamanya pada hati (syivi .A.
price: 2005 hal: 485).
Hepatitis virus akut adalah penyakit pada
hati yang gejala utamanya
berhubungan erat dengan adanya nekrosis pada hati.Biasanya disebabkan oleh virus yaitu virus
hepatitis A, virus hepatitis B, virus hepatitis C, dll. (Arief Mansjoer, 2001 :
513).
Hepatitis virus adalah infeksi sistemik
oleh virus disertai nekrosis dan klinis, biokimia serta seluler yang kha
(smeltzer, 2001).
Hepatitis merupakan penyakit peradangan
pada hati yang disebabkan oleh virus, bakteri, penyakit autoimun, racun dan
lain sebagainya. Virus hepatitis , sebagai penyebab hepatitis virus telah
banyak mengalami perkembangan. Saat ini, telah ditemukan jenis-jenis virus
hepatitis antara lain virus hepatitis A, B, C, D, E, F, dan G. Hepatitis yang
berlangsung kurang dari 6 bulan disebut
“Hepatitis akut”, hepatitis yang berlangsung lebih dari 6 bulan disebut “hepatitis kronis”. Penyebab Hepatitis biasanya terjadi karena
virus, terutama salah satu dari kelima virus hepatitis, yaitu A, B, C, D atau
E. Hepatitis juga bisa terjadi karena infeksi virus lainnya, seperti
mononukleosis infeksiosa, demam kuning dan infeksi sitomegalovirus. Penyebab
hepatitis non-virus yang utama adalah alkohol dan obat-obatan.
(kelompok)
B. Etiologi
Penyebab hepatitis bermacam-macam akan tetapi penyebab utama
hepatitis dapat dibedakan menjadi dua kategori besar yaitu penyebab virus dan
penyebab non virus. Sedangkan insidensi yang muncul tersering adalah hepatitis
yang disebabkan oleh virus. Hepatitis virus dapat dibagi ke dalam hepatitis A,
B, C, D, E, G. Hepatitis non virus disebabkan oleh agen bakteri, cedera oleh
fisik atau kimia, pada prinsipnya penyebab hepatitis terbagi atas infeksi dan bukan
infeksi. Hepatitis B dan C dapat berkembang menjadi sirosis (pengerasan hati),
kanker hati dan komplikasi lainnya yang dapat mengakibatkan kematian.
Dalam masyarakat kita, penyakit hepatitis biasa dikenal sebagai penyakit kuning.Sebenarnya hepatitis adalah peradangan organ hati (liver) yang disebabkan oleh berbagai faktor. Faktor penyebab penyakit hepatitis atau sakit kuning ini antara lain adalah infeksi virus, gangguan metabolisme, konsumsi alkohol, penyakit autoimun, hasil komplikasi dari penyakit lain, efek samping dari konsumsi obat-obatan maupun kehadiran parasit dalam organ hati (liver). Salah satu gejala penyakit hepatitis (hepatitis symptoms) adalah timbulnya warna kuning pada kulit, kuku dan bagian putih bola mata.Peradangan pada sel hati dapat menyebabkan kerusakan sel-sel, jaringan, bahkan semua bagian dari organ hati (liver). Jika semua bagian organ hati (liver) telah mengalami kerusakan maka akan terjadi gagal hati (liver) yang menyebabkan kematian.
Dalam masyarakat kita, penyakit hepatitis biasa dikenal sebagai penyakit kuning.Sebenarnya hepatitis adalah peradangan organ hati (liver) yang disebabkan oleh berbagai faktor. Faktor penyebab penyakit hepatitis atau sakit kuning ini antara lain adalah infeksi virus, gangguan metabolisme, konsumsi alkohol, penyakit autoimun, hasil komplikasi dari penyakit lain, efek samping dari konsumsi obat-obatan maupun kehadiran parasit dalam organ hati (liver). Salah satu gejala penyakit hepatitis (hepatitis symptoms) adalah timbulnya warna kuning pada kulit, kuku dan bagian putih bola mata.Peradangan pada sel hati dapat menyebabkan kerusakan sel-sel, jaringan, bahkan semua bagian dari organ hati (liver). Jika semua bagian organ hati (liver) telah mengalami kerusakan maka akan terjadi gagal hati (liver) yang menyebabkan kematian.
C. Klasifikasi
Terdapat dua jenis virus yang menjadi penyebab yaitu RNA
(Ribo Nucleic Acid) dan DNA (Deoksi Nucleic Acid).
1.
Hepatitis A/Hepatitis infeksius
Seringkali
infeksi hepatitis A pada anak-anak tidak menimbulkan gejala, sedangkan pada
organ dewasa menyebabkan gejala
mirip flu, rasa lelah, demam,
diare, mual, nyeri perut, mata kuning dan hilangnya nafsu makan.Penyakit ini ditularkan terutama melalui
kontaminasi oral fekal akibat hiygne yang buruk atau makanan yang tercemar. Gejala hilang sama sekali setelah 6-12 minggu. Orang yang terinfeksi hepatitis
A akan kebal terhadap penyakit tersebut. Berbeda dengan hepatitis B dan C,
infeksi hepatitis A tidak berlanjut ke hepatitis kronik.Masa inkubasi 30 hari.
Penularan melalui makanan atau minuman yang terkontaminasi faces pasien,
misalnya makan buah-buahan, sayur yang tidak dimasak atau makan kerang yang
setengah matang. Minum dengan es batu yang prosesnya terkontaminasi. Saat ini
sudah ada vaksin hepatitis A, memberikan kekebalan selama 4 minggu setelah suntikan pertama, untuk
kekebalan yang panjang diperlakukan suntikan vaksin beberapa kali. Pecandu
narkotik dan hubunga seks anal, termasuk homoseks merupakan risiko tinggi
terlular hepatitis A.
2.
Hepatitis B/hepatitis serum
Virus
hepatitis B adalah suatu virus DNA untai ganda yang disebut partikel dane.
Virus ini memiliki sejumlah antigen inti dan antigen permukaan yang telah diketahui secara rinci dapat
didentifikasi dari sampel darah hasil pemeriksaan lab. Hepatitis B memiliki
masa tunas yang lama, anara 1-7 bulan dengan awitan rata-rata 1-2 bulan. Sekitar
5-10% orang dewasa yang terjangkit hepatitis B akan mengalami hepatitis kronis dan terus dan terus mengalami peradangan hati selama lebih
dari 6 bulan. Gejalanya mirip hepatitis
A, mirip flu, yaitu hilangnya nafsu makan, mual, muntah, rasa lelah, mata
kuning dan muntah serta demam. Penularan dapat melalui jarum suntik atau pisau
yang terkontaminasi, transfuse darah dan gigitan manusia. Pengobatan dengan
interferon alfa -2b dan lamivudine, serta immunoglobulin yang mengandung
antibody terhadap hepatitis B yang diberikan 14 hari setelah paparan.Vaksin
hepatitis B yang aman dan efektif sudah tersedia sejak beberapa tahun yang
lalu. Yang merupakan risiko tertular hepatitis B adalah pecandu narkotika,orang
yang mempunyai banyak pasangan seksual.
3.
Hepatitis C
Hepatitis
C diidentifikasi pada tahun
1989, cara penularan virus RNA tersebut sama dengan hepatitis B dan terutama
ditularkan melalui transfusi darah dikalangan penduduk Amerika Serikat sebelum ada penapisan. Virus ini dapat dijumpai dalam semen dan sekresi vagina tetapi
jarang sekali pasangan seksual cukup lamadari pembawa hepatitis C terinfeksi dengan virus ini. Masa tunas
hepatitis C berkisar dari
15-150 hari, dengan rata-rata 50 hari. Karena gejalanya cenderung lebih ringan
dari hepatitis B, individu mungkin tidak menyadari mereka mengidap infeksi serius sehingga tidak datang ke pelayanan kesehatan.Antibody
terhadap hepatitis C dan virus itu sendiri dapat di deteksi dalam darah,
sehingga penapisan donor darah efektif.Adanya antibody terhadap virus hepatitis
C tidak berarti stadium kronis tidak terjadi. Saat ini belum tersedia vaksin hepatitis C.
4.
Hepatitis D
Hepatitis
D virus (HDV) atau virus yang unik, yang tidak lengkap dan untuk replikasi memerlukan keberadaan virus
hepatitis B. Penularan melalui
hubungan seksual , jarum suntik dan transfuse darah. Gejala penyakit hepatitis
D bervariasi, dapat muncul gejala yang ringan (ko infeksi) atau amat progresif.
Agen hepatitis D ini meningkatkan resiko timbulnya hepatitis fulminan,
kegagalan hati dan kematian.pencegahan dapat dilakukan dengan menghindari virus
hepatitis B.
5.
Hepatitis E
Virus
ini adalah suatu virus RNA yang terutama ditularkan melalui ingesti air yang
tercemar. Gejala mirip hepatitis A, demam pegel linu, lelah,hilng nafsu makan
dan sakit perut. Penyakit yang akan sembuh sendiri (self limited) , kecuali bila terjadi kehamilan, khususnya
trimester tiga, dapat mematikan.
Penularan melalui air yang terkontaminasi feces.
6.
Hepatitis F
Telah
diduga sebelumnya bahwa
penyebab lain dari agen parenteral sangat berperan dalam perjalanan virus ini.
Tetapi sampai saat ini masih terus dilakukan penelitiaan khususnya dalam tehnik
biologi molekuler untuk mencari solusi
yang terbaik dalam penanganan penykit ini.
7.
Hepatitis G
Virus
ini termasuk jenis virus RNA dan virus ini tersebar di seluruh dunia dan
ditularkan melalui kontaminasi darah/produk darah. Penularan lain seperti
infeksi dari ibu anak, seksual kontak juga telah dilaporkan. Gambaran klinis
umumny ringan tetapi dapat menjadi persisten atau menjadi hepatitis kronis.
Meskipun demikian kombinasi infeksi dengan virus hepatitis B/C tidak akan
memperberat keadaan penderita. Diagnose penyakit ini sampai sekarang dengan
menggunakan uji serologi belum dapat membantu karena hepatitis virus G tidak
Nampak pada deteksi uji serologi. Interferon dapat digunakan sebagai pengobatan
pada hepatitis G khususnya kombinasi infeki hepatitis B dan hepatitis C.
meskipun demikian hepatitis G menjadi sensitive oleh inferno.Banyak kasus
mengalami kekambuhan setelah dihentikan pengobatan dengan interferon.
D. Patofisiologi
Virus atau bakteri yang menginfeksi manusia masuk ke aliran
darah dan terbawa sampai ke hati.di sini agen infeksi menetap dan mengakibatkan
peradangan dan terjadi kerusakan sel-sel hati (hal ini dapat dilihat pada
pemeriksaan SGOT dan SGPT). akibat kerusakan ini maka terjadi penurunan
penyerapan dan konjugasii bilirubin sehingga terjadi disfungsi hepatosit dan
mengakibatkan ikterik. peradangan ini akan mengakibatkan peningkatan suhu tubuh
sehinga timbul gejala tidak nafsu makan (anoreksia). salah satu fungsi hati
adalah sebagai penetralisir toksin, jika toksin yang masuk berlebihan atau
tubuh mempunyai respon hipersensitivitas, maka hal ini merusak hati sendiri
dengan berkurangnya fungsinya sebagai kelenjar terbesar sebagai penetral racun.
Aktivitas yang berlebihan yang memerlukan energi secara cepat dapat
menghasilkan H2O2 yang berdampak pada keracunan secara lambat dan juga
merupakan hepatitis non-virus.H2O2 juga dihasilkan melalui pemasukan alkohol
yang banyak dalam waktu yang relatif lama, ini biasanya terjadi pada alkoholik.
Peradangan yang terjadi mengakibatkan hiperpermea-bilitas sehingga terjadi pembesaran hati, dan hal ini dapat diketahui dengan meraba / palpasi hati.Nyeri tekan dapat terjadi pada saat gejala ikterik mulai nampak.
Peradangan yang terjadi mengakibatkan hiperpermea-bilitas sehingga terjadi pembesaran hati, dan hal ini dapat diketahui dengan meraba / palpasi hati.Nyeri tekan dapat terjadi pada saat gejala ikterik mulai nampak.
Hepatitis viral dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu
kronik dan akut.Klasifikasi hepatitis viral akut dapat dibagi atas hepatitis
akut viral yang khas, hepatitis yang tak khas (asimtomatik), hepatitis viral
akut yang simtomatik, hepatitis viral anikterik dan hepatitis viral
ikterik.Hepatitis virus kronik dapat diklasifikasikan dalam 3 kelompok yaitu
hepatitis kronik persisten, hepatitis kronik lobular, dan hepatitis kronik
aktif.Virus hepatitis A mempunyai masa inkubasi singkat/hepatitis infeksiosa,
panas badan (pireksia) didapatkan paling sering pada hepatitis A. Hepatitis
tipe B mempunyai masa inkubasi lama atau disebut dengan hepatitis serum.
Hepatitis akibat obat dan toksin dapat digolongkan ke dalam
empat bagian yaitu: hepatotoksin-hepatotoksin direk, hepatotoksin-hepatotoksin
indirec, reaksi hipersensitivitas terhadap obat, dan idiosinkrasi metabolik.
E. Tanda dan Gejala
1.
Masa tunas
Virus A : 15-45 hari
(rata-rata 25 hari)
Virus B : 40-180 hari
(rata-rata 75 hari)
Virus non A dan B :
15-150 hari (rata-rata 50 hari)
2.
Fase Pre Ikterik
Keluhan umumnya tidak khas.Keluhan yang
disebabkan infeksi virus berlangsung sekitar2-7 hari.Nafsu makan menurun
(pertama kali timbul), nausea, vomitus, perut kanan atas (ulu hati) dirasakan
sakit. Seluruh badan pegel-pegel terutama di pinggang, bahu dan malaise, lekas
capek terutama sore hari, suhu badan meningkat 39oC berlangsung
selama 2-5 hari, pusing, nyeri persendian. Keluhan gatal-gatal mecolok pada
hepatitis virus B.
3.
Fase Ikterik
Urine berwarna seperti teh pekat, tinja berwarna pucat, penurunan
suhu badan disertai dengan bradikardi.Ikterus pada kulit dan sclera yang terus
meningkat padaminggu 1, kemudian menetap dan baru berkurang setelah 10-4 hari. Kadang-kadang disertai
gatal-gatal pada seluruh badan, rasa lesu dan lekas capai
dirasakan selama1- minggu
4.
Fase penyembuhan
Dimulai saat menghilangnya tanda-tanda ikterus, rasa mual, rasa sakit di
ulu hati, disusul bertambahnya nafsu makan, rata-rata 14-15 hari setelah
timbulnya masa ikterik. Warna urine tampak normal, penderita mulai merasa segar kembali, namun lemas dan
lekas capai.
F. Pemeriksaan Diagnostik
Laboratarium
a.
Pemeriksaan pigmen (untuk mengetahui eksresi pigmen empedu)
·
Urobilirubin direk (0-0,3 mg/dl)
·
Billirubin serum total (N : 0.2 –
1 mg %)
·
Bilirubin urine (secara normal bilirubin tidak dijumpai pada urin)
·
Urobilinogen urine(N: 0,5-1 mg/dl)
b.
Pemeriksaan protein (mengetahui fungsi biosintesis hati)
· Protein
total serum( N: 6.1 – 8.2 gr %)
·
Globulin
(N: 2.3 – 3.2 gr %)
·
Albumin serum (N: 3.8 – 5.0 gr %)
·
HbsAG ( + : Adanya virus
Hepatitis B, - : tidak ditemukan virus Hepatitis B)
c.
Watu protombin (menilai beratnya penyakit dan beratnya kolestasis)
·
Respon waktu protombin terhadap vitamin K(11-15 second)
d.
Pemeriksaan serum transferase dan transaminase (mengetes fungsi hati bekerja dengan baik atau tidak)
·
AST atau SGOT
Pada saat terjadi
kerusakan jaringan dan sel-sel hati, kadar AST meningkat 5 kali nilai normal.Nilai
normal :5-40 U/L
·
ALT atau SGPT
ALT meningkat 1-3 kali nilai normal pada perlemakan hati,
3-10 kali nilai normal pada hepatitis kronis aktif dan lebih dari 20 kali nilai
normal pada hepatitis virus akut dan hepatitis toksik.Nilai normal :5-41 U/L
·
LDH (
N: 140 – 333 IU/liter)
·
Amonia serum (N: 10-80 Ug/dl)
Tes darah yang dipakai untuk diagnosis
infeksi HBV dapat membingungkan, karena ada berbagai kombinasi antigen dan
antibodi yang berbeda, dan masing-masing kombinasi mempunyai artinya sendiri.
Berikut adalah arti dari kombinasi yang mungkin terjadi:
HBsAg
|
Anti-HBc
IgM |
Anti-HBc
IgG |
Anti-HBs
|
Status hepatitis
B
|
Negatif
|
Negatif
|
Negatif
|
Negatif
|
Tidak pernah terinfeksi (pertimbangkan divaksinasikan)
|
Positif
|
Positif
|
Positif
|
Negatif
|
Terinfeksi, kemungkinan dalam enam bulan terahkir, masih
aktif
|
Negatif
|
Positif
|
Positif
|
Negatif
|
Terinfeksi, kemungkinan dalam enam bulan terahkir, dan
dalam proses pemulihan
|
Negatif
|
Negatif
|
Positif
|
Positif
|
Terinfeksi, kemungkinan terjadi lebih dari enam bulan yang
lalu, dan dikendalikan secara sukses oleh sistem kekebalan tubuh
|
Negatif
|
Negatif
|
Negatif
|
Positif
|
Pernah divaksinasi terhadap infeksi HBV secara sukses
|
Positif
|
Negatif
|
Positif
|
Negatif
|
Infeksi HBV kronis
|
1.
Radiologi
a.
Foto rontgen abdomen
Hanya dengan penggunaan X-Ray dapat
menemukan pembesaran liver dengan menempatkan X-Ray tepat diatas bagian
abdominal.
b.
Pemindahan hati dengan preparat technetium, emas, atau
rose Bengal yang berlabel radioaktif
c.
Koletogram dan kalangiogram (untuk melihat kantung empedu dan salurannya)
d.
Arterioggrafi pembuluh darah seliaka
2.
Pemeriksaan tambahan
a.
Laparoskopi
Laparoskopi adalah suatu instrumen
untuk melihat rongga peritoneum.Struktur rongga pelvik dan dapat juga dipakai
untuk tindakan operatif.Dengan
teknik laparoskopi, proses pembedahan tidak memerlukan sayatan panjang seperti
dalam teknik konvensional. Sayatan dalam pembedahan laparoskopi dibuat
seminimal mungkin karena proses penyembuhan di dalam tubuh menggunakan alat
tertentu yang bisa dipantau secara langsung oleh kamera.
b. Biopsy
hati
Biopsi membedakan antara antif kronik dengan Hepatitis kronik persisten.
Penemuan jaringan lemak yang masuk pada spesimen biopsy liver dan peradangan
dengan neutrofil yang tetap dengan Hepatitis Laennecs ( yang disebabkan oleh
alkohol ).
G. Penatalaksanaan
a.
Tirah baring selama fase akut dengan diet yang cukup
bergizi merupakan aturan yang lazim.
b.
Diet TKTP, pemberian makanan intravena mungkin perlu
selama fase akut bila pasien terus-menerus muntah.
c.
Aktivitas fisik biasanya perlu dibatasi hingga
gejala-gejala mereda dan tes fungsi hati kembali normal.
d.
Terapi sesuai intruksi dokter
e.
Jaga kebersihan perorangan dan lingkungan
f.
Alat-alat makan disterilkan
g.
Alat-alat tenun sebelum dicuci direndam dahulu
antiseptic
H.Komplikasi
Pada perkembangannya, penyakit hepatitis
terutama yang menetap atau kronis, sering mengalami komplikasi, seperti sirosis
hati dan kanker hati (hepatoma).
1.
Sirosis hati
Merupakan penyakit hati kronis yang ditandai
dengan kerusakan sel-sel hati oleh jaringan-jaringan ikat, diikuti dengan parut
serta diiringi pembentukan ratusan nodules (benjolan).Penyakit ini mengubah struktur
hati dari jaringan hati abnormal
menjadi benjolan-benjolan keras yanmg abnormal dan mengubah pembuluh
darah.jaringan parut menghambat aliran darah ke hati dan menambah tekanan darah
di perut menhambat aliran darah ke hati dan menambah tekanan darah di
perut.Hati yang mengalami sirosi kelihatan berbenjol-benjol, penuh parut,
berlemak, dan berwarna kuning jingga.Kemungkinan lainnya, hati hati menjadi
mengecil, berkerut dan keras.
2.
Kanker hati primer (karsinoma hepatoseluler)
Karsinoma hepatoseluler atau
hepatoma merupakan tumor hati primer yang berasal dari jaringan hati sendiri.
Penyakit ini lebih banyak menyerang laki-laki (terutama 60 tahun keatas)
dibandingkan pada wanita. Hepatoma belum diketahui pasti penyebabnya, tetapi
beberapa faktor risiko yang dapat meningkatkan terjadinya kanker :
·
Penderita sirosis hati dan penyakit hati
degeneratif
·
Hepatitis B dan C (hepatitis kronis) sekitar 80
% dari kanker hati terjadi dari hepatitis B kronis.
·
Infeksi cacing hati (clonorchis sinensis)
·
Kemungkinan pada anak-anak bersifat turunan.
Hepatoma adalah jenis
kanker yang sangat sulit diobati (prognosis buruk), hanya efektif diatasi
dengan transpalantasi hati.Oleh karena itu, lakukan pencegahan sedini mungkin.
Seperti menghindari minuman beralkohol, menghindari makanan berjamur dan
melakukan vaksinasi hepatitis (terutama hepatitis B)
3. Enselofalati
Ensefalopati Hepatik(EH) adalah suatu
sindroma neuropsikiatrik kompleks yang ditandai dengan gangguan kesadaran dan
kelakuan,perubahan kepribadian,gejala neurologik yang berfliktuasi,serta
perubahan nyata dari Electroencephalography(EEG).
Gangguan faal hati yang berat dan atau
adanya pintas intra hepatic dan ekstra hepatikdari aliran darah vena porta
kedalam sirkulasi sistemik sehingga sebagian besar hati tidak
terlewati.akibatnya bermacam zat racun yang berasal bari usus tidak dapat di
detoksifikasi di dalam hati dan menimbulkan gangguan metabolit di system saraf
pusat(SSP)
I.Asuhan Keperawatan
Tn. Anas 45 tahun
dirawat hari ke 2 di ruang internis, keluhan utama dirawat adalah karena
mengalami hematemesis dan melena. Saat dilakukan anamnesa oleh perawat, klien
mengatakan bahwa selama 1 bulan terakhir ini kakinya suka bengak, dan perutnya
semakin membesar seperti orang hamil 5 bulan, dan punya riwayat darah tinggi
sudah 6 tahun terakhir tetapi tidak kontrol rutin, suka minum alkohol sudah 10
tahun terakhir, air seninya berwarna seperti teh. Saat ini masih muntah warna
hitam, BAB cair warna hitam serta bau yang sangat busuk. Saat dilakukan
pemeriksaan fisik oleh perawat di dapat data tekanan darah 160/120 mmHg, Ht 86
x/menit, RR 20 x/menit, suhu 37,3oC, terdapat spider navy di sekitar
bahu,leher, dan dada, abdomen asites dan saat palpasi terdapat shifting dulness
(+), terlihat ikterik, tungkai edema (+), karakteristik feses : bentuk
cair,warna hitam dan bau busuk, cairan muntah klien berwarna darah
kehitam-hitaman.
Data laboratorium dan
penunjang HBSag (+), SGOT 140 U/L, SGPT 207U/L, alkali fosfat 112 IU/L, albumin
2,5 g/dl, Hb 8 g/dl. Hasil USG abdomen : sirosis hepatis, endoskopi: varises
esofagus. Sehingga dokter mendiagnosa sirosis hepatis-varises
esofagus.Penatalaksanaan saat ini mendapat transfusi darah FFP sebanyak 2 pack
(400 cc), albumin 1 flash (100 cc). Rencana jika BB udah normal akan dilkakukan
ligase: klisama dengan gliserin setiap pagi dan sore sampai melena tidak ada.
I . Pengkajian
1.
Biodata
Nama : Tn. Anas
Umur : 45 tahun
Pendidikan : SMA
Agama : Islam
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Jalan Swasembada 3, Rengas.
Bogor
Tanggal Pengkajian : 2 April 2013
Diagnosa medis : Hepatitis B
2. Keluhan utama :
keluhan utama dirawat adalah karena mengalami hematemesis dan melena
3. Keluhan sekarang :
masih muntah darah dan BAB berwarna hitam cair, serta bebabu busuk
4.
Riwayat Kesehatan : pasien mempunyai riwayat penyakit darah tinggi sejak 6 tahun
terkahir tetapi tidak kontrol rutin
5. Dasar data
pengkajian:
1) Aktivitas
- Kelemahan
- Kelelahan
- Malaise
2) Sirkulasi
-
Bradikardi
- Ikterik pada sklera kulit, membran mukosa
3) Eliminasi
3) Eliminasi
- urine gelap
- diare feses berwarna
hitam
4) Makanan dan cairan
- Anoreksia
- BB turun
-Mmual dan muntah
- Peningkatan odemea
- Asites
5) Neurosensori
- Peka
terhadap rangsang
- Cenderung tidur
- Letargi
- Asteriksi
6) Nyeri/
kenyamanan
- kram abdomen
- nyeri tekan pada kuadran kanan atas
- Mialgia
- atralgia
- pruritus (gatal)
7) Keamanan
- Urtikaria
- Lesi
mokulopopuler
- Eritema
- Splenomegali
8) Seksualitas
- Pola hidup/perilaku meningkat resiko terpajan
II. Data Fokus
DATA
SUBYEK
|
DATA
OBYEK
|
||||
DATA KASUS:
-
Pasien mengatakan muntah dengan cairan berwarna hitam
-
Pasien mengatakan BAB cair berwarna hitam dan berbau busuk
-
Pasien mengatakan selama 1 bulan terakhir kakinya bengkak dan perut semakin
membesar seperti orang hamil 5 bulan
-
Pasien mengatakan mempunyai riwayat hipertensi sudah 6 tahun terakhir tapi
tidak kontrol rutin
-
Pasien mengatakan suka meminum alkohol sudah 10 tahun terakhir
-
Pasien mengatakan air seni berwarna seperti teh
|
DATA KASUS:
-
TTV
· TD : 160/120 mmHg
· Ht : 86 x/menit
· RR : 20 x/menit
· S : 37,3o C
-
Pasien terlihat spider navy disekitar bahu,leher,dada
-Pasien
tampak abdomen asites
-Pasien
terdapat shifting dulness (+) pada saat palpasi
-
Sklera dan kulit klien terlihat ikterik
-
Pasien tampak tungkai edema (+3)
-
Data laboratorium:
· HBSag : + (N : - )
· SGOT : 140 U/L (N: 10-45 U/L)
· SGPT : 207 U/L (N: 10-36 u/L)
· Alkali fosfat : 112 IU/L (30-90 IU/L)
· Albumin : 2,5 g/dl (3,8-4,4 g/dl)
· Hb : 8 g/dl (N: pria : 13-18 g/dl, wanita :12-16 g/dl)
-
Hasil USG abdomen: sirosis hepatis
-
Endoskopi : varises esofagus
-
Penatalaksanaan saat ini transfusi darah FFP (fresh frozen plasma) sebanyak 2
pack (400 cc), Albumin 1 flash (100 cc)
-
Rencana jika Hb normal, akan dilakukan Ligasi : Klisma dengan gliesrin setiap
pagi dan sore sampai melena tidak ada
|
||||
Data Tambahan :
-
Pasien mengatakan cepat lelah
-
Pasien mengatakan tidak nafsu makan
-
pasien mengatakan sulit untuk bergerak
-
Pasien mengatakan diare
-
Pasien mengatakan nyeri tekan pada abdomen
-Pasien
mengatakan BB sebelum sakit 55 kg
-
pasien mengatakan kulitnya iritasi karena gatal
- Pasien
mengatakan kulitnya gatal-gatal
-
Pasien mengatakan makanannya habis 2 sendok
|
Data tambahan :
-
Bilirubin : >1 mg % (> 1 mg%)
-
Protombin: 7 sec (N: 10-13 sec)
-
Skala Nyeri : 5
P : nyeri menyebar di sekitar abdomen
Q :
nyeri seperti tertekan
R : letak nyeri di abdomen kanan atas, bisa
menyebar
S : nyeri sedang
T : tidak bisa ditentukan
- BB
saat sakit 37 kg
- TB
: 160 cm
-
IMT sebelum sakit : BB/TB(m)2
: 55/2,56
: 21,5 kg/cm
-
IMT saat ini : BB/TB(m)2
: 37/2,56 : 14,5 kg/cm
-
Hasil IMT : kurus
-
tonus otot :
|
III. Analisa Data
No.
|
Data focus
|
Masalah
|
Etiologi
|
|
Data Subyek:
- Pasien mengatakan muntah dengan cairan berwarna
hitam
- Pasien mengatakan BAB cair berwarna hitam dan
berbau busuk
- Pasien mengatakan air seni berawarna seperti teh
Data Obyek :
TTV
- Pasien terlihat spider navy disekitar
bahu,leher,dada
- Data laboratorium:
- Hasil USG abdomen:
sirosis hepatis
- Endoskopi : varises esofagus
- Protombin: 7 sec (N:
10-13 sec)
|
Perdarahan
|
Ketidakmampuan hati
memproduksi faktor pembekuan darah
|
|
Data Subyek:
- Pasien mengatakan muntah dengan cairan berwarna
hitam
- Pasien mengatakan BAB cair berwarna hitam dan
berbau busuk
- Pasien mengatakan
diare
-Pasien mengatakan BB sebelum sakit 55 kg
Data Obyek :
- TTV
- Data laboratorium:
- BB saat sakit 37 kg
- TB : 160 cm
- IMT sebelum sakit :
BB/TB(m)2
: 55/2,56
: 21,5 kg/cm
- IMT saat ini :
BB/TB(m)2
: 37/2,56 : 14,5 kg/cm
- Hasil IMT : kurus
|
Defisit volume cairan
|
Output yang berlebihan
(perdarahan,melena,hematemesis)
|
|
Data Subyek:
- Pasien mengatakan perutnya semakin membesar
seperti orang hamil 5 bulan
- Pasien mengatakan nyeri tekan pada abdomen
Data Obyek :
- TTV
-Pasien tampak abdomen
asites
-Pasien terdapat
shifting dulness (+) pada saat palpasi
- Skala Nyeri : 5
P :
nyeri menyebar di sekitar abdomen
Q : nyeri seperti tertekan
R : letak
nyeri di abdomen kanan atas, bisa menyebar
S : nyeri
sedang
T : tidak
bisa ditentukan
|
Gangguan rasa nyaman
nyeri
|
Pembesaran pada
abdomen : hepatomegali
|
|
Data Subyek:
- Pasien mengatakan tidak nafsu makan
- pasien
mengatakan makan habis 2 sendok
- pasien
mengatakan perutnya kembung
Data Obyek :
- Endoskopi : varises esofagus
- IMT sebelum sakit :
BB/TB(m)2
: 55/2,56
: 21,5 kg/cm
- IMT saat ini :
BB/TB(m)2
: 37/2,56 : 14,5 kg/cm
- Hasil IMT : kurus
|
Gangguan pemenuhan nutrisi : kurang dari kebutuhan
tubuh
|
Intake yang tidak
adekuat
|
|
Data Subyek:
- Pasien mengatakan
cepat lelah
- pasien mengatakan sulit bergerak
- pasien
mengatakan aktivitas dibantu keluarga
Data Obyek :
- TTV
- Pasien tampak
tungkai edema (+3)
- tonus otot: 4
|
Intoleransi aktivitas
|
Kelemahan fisik
|
|
Data Subyek:
- pasien mengatakan kulitnya gatal-gatal
- pasien
mengatakan kulitnya iritasi karena sering digaruk
Data Obyek :
- TTV
- Pasien terlihat
spider navy disekitar bahu,leher,dada
- Sklera dan kluit
klien terlihat ikterik
- Bilirubin :>1 mg
% (> 1 mg%)
|
Integritas kulit dan
jaringan
|
Ikterik terhadap
akumulasi pigmen bilirubin dalam garam empedu
|
IV. Diagnosa Keperawatan
No.
|
Diagnosa Keperawatan
|
1
|
Perdarahan b/d Ketidakmampuan hati memproduksi faktor pembekuan
darah
|
2
|
Defisit volume cairan dan elektrolit b/d Output yang berlebihan
(perdarahan,melena,hematemesis)
|
3
|
Gangguan rasa nyaman nyeri b/d Pembesaran pada abdomen :
hepatomegali
|
4
|
Gangguan pemenuhan nutrisi b/d intake yang tidak adekuat
|
5
|
Intoleransi aktivitas b/d kelemahan fisik
|
6
|
Integritas kulit b/d Ikterik terhadap akumulasi pigmen bilirubin
dalam garam empedu
|
V. Intervensi Keperawatan
No.
|
Tujuan dan kriteria hasil
|
Intervensi dan Rasional
|
1
|
Setelah dilakukan asuhan keperawatan
masalah perdarahan dapat teratasi dengan kriteria hasil :
- TD dalam batas normal (120/80),
- pasien tidak mengeluh
begah, tidak mual, bab tidak kehitaman
(dalam batas normal),
- PT: 11-13 dtk
- Hb : normal
|
1. Kaji
tanda-tanda dan gejala perdarahan GI (mis:periksa semua skret yang keluar,
obs warna feses, muntahan dan cairan yang keluar dari NGT).
Rasional:Traktus
GI (esophagus dan rectum) paling sering sebagai sumber perdarahan, Rektal dan
vena esophagus paling rentan untuk robek. Hasil obs warna feses/muntahan bila
berubah kemerahan/kehitaman ada indikasi adanya pertahanan.
2. Observasi
adanya petekie, ekimosis dan perdarahan dari satu/lebih sumber dan bagian
lain
Rasional:Terjadinya
perdarahan sekunder terhadap gangguan factor pembekuan darah.
3. Monitor/Awasi
tanda-tanda vital (nadi, TD, CVP bila ada).
Rasional:Peningkatan
nadi dengan penurunan TD dan CVP dapat menunjukkan kehilangan volume darah
sirkulasi.
4. Perhatikan
perubahan tingkat kesadaran (Catat perubahan mental/tingkat kesadaran).
Rasional: adanya perubahan
keasadaran menunjukkan penurunan perfusi
jaringan serebral, sekunder terhadap
hivolemia, hipoksimia.
5. Hindari
pengukuran suhu rectal, hati-hati memasukkan selang GI.
Rasional: Rektal dan esofagus
paling rentan terjadi perdarahan karena mudahnya terjadi robek pada
keduannya.
6. Dorong untuk
menggunakan sikat gigi halus, hindari mengejan.
Rasional: Adanya gangguan factor
pembekuan, trauma minimal dapat menyebabkan perdarahan mukosa.
7. Gunakan jarum
kecil untuk injeksi, tekan lebih lama pada bagian bekas suntikan.
Rasional: Meminimalkan kerusakan
jaringan, menurunkan resiko perdarahan/hematom.
8.Hindarkan
penggunaan produk yang menggunakan aspirin.
Rasional: Koagulasi memanjang,
berpotensi untuk resiko perdarahan.
Kolaborasi
:
1. Awasi Hb/Ht dan factor pembekuan
darah.
Rasional: Indikator prdarahan
aktif, anemia atau terjadinya komplikasi.
2. Berikan obat
sesuai order (Vitamin K injeksi, Pelunak feses: lactural).
Rasional: Vit K dapat meningkatkan
sintesis protrombin dan koagulasi bila hati berfungsi dan pelunak feses
mencegah mengejan dan resiko robekan vascular/perdarahan.
|
2
|
Setelah dilakukan asuhan keperawatan
masalah defisit volume cairan teratasi dengan krtiteria hasil sebagai berikut
:
- TTV dalam batas normal
- turgor kulit normal
- masukan dan keluaran seimbang
|
1. Monitor
intake dan output cairan, bandingkan dengan BB harian catat kehilangan
melalui usus, misal muntah atau diare
Rasional : memberikan informasi mengenai
kebutuhan pengganti/terapi efek.
2. kaji tanda
vita, nadi perifer pengisian kapiler, turgor kulit dan membran mukosa.
Rasional : indikator volume
sirkulasi/perifer
3. periksa asites atau oedema, ukur lingkar abdomen
sesuai indikasi
Rasional ; menerangkan kemungkinan
perdarahan ke dalam jaringan
Kolaborasi
:
1. Awasi
nilai laboratorium, contoh Hb,Ht, Na + albumin dan waktu pembekuan
Rasional : menunjukkan hidrasi dan
mengidentifikasi retensi natrium/kadar protein yang dapat menimbulkan oedema
2. Berikan cairan IV elektrolit
Rasional : memberikan cairan dan
penggantian elektrolit
3. Berikan protein hdrolisat : vitamin
K
Rasional : memperbaiki kekurangan
albumin/protein, dapat membantu mengembalikan cairan dari jaringan ke
sirkulasi , mencegah masalah koagulasi
|
3
|
Setelah dilakukan asuhan keperawatan
masalah nyeri pada abdomen dapat teratasi dengan krtiteria hasil sebagai
berikut :
-
TTV dalam batas normal
-
Tidak menunjukkan tanda-tandaa nyeri fisik dan nyeri
dalam perilaku (tidak meringis kesakitan)
|
1. kolaborasi
dengan individu untuk menentukan metode yang dapat digunakan untuk intensitas
nyeri
Rasional : nyeri yang berhubungan
denga hepatitis sangat tidak nyaman,oleh karena terdapat pregangan secara
kapsula hati, melalui pendekatan kepada individu yang mengalami perubahan
kenyaman nyeri diharapkan lebih efektif untuk mengurangi nyeri
2. tunjukan pada
klien tentang penerimaan klien terhadap nyeri.
- akui adanya nyeri
- dengarkan dengan penuh perhatian
keluhan nyeri klien
Rasional : klienlah yang harus
mencoba untuk meyakinkan pemberi kesehatan bahwa ia mengalami nyeri
3. berikan informasi akurat dan
- jelaskan penyebab nyeri
- tunjukkan berapa lama nyeri akan
berakhir jika diketahui
Rasional : klien yang disiapkan
untuk mengalami nyeri melalui penjelasan nyeri yang sesunguhnya akan
dirasakan (cenderung lebih tenang dibandingkan klien yang kurang informasi)
Kolaborasi
:
1. bahas dengan
dokter penggunaan analgetik yang tak mengandung efek hepatotoksi
Rasional: kemungkinan nyeri tidak
bisa dibatasi dengan teknik penangan nyeri
|
4
|
Setelah dilakukan asuhan keperawatan
nutrisi pasien terpenuhi dengan krtiteria hasil sebagai berikut :
-
Menunjukkan peningkatan berat badan
-
Mencapai tujuan dengan nilai laboratorium normal
-
Tidak ada tanda-tanda malnutrisi
|
1. Kaji intake
diet, Ukur pemasukan diit, timbang BB tiap minggu
Rasional:
Membantu dalam mengidentifikasi defisiensi dan kebutuhan diet. Kondisi
fisik umum, gejala uremik (mual, muntah, anoreksia,dan ganggguan rasa) dan
pembatasan diet dapat mempengaruhi intake makanan, setiap kebutuhan nutrisi
diperhitungan dengan tepat agar kebutuhan sesuai dengan kondisi pasien, BB
ditimbang untuk mengetahui penambahan dan penuruanan BB secara periodik.
2. Anjurkan pasien untuk istirahat/bedrest
Rasional:Dimungkinkan
dapat mengurangi dan menstabilkan kebutuhannutrisi dan mengurangi tingkat
energi yang tidak diperlukan karena
pasien dalam kondisi meningkat
energinya dalam mengalami proses
penyakit.
3. Berikan
makanan sedikit dan sering sesuai dengan diet
Rasional: Meminimalkan anoreksia dan mual sehubungan
dnegan statusuremik.
4. Tawarkan
perawatan mulut (berkumur/gosok gigi) dengan larutan asetat 25 % sebelum
makan. Berikan permen karet, penyegar mulut diantaramakan.
Rasional:Membran
mukosa menjadi kering dan pecah. Perawatan mulut menyejukkan, dan membantu
menyegarkan rasa mulut, yang sering tidak nyaman pada uremia dan pembatasan
oral. Pencucian dengan asam asetat membantu menetralkan ammonia yang dibentuk
oleh perubahan urea (Black, & Hawk, 2005).
5. anjurkan makan pada posisi duduk
tegak
Rasional : menurunkan rasa penuh
pada abdomen dan dapat meningkatkan pemasukan
6. berikan diit tinggi kalori, dan
rendah lemak
Rasional : glukosa dalam
karbohidrat cukup efektif untuk pemenuhan energi, sedangkan lemak sulit untuk
diserap/dimetabolisme sehingga akan membebani hepar
7. Berikan bahan
penganti garam pengganti garam yang tidak mengandungamonium.
Rasional:
Garam dapat meningkatkan tingkat absorsi dan retensi cairan, sehingga perlu
mencari alternatif penganti garam yang tepat
Kolaborasi
1. Berikan diet
1700 kkal (sesuai terapi) dengan tinggi serat dan tinggikarbohidrat.
Rasional:Pengendalian
asupan kalori total untuk mencapai danmempertahankan berat badan sesuai dan
pengendalian kadar glukosa
darah
2. Pemasangan NGT
Rasional:Mempertahankan
intake yang adekuat, dan menghindarkanterjadinya reaksi muntah yang
berlanjut.
3.Berikan obat
sesuai dengan indikasi:Tambahan vitamin, thiamin, besi,asam folat dan Enzim
pencernaan
Rasional:
Hati yang rusak tidak dapat menyimpan Vitamin A, B kompleks, D dan K, juga
terjadi kekurangan besi dan asam folat yang
menimbulkan anemi. Dan Meningkatkan pencernaan
lemak dan dapat menurunkan diare.
4. Kolaborasi pemberian antiemetik
Rasional:untuk
menghilangkan mual/muntah dan dapat meningkatkanpemasukan oral.
|
5
|
Setelah dilakukan tindakan keperawatan
diharapkan intoleransi aktivitas dapat teratasi dengan kriteria hasil:
-
Dapat memenuhi standar nilai kekuatan otot seharusnya
-
Dapat melakukan aktivitas secara mandiri
|
1. Atur interval
waktu antar aktivitas untuk meningkatkan istirahat dan latihan yang dapat
ditolerir.
Rasional : Mendorong aktivitas
sambil memberikan kesempatan untuk mendapatkan istirahatyang adekuat.
2. bantu aktivitas perawatan mandiri ketika
pasien berada dalam keadaan lelah.
Rasional : Memberi kesempatan pada
pasien untuk berpartisipasi dalam aktivitas perawatan mandiri.
3. sarankan klien untuk tirah baring
Rasional : tirah baring akan
meminimalkan energi yang dikeluarkan sehingga metabolisme dapat digunakan
untuk penyembuhan penyakit
4. Berikan
stimulasi melalui percakapan dan aktifitas yang tidak menimbulkan stress.
Rasional : Meningkatkan perhatian tanpa terlalu
menimbulkan stress pada pasien.
5. Pantau
respons pasien terhadap peningkatan aktivitas.
Rasional : Menjaga pasien agar tidak
melakukan aktivitas yang berlebihan atau kurang.
|
6
|
Setelah dilakukan asuhan keperawatan
masalah integritas kulit teratasi dengan krtiteria hasil sebagai berikut :
-
Jaringan kulit utuh
-
Penurunan pruritus
|
1. pertahankan kebersihan tanpa
menyebabkan kulit kering
Rasional : kekeringan meningkatkan
sensitifitas kulit dengan merangsang ujung saraf
2. cegah penghangatan berlebihan
dengan pertahankan suhu ruangan dingin dan kelembapan rendah, hindari pakaian
terlalu tebal
Rasional : penghangatan berlebihan
menambah pruritus dengan meningkatkan sensitivitas terhadap vasodilatasi
3. anjurkan tidak menggaruk,
instruksikan klien untuk memberikan tekanan kuat pada pruritus untuk tujuan
menggaruk
Rasional : penggantian merangsang
pelepasan histamin, menghasilkan lebih banyak pruritus
4. pertahankan kelembapan ruangan
30%-40% dan dingin
Rasional : pendinginan akan
menurunkan vasodilatasi dan kelembapan kekeringan
|
J. JURNAL
ANALISIS KADAR
ALBUMIN SERUM DENGAN RASIO DE RITIS PADA PENDERITA HEPATITIS B
(Analysis of Serum
Albumin Level with Ratio de Ritis in Hepatitis B Patients)
Abstrak
Hepatitis adalah proses
peradangan yang mungkin hadir dalam fase akut atau kronis. Penurunan kadar
albumin serum mungkin ditemukan pada penyakit hati. Rasio Ritis de pada
hepatitis ringan adalah <1 sedangkan pada hepatitis alkoholik adalah> 1.
Untuk menganalisis kadar albumin serum dengan Rasio de Ritis pada pasien
hepatitis B. Sebuah studi cross sectional dilakukan terdiri dari 46 mata pelajaran
dari Oktober 2005 hingga Agustus 2006 SGOT mengukur kadar albumin dan tingkat
SGPT menggunakan Lyasis autoanalyzer. Tiga puluh delapan laki-laki dan delapan
perempuan, tingkat serum albumin menurun dengan rata-rata kadar albumin 2,98 gr
/ dL (p <0,05). Dua puluh dua subyek menunjukkan rasio de Ritis ≤ 1 dengan
Rata-rata tingkat albumin 3,00 gr / dL dan 24 mata pelajaran yang termasuk
dalam kelompok rasio Ritis de> 1 dengan tingkat albumin rata 2,96 gr / dL (p
value = 0.658). Ada penurunan kadar albumin serum pada pasien hepatitis B
tetapi tidak ada perbedaan yang signifikan antara penurunan serum albumin
tingkat dengan rasio Ritis de ≤ 1 dan rasio Ritis de> 1.
PENDAHULUAN
Hepatitis
adalah suatu proses peradangan di jaringan hati yang memberikan gejala lemah
badan, mual, urin seperti air teh disusul dengan mata dan badan menjadi kuning.
Hepatitis dapat disebabkan oleh virus (penyebab terbanyak), bakteri (Salmonella
typhi), obat beracun (hepatotoksik) dan alkohol.Dengan kemajuan ilmu dan
teknologi, saat ini telah berhasil diidentifikasi sejumlah virus penyebab
hepatitis yaitu virus hepatitis A (HVA), virus hepatitis B (HVB), virus
hepatitis C (HVC), virus hepatitis D (HVD), virus hepatitis E (HVE) dan virus
hepatitis G (HVG). Dari sejumlah virus hepatitis tersebut yang menjadi problem
serius adalah Virus Hepatitis B karena dapat berkembang menjadi penyakit hati
kronik dengan segala komplikasinya.
Infeksi
hepatitis virus B (HVB) merupakan masalah kesehatan global termasuk di
Indonesia. Saat ini diperkirakan 350 juta penduduk dunia terinfeksi dengan HVB,
sekitar 75% berada di Asia dan 24–40% akan menjadi hepatitis virus B kronik.
Diperkirakan
78% dari seluruh penderita hepatitis virus B kronik di seluruh dunia terdapat
di Asia. Prevalensi hepatitis virus B di Indonesia bervariasi antara 2,5–36,1%
(rata-rata 20% atau sekitar 40 juta) dan menempati urutan ke tiga di Asia,
yaitu 11,6% yang berarti bahwa secara epidemiologis Indonesia tergolong
kelompok negara dengan risiko endemisitas tinggi.
Infeksi
hepatitis virus B dapat berupa keadaan yang akut dengan gejala yang berlangsung
kurang dari 6 bulan. Apabila perjalanan penyakit berlangsung lebih dari 6 bulan
maka kita sebut sebagai hepatitis kronik.
Hati merupakan sumber
utama protein serum. albumin, fibrinogen dan faktor-faktor koagulasi,
plasminogen, transferin dan globulin beta semua di sintesis dalam sel-sel
parenkim hati. Apabila disfungsi hepatoselular berlangsung lama maka kadar
protein plasma akan menurun. Perubahan fraksi protein yang paling banyak terjadi
pada penyakit hati adalah penurunan kadar albumin dan kenaikan kadar globulin.
Kadar albumin serum secara teratur menurun apabila penyakit hati berlangsung
lebih dari 3 minggu.6,7
Dua transaminase yang
sering digunakan dalam menilai penyakit hati adalah serum glutamic
oxaloacetic transaminase (SGOT) dan serum glutamic pyruvic transaminase (SGPT).
Serum transaminase adalah indikator yang peka pada kerusakan sel hati.6–8 Nilai hasil
pemeriksaan aktivitas SGOT dibagi aktivitas SGPT dalam sampel serum disebut rasio
de Ritis. Pada peradangan ringan hepatitis virus, kadar SGPT meningkat lebih
awal dan lebih mencolok dibandingkan dengan SGOT (rasio de Ritis < 1,0).
Pada kerusakan hati alkoholik, peningkatan SGOT cenderung sedikit lebih besar
daripada peningkatan SGPT (rasio de Ritis > 1,0 sering > 5,0).
Dalam
penelitian ini akan dilakukan analisis hubungan antara kadar albumin serum
dengan rasio de Ritis penderita hepatitis B akut dan kronik.
Tujuan umum untuk
menganalisis kadar albumin serum dengan rasio de Ritis penderita hepatitis B
akut dan kronik. Tujuan khusus untuk menilai kadar albumin serum pada penderita
hepatitis B akut dan kronik, menilai kadar SGOT dan SGPT serta menentukan rasio
de Ritis penderita hepatitis B akut dan kronik, menganalisis kadar albumin
serum dengan rasio de Ritis penderita hepatitis B akut dan kronik. Manfaatnya
yaitu dapat membantu peklinik (klinisi) untuk meramal kerusakan hati ke tahap
yang lebih lanjut.
* Bagian
Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin - RS Dr. Wahidin
Sudirohusodo Makassar. Jl. Perintis Kemerdekaan Km 10 Makassar. Telp:
0411-582678. email: pdspatklin_mks@yahoo.com.
BAHAN DAN
METODE
Rancangan
penelitian: (Cross sectional study), tempat dan waktu penelitian:
penelitian dilakukan di Unit Pelayanan Laboratorium Rumah Sakit Dr. Wahidin
Sudirohusodo Makassar, periode Oktober 2005–Agustus 2006, sampel penelitian
adalah semua penderita yang berkunjung di Poliklinik Penyakit Dalam atau
penderita yang dirawat di Perawatan Penyakit Dalam RS Dr. Wahidin Sudirohusodo
yang memenuhi kriteria penelitian.
Kriteria
sampel: a) kriteria inklusi: semua penderita hepatitis B akut dan kronik, b)
kriteria eksklusi: penderita dengan riwayat penyakit hati kronis yang lanjut
(sirosis, hepatoma).
Cara Kerja
Pada setiap
sampel penelitian dilakukan: tes HBsAg (Rapid Test): (metode
immunokromatografi) Prinsip serum atau plasma diteteskan pada bantalan sampel
akan bereaksi dengan partikel yang telah dilapisi dengan anti HBs akan
menghasilkan garis warna sebagai tanda hasil positif atau negatif. Tes SGOT dan
tes SGPT: menggunakan alat Lyasis autoanalyzer dengan prinsip tes
kinetik Ultra Violet. Tes albumin: menggunakan alat Lyasis autoanalyzer dengan
metode kolorimetrik.
Metode
Analisis: penyajian data dengan tabel dan gambar menggunakan SPSS for
Windows versi 12.0.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Sampel
penelitian sebanyak 46 orang dengan pemerian (deskripsi) dasar sebagai berikut:
umur antara 15–63 tahun dengan rerata 38,52 tahun, laki-laki 38 orang (82,6%)
dan perempuan 8 orang (17,4%). Semuanya dengan tes HbsAg (+).
Kadar SGOT, SGPT dan
Albumin pada Penderita Hepatitis
Sampel penelitian
sebanyak 46 orang dengan kadar SGOT antara 17–1816 IU/L dengan rerata adalah
340,72 IU/L. Kadar SGPT sampel penelitian antara 9–1425 IU/L dengan rerata
adalah 333,20 IU/L.
Kadar albumin sampel penelitian
antara1,6–3,9 gr/dl dengan rerata 2,98 gr/dl.
Jika dibandingkan
dengan batas nilai normal tertinggi kadar SGOT yaitu 32 IU/L, maka terdapat
rerata peningkatan kadar SGOT sebesar 308,7 IU/L, dan pada one sample t-test
diperoleh nilai p = 0,0001, berarti terdapat peningkatan bermakna kadar
SGOT pada sampel penelitian.
Jika dibandingkan
dengan batas nilai normal tertinggi kadar SGPT yaitu 31 IU/L, maka terdapat
rerata peningkatan kadar SGPT sebesar 302,2 IU/L, dan pada one sample t-test
diperoleh nilai p = 0,0001, berarti terdapat peningkatan bermakna kadar
SGPT pada sampel penelitian.
Tampak bahwa rerata
peningkatan kadar SGOT lebih besar daripada SGPT. Seperti yang telah dijelaskan
bahwa pada kerusakan hati alkoholik, peningkatan kadar SGOT cenderung sedikit
lebih besar daripada peningkatan kadar SGPT (rasio de Ritis > 1). Dalam hal
ini kemungkinan pada sampel penelitian selain menderita hepatitis virus B ada
juga faktor-faktor lain yang berpengaruh misalnya alkohol dan obat-obatan.
Tabel 1. Distribusi
Umur, Kadar SGOT, SGPT dan Albumin pada Penderita Hepatitis B
Variabel
|
Minimum
|
Maximum
|
Rerata
|
SD
|
Umur (tahun)
|
15
|
63
|
38,52
|
12,12
|
Kadar SGOT (IU/L)
|
17
|
1816
|
340,72
|
393,94
|
Kadar SGPT (IU/L)
|
9
|
1425
|
333,20
|
370,62
|
Kadar Albumin (gr/dl)
|
1,6
|
3,9
|
2,98
|
0,55
|
Rerata kadar albumin jika dibandingkan dengan
batas nilai normal minimum kadar albumin yaitu 3,5 gr/dl, maka terdapat rerata
penurunan kadar albumin sebesar 0,521 gr/d, dan pada one sample T-test diperoleh
nilai p = 0,001, berarti terdapat penurunan bermakna kadar albumin (p <
0,05).
Hal ini sesuai dengan kepustakaan bahwa
sebagian besar protein plasma darah dibuat di hati. Apabila gangguan fungsi
hepatoselular berlangsung lama, kadar protein plasma akan menurun, berarti terjadi
penurunan albumin serum.7
Kadar Albumin Penderita Hepatitis B
Berdasarkan Kelompok Rasio de Ritis
Enzim-enzim AST, ALT &
GLDH akan meningkat bila terjadi kerusakan sel hati. Biasanya peningkatan ALT
lebih tinggi dari pada AST pada kerusakan hati yang akut, mengingat ALT
merupakan enzim yang hanya terdapat dalam sitoplasma sel hati (unilokuler).
Sebaliknya AST yang terdapat baik dalam sitoplasma maupun mitochondria
(bilokuler) akan meningkat lebih tinggi daripada ALT pada kerusakan hati yang
lebih dalam dari sitoplasma sel. Keadaan ini ditemukan pada kerusakan sel hati
yang menahun. Adanya perbedaan peningkatan enzim AST dan ALT pada penyakit hati
ini mendorong para peneliti untuk menyelidiki ratio AST & ALT ini. De
Ritiset al mendapatkan ratio AST/ALT =0,7 sebagai batas penyakit hati akut dan
kronis. Ratio lni yang terkenal dengan narna ratio De Ritis
Terdapat 22 orang (47,8%) yang tergolong
dalam kelompok rasio de Ritis ≤ 1 dengan rerata kadar albumin 3,00 gr/dl dan 24
orang (52,2%) yang tergolong di kelompok rasio de Ritis > 1 dengan rerata
kadar albumin 2,96 gr/dl.
Tabel 2.Kadar Albumin berdasarkan
kelompok rasio de Ritis
Kelompok
Rasio De Ritis
|
Jumlah
|
Kadar
albumin (gr/dl)
Rerata
|
Independent T-Test
|
Rasio de Ritis < 1
|
22
|
3,00
|
|
Rasio de Ritis > 1
|
24
|
2,96
|
0,658
|
Dari hasil penelitian pada sampel yang
terinfeksi hepatitis virus B, tidak semua memiliki rasio de Ritis kurang atau
sama dengan 1. 24 orang (52,2%) yang mempunyai rasio de Ritis > 1 yang
berarti bahwa sampel penelitian selain terinfeksi oleh hepatitis virus B
kemungkinan ada faktor lain yang menyebabkan rasio de Ritis > 1 misalnya
karena alkohol.
Dari hasil Independent T-test,
diperoleh p = 0,658, berarti tidak terdapat perbedaan bermakna antara rerata
kadar albumin dengan kelompok rasio de Ritis ≤ 1 dan kelompok rasio de Ritis
>1.
Selama infeksi hepatitis B
kronis (HBV), hepatitis B e antigen (HBeAg) serokonversi untuk antibodi nya
(anti-HBe) sering bertepatan dengan normalisasi uji biokimia hati dan remisi
klinis, namun data mengenai hasil jangka panjang setelah spontan serokonversi
masih langka. Tidak termasuk pasien dengan virus lainnya (es) infeksi
bersamaan, 283 pasien dengan infeksi HBV kronis ditindaklanjuti selama
setidaknya 1 tahun setelah serokonversi HBeAg spontan untuk anti-HBe. Tindak
lanjut studi termasuk evaluasi klinis, biokimia, dan virologi dan karsinoma
hepatoseluler (HCC) skrining dengan ultrasonografi dan alpha-fetoprotein assay.
Selama periode follow-up rata-rata 8,6 tahun (kisaran, 1-18,4 tahun) setelah
serokonversi HBeAg pada 283 pasien, 189 (66,8%) menunjukkan remisi
berkelanjutan, sedangkan 94 (33,2%) mengalami elevasi tersisa alanine
aminotransferase (ALT) selama dua kali batas atas normal: 12 (4.2%) terkait
dengan reversi HBeAg, 68 (24%) dengan terdeteksi serum HBV DNA, tetapi HBeAg
negatif, dan 14 (4,9%) dari penyebab belum ditentukan. Dari 269 pasien tanpa
bukti sirosis pada saat serokonversi HBeAg, 21 (7,8%) sirosis dikembangkan
dengan kejadian kumulatif dan risiko relatif signifikan lebih tinggi pada
pasien yang mengembangkan hepatitis aktif dibandingkan pada pasien dengan
remisi berkelanjutan (P <.05). HCC dikembangkan di 6 (2,2%) dari 283 pasien,
juga dengan kejadian kumulatif secara signifikan lebih tinggi pada pasien yang
mengembangkan hepatitis aktif setelah serokonversi HBeAg (P <.005). Kesimpulannya,
hasil menunjukkan bahwa serokonversi HBeAg spontan menganugerahkan
menguntungkan hasil jangka panjang.Namun, hepatitis aktif masih dapat
berkembang dan menyebabkan sirosis dan kanker hati.
Memprediksi Sirosis
Hepatitis kronis pada Infeksi B
Infeksi hepatitis B
kronis, ditandai dengan antigenemia hepatitis B persisten permukaan, dapat
dibagi menjadi tiga tahap: toleransi kekebalan (hepatitis B e antigenemia
[HBeAg], normal SGPT [ALT]); pembersihan imun (beredar HBeAg, ALT meningkat),
dan residual (beredar hepatitis B e antibodi [HBeAb], ALT normal). Untuk
menentukan faktor yang terkait dengan pengembangan menjadi sirosis, para
peneliti di Taiwan, di mana infeksi hepatitis B adalah endemik, melakukan
penelitian, prospektif longitudinal 240 pasien asimtomatik dengan hepatitis B
kronis, mulai dalam tahap toleransi kekebalan tubuh.
Serokonversi HBeAg dari ke
HBeAb terjadi pada usia rata-rata 31,3 tahun, dan tingkat ALT kembali normal
setelahnya. Namun, selama rata-rata tindak lanjut dari 6,8 tahun setelah serokonversi,
36 pasien (15%) mengalami kekambuhan hepatitis, dimanifestasikan oleh
peningkatan kadar ALT. Selain itu, 13 pasien (5,4%) mengembangkan sirosis atas
rata-rata tindak lanjut dari 10,5 tahun setelah masuk ke ruang kerja. Pada
analisis multivariat usia, tua di HBeAg serokonversi untuk HBeAb dan kambuh
hepatitis setelah serokonversi secara bermakna dikaitkan dengan sirosis.
Komentar: Data ini
menunjukkan bahwa orang dengan hepatitis B kronis - terutama individu dengan
serokonversi tertunda atau dengan kekambuhan hepatitis setelah serokonversi -
berada pada risiko untuk sirosis bahkan setelah pengembangan HBeAb. Namun,
temuan dari kohort Asia mungkin tidak berlaku untuk pasien yang terinfeksi di
bagian lain dunia karena perbedaan dalam epidemiologi hepatitis B.
LATAR BELAKANG:
Studi sejarah alam dari
infeksi virus hepatitis B telah menunjukkan kekambuhan hepatitis 5% sampai 15%
dari pasien dan pengembangan menjadi sirosis pada 2% sampai 6% per tahun.
Tindak lanjut dari pasien mulai dari tahap awal infeksi mungkin bisa memberikan
data dengan bias rujukan kurang dari pada studi sebelumnya.
METODE:
Uji biokimia hati,
penilaian penanda virologi, dan pemeriksaan USG yang dilakukan secara berkala
selama hepatitis antigen e B (HBeAg) untuk antibodi (anti-HBe) serokonversi
HBeAg di 240 operator dengan normal tingkat SGPT pada awal. Faktor prediksi
sirosis diidentifikasi dengan analisis multivariat.
HASIL:
Terdaftar 130 pria dan 110 wanita. Rerata
(+ / - SD) usia saat masuk adalah 27,6 + / - 6,2 tahun. Selama fase HBeAg-positif,
29% pasien memiliki tingkat SGPT> atau = 200 U / L, 3% memiliki tingkat
bilirubin> atau = 2,0 mg / dL, dan 5% memiliki dua atau lebih episode
tingkat SGPT>atau = 200 U / L. Usia rata-rata pada anti-HBe serokonversi
adalah 31,3 + / - 7,0 tahun, dengan pengampunan hepatitis pada semua pasien.
Namun, hepatitis terulang pada 36 pasien (15%), dengan tingkat tahunan sebesar
2,2%. Tiga belas pasien (5%) berkembang menjadi sirosis. Kejadian tahunan
sirosis adalah 0,5%, dan probabilitas kumulatif sirosis setelah 17 tahun adalah
12,6%. Usia pada anti-HBe serokonversi dan kambuh hepatitis adalah faktor
risiko independen untuk sirosis.
KESIMPULAN:
Hepatitis
B yang kronik dapat berkembang menjadi sirosis hati. Pasien dengan hepatitis
lebih banyak menyerang laki-laki, hal ini terkait dengan aktivitas dan pola
hidup mereka. Dan lebih banyak penyebab penyakit hati ini adalah karena
mengkonsumsi alkohol. Pada penyakit hati ditemukan pula penurunan kadar albumin
serum yang bisa dilihat pada kasus.oleh karena itu diberikan albumin 1 flash
(100 cc) untuk menormalkan kembali kadar albumin yang turun.
BAB IV
SIROSIS HEPATIS
A.
Definisi
Sirosis
hepatis adalah penyakit kronis hati akibat tersumbat saluran empedu serta pus
sehingga timbul jaringan baru yang
berlebihan yang tidak berhubungan yang di kelilingi oleh jaringan parut (bruner and sudarth).
Sirosis
hepatis adalah penyakit yang difus di tandai dengan adanya pembentukan
jaringan ikat disertai nodul .(marillyn E. Doengoes 1996)
Sirosis
hepatis adalah penyakit yang ditandai dengan adanya peradangan difus dan
membran pada hati, diikuti dengan proliferasi jaringan ikat, degenerasi dan
regresi sel-sel hati, sehingga timbul kekacauan dalam susunan parenkim hati
(Mansjoer, 2001).
Kesimpulan: Dari
beberapa pengertian di atas dapat di simpulkan bahwa siarosis hepatisadalah
penyakit menahun di tandi dengan adanya gangguan struktur hatiyaitu timbulnya
jaringan baru yang berlebihan dan tidak saling berhubunganyang di kelilingi
oleh jaringan parut serta
gangguan aliran darah ke hati.
B.
Etiologi
Penyebab yang pasti dari
Sirosis Hepatis sampai sekarang belum jelas.
1. Faktor
keturunan dan malnutrisi
WATERLOO (1997)
berpendapat bahwa faktor kekurangan nutrisi terutama kekurangan protein hewani
menjadi penyebab timbulnya Sirosis Hepatis.Menurut CAMPARA (1973) untuk
terjadinya Sirosis Hepatis ternyata ada bahan dalam makanan, yaitu kekurangan
alfa 1-antitripsin.
- Hepatitis virus
Hepatitis virus sering
juga disebut sebagai salah satu penyebab dari Sirosis Hepatis.Dan secara klinik
telah dikenal bahwa hepatitis virus B lebih banyak mempunyai kecenderungan
untuk lebih menetap dan memberi gejala sisa serta menunjukkan perjalanan yang kronis
bila dibandingkan dengan hepatitis virus A. penderita dengan hepatitis aktif
kronik banyak yang menjadi sirosis karena banyak terjadi kerusakan hati yang
kronis.
Sebagaimana
kita ketahui bahwa sekitar 10 % penderita hepatitis virus B akut akan menjadi
kronis. Apalagi bila pada pemeriksaan laboratories ditemukan HBs Ag positif dan
menetapnya e-Antigen lebih dari 10 minggu disertai tetap meningginya kadar asam
empedu puasa lebih dari 6 bulan, maka mempunyai prognosis kurang baik (Sujono
Hadi).
- Zat hepatotoksik
Beberapa
obat-obatan dan zat kimia dapat menyebabkan terjadinya kerusakan fungsi sel
hati secara akut dan kronik. Kerusakan hati secara akut akan berakibat nekrosis
atau degenerasi lemak. Sedangkan kerusakan kronik akan berupa Sirosis Hepatis.
Pemberian bermacam obat-obatan hepatotoksik secara berulang kali dan terus
menerus. Mula-mula akan terjadi kerusakan setempat, kemudian terjadi kerusakan
hati yang merata, dan akhirnya dapat terjadi Sirosis Hepatis. Zat hepatotoksik
yang sering disebut-sebut adalah alcohol.Efek yang nyata dari etil-alkohol
adalah penimbunan lemak dalam hati (Sujono Hadi).
- Penyakit Wilson
Suatu
penyakit yang jarang ditemukan, biasanya terdapat pada orang-orang muda dengan
ditandai Sirosis Hepatis, degenerasi ganglia basalis dari otak, dan terdapatnya
cincin pada kornea yang berwarna coklat kehijauan disebut Kayser
Fleiscer Ring. Penyakit ini diduga disebabkan defisiensi bawaan dan
sitoplasmin.
- Hemokromatosis
Bentuk sirosis yang
terjadi biasanya tipe portal. Ada 2 kemungkinan timbulnya hemokromatosis, yaitu
:
·
sejak dilahirkan, penderita mengalami kenaikan
absorpsi dari Fe.
·
kemungkinan didapat setelah lahir (aquisita),
misalnya dijumpai pada penderita dengan penyakit hati alkoholik. Bertambahnya
absorpsi dari Fe, kemungkinan menyebabkan timbulnya Sirosis Hepatis.
- Sebab-sebab lain
· kelemahan
jantung yang lama dapat menyebabkan timbulnya sirosis kardiak. Perubahan
fibrotik dalam hati terjadi sekunder terhadap anoksi dan nekrosis
sentrilibuler.
· sebagai
akibat obstruksi yang lama pada saluran empedu akan dapat menimbulkan sirosis
biliaris primer. Penyakit ini lebih banyak dijumpai pada kaum wanita.
· penyebab
Sirosis Hepatis yang tidak diketahui dan digolongkan dalam sirosis kriptogenik.
Penyakit ini banyak ditemukan di Inggris (menurut Reer 40%, Sherlock melaporkan
49%). Penderita ini sebelumnya tidak menunjukkan tanda-tanda hepatitis atau
alkoholisme, sedangkan dalam makanannya cukup mengandung protein.
C.
Klasifikasi
Ada tiga tipe sirosis
atau pembentukan parut dalam hati :
1.
Sirosis portal laennec
(alkoholic, nutrisional) , dimana jaringan parut secara khas mengelilingi
daerah portal. Sirosis ini paling sering disebabkan oleh alkoholisme kronis dan
merupakan tipe sirosis yang paling sering ditemukan di negara barat.
2.
Sirosis poscanekrotik, dimana
terdapat pita jaringan parut yang lebar sebagai akibat-lanjut dari hepatitis
virus akut yang terjadi sebelumnya.
3.
Sirosis bilier, dimana
pembentukan jaringan parut terjadi dalam hati disekitar saluran empedu. Tipe
ini biasanya terjadi akibat obstruksi bilier yang kronis dan infeksi
(kolangitis) ; insidensnya lebih rendah dari pada insiden sirosis lainnya dan
poscanekrotik.
Bagian
hati yang terutama terlibat dalam sirosis terdiri atas ruang portal dan
periportal tempat kanalikulus biliaris dari masing-masing lobulus hati
bergabung untuk membentuk saluran empedu dalam hati. Daerah ini menjadi tempat
inflamasi dan saluran empedu akan tersumbat oleh empedu serta pus yang
mengental. Hati akan berupaya untuk membentuk saluran empedu yang baru ; dengan
demikian akan terjadi pertumbuhan jaringan yang berlebihan yang terutama
terdiri atas saluran empedu yang baru dan tidak berhubungan yang dikelilingi
oleh jaringan parut
D.
Patofisiologi
Meskipun
ada beberapa faktor yang terlibat dalam etiologi sirosis, konsumsi minuman
beralkohol dianggap sebagai faktor penyebab yang utama.Sirosis terjadi dengan
frekuensi paling tinggi pada peminum minuman keras.Meskipun difesiensi gizi
dengan penurunan asupan protein turut menimbulkan kerusakan hati pada sirosis,
namun asupan alkohol yang berlebihan merupakan faktor penyebab yang utama pada
pelemakan hati dan konsekuensi yang ditimbulkannya.Namun demikian, sirosis juga
pernah terjadi pada individu yang tidak memiliki kebiasaan minum-minuman keras
dan pada individu yang dietnya normal tetapi dengan konsumsi alkohol yang
tinggi.
Sebagian
individu tampaknya lebih rentan terhadap penyakit ini dibanding individu lain
tanpa ditentukan apakah individu tersebut memiliki kebiasaan meminum minuman keras
ataukah menderita malnutrisi. Faktor lainnya dapat memainkan peran, termasuk
pajanan dengan zat kimia tertentu (karbon tetraklorida, naftalen terklorinasi,
arsen atau fosfor) atau infeksi
E.
Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis dari
penyakit ini mencakup gejala ikterus dan febris yang intermiten. Pada mulanya,
hati akan membesar, menjadi keras dan ireguler; akhirnya, hati tersebut
mengalami atrofi. Terapi sirosis hepatis sama seperti terapi untuk setiap
bentuk insufisiensi hati yang kronis.
1.
Pembesaran hati
Pada awal perjalanan sirosis, hati cenderung
membesar dan sel-selnya dipenuhi oleh lemak.Hati tersebut menjadi keras dan
memiliki tepi tajam yang dapat diketahui melalui palpasi.Nyeri abdomen dapat
terjadi sebagai akibat dari pembesaran hati yang cepat dan baru saja terjadi
sehingga mengakibatkan regangan pada selubung fibrosa hati (kapsula Glissoni).
Pada perjalanan penyakit yang lebih lanjut, ukuran hati akan berkurang setelah
jaringan parut menyebabkan pengerutan jaringan hati. Apabila dapat dipalpasi,
permukaan hati akan teraba berbenjol-benjol (noduler).
2.
Obstruksi Portal
dan Asites.
Manifestasi lanjut sebagian
disebabkan oleh kegagalan fungsi hati yang kronis dan sebagian lagi oleh obstruksi
sirkulasi portal. Semua darah dari organ-organ digestif praktis akan berkumpul
dalam vena porta dan dibawa ke hati. Karena hati yang sirotik tidak
memungkinkan pelintasan darah yang bebas, maka aliran darah tersebut akan
kembali ke dalam limpa dan traktus gastrointestinal dengan konsekuensi bahwa
organ-organ ini akan menjadi tempat kongesti pasif yang kronis; dengan kata
lain, kedua organ tersebut akan dipenuhi oleh darah. Dan dengan demikian tidak
dapat bekerja dengan baik.Pasien dengan keadaan semacam ini cenderung menderita
dispepsia kronis dan konstipasi atau diare.Berat badan pasien secara
berangsur-angsur mengalami penurunan.
Cairan yang kaya protein dan menumpuk di rongga peritoneal
akan menyebabkan asites. Hal ini ditunjukkan melalui perfusi akan adanya
shiting dullness atau gelombang cairan. Splenomegali juga terjadi.Jaring-jaring
telangiektsis, atau dilatasi arteri superfisial menyebabkan jaring berwarna
biru kemerahan, yang sering dapat dilihat melalui inspeksi terhadap wajah dan
keseluruhan tubuh.
3.
Varises
Gastrointestinal.
Obstruksi aliran darah lewat hati yang
terjadi lewat perubahan fibrotik juga mengakibatkan pembentukan pembuluh darah
kolateral dalam sistem gastrointestinal dan pemintasan (shunting) darah dari
pembulluh portal ke dalam pembuluh darah dengan tekanan yang lebih
rendah.Sebaigan akibatnya, penderita sirosis sering memperlihatkan distensi
pembuluh darah abdomen yang mencolok serta terlihat pada inspeksi abdomen
(kaput medusae), dan distensi pembuluh darah diseluruh traktus gastrointestinal.Esofagus,
lambung daan rektum bagian bawah merupakan daerah yang sering mengalami
pembentukan pembuluh darah kolateral. Distensi pembuluh darah ini akan
membentuk varises atau hemoroid tergantung pada lokasinya.
Karena fungsinya bukan untuk menanggung volume darah dan
tekanan yang tinggi akibat sirosis, maka pembuluh darah ini dapat mengalami
ruptur dan menimbulkan perdarahan.Karena itu, pengkajian harus mencakup
observasi untuk mengetahui perdarahan yang nyata dan tersembunyi dari traktus gastrointestinal.
Kurang lebih 25% pasien akan mengalami hematemesis ringan; sisanya akan
mengalami hemoragic masif dan ruptur varises pada lambung dan esofagus.
4.
Edema.
Gejala lanjut lainnya pada sirosis hepatis
ditimbulkan oleh gagal hati yang kronis.Konsentrasi albumin plasma menurun
sehingga menjadi predisposisi untuk terjadinya edema. Produksi aldosteron yang
berlebihan akan menyebabkan retensi natrium serta air dan ekskresi kalium.
5.
Defisiensi
Vitamin dan Anemia.
Karena pembentukan, penggunaan dan penyimpaanan
vitamin tertentu yang tidak memadai (terutama vitamin A, C, dan K), maka
tanda-tanda defisiensi vitamin tersebut sering dijumpai, khususnya sebagai
fenomen hemoragik yang berkaitan dengan defisiensi vitamin K. Gastritis kronis
dan gangguan fungsi gastrointestinal bersama-sama asupan diet yang tidak
adekuat dan gangguan fungsi hati turut menimbulkan anemia dan status nutrisi
serta kesehatan pasien yang buruk akan mengakibatkan kelelahan hebat yang
mengganggu kemampuan untuk melakukan aktivitas rutin sehari-hari.
6.
Kemunduran
mental.
Manifestasi klinik lainnya adalah kemunduran
fungsi mental dengan ensefalopati dan koma hepatik yang membakat.Karena itu,
pemeriksaan neurologi perlu dilakukan pada sirosis hepatis dan mencakup
perilaku umum pasien, kemampuan kognitif, orientasi terhadap waktu serta
tempat, dan pola bicara.
F. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan
Laboratorium
1. Pada
darah dijumpai HB rendah, anemia normokrom nomosister, hipokrom
mikrosister/hipokrom makrosister.
2. Kenaikan
kadar enzim transaminase-SGOT, SGPT bukan merupakan petunjuk berat ringannya
kerusakan parenkim hati, kenaikan kadar ini timbul dalam serum akibat kebocoran
dari sel yang rusak, pemeriksaan billirubin, transaminase dan gamma GT tidak
meningkat pada sirosis inaktif.
3. Albumin
akan merendah karena kemampuan sel hati yang berkurang, dan juga globulin yang
naik merupakan cerminan daya tahan sel hati yang kurang dan menghadapi stress.
4. Pemeriksaan
CHE (kolinesterasi). Ini penting karena bila kadar CHE turun, kemampuan sel
hati turun, tapi bila CHE normal/tambah turun akan menunjukkan prognosis jelek.
5. Kadar
elektrolit penting dalam penggunaan diuretic dan pembatasan garam dalam diet,
bila ensefalopati, kadar Na turun dari 4 meg/L menunjukkan kemungkinan telah
terjadi sindrom hepatorenal.
6. Pemeriksaan
marker serologi seperti virus, HbsAg/HbsAb, HbcAg, HcvRNA, untuk menentukan
etiologi sirosis hati dan pemeriksaan AFP (Alfa Feto Protein) penting dalam
menentukan apakah telah terjadi transformasi ke arah keganasan.
b. Pemeriksaan
penunjang lainnya:
1. Radiologi
: dengan barium swallow dapat dilihat adanya varises esophagus untuk konfirmasi
hipertensi portal.
2. Esofagoskopi
: dapat dilihat varises esophagus sebagai komplikasi sirosis hati/hipertensi
portal.
3. Ultrasonografi
: pada saat pemeriksaan USG sudah mulai dilakukan sebagai alat pemeriksaan
rutin pada penyakit hati.
G. Penatalaksanaan
- Pembatasan aktifitas fisik tergantung pada penyakit dan toleransi fisik penderita. Pada stadium kompensata dan penderita dengan keluhan/gejala ringan dianjurkan cukup istirahat dan menghindari aktifitas fisik berat.
- Pengobatan berdasarkan etiologi.
- Diet
-
Protein diberikan 1,5-2,5 gram/hari. Jika terdapat
ensepalopati protein harus dikurangi (1 gram/kgBB/hari) serta diberikan diet
yang mengandung asam amino rantai cabang karena dapat meningkatkan penggunaan
dan penyimpanan protein tubuh. Dari penelitian diketahui bahwa pemberian asam
amino rantai cabang akan meningkatkan kadar albumin secara bermakna serta
meningkatkan angka survival rate.
-
Kalori dianjurkan untuk memberikan masukan kalori
150% dari kecukupan gizi yang dianjurkan.
-
Lemak diberikan 30%-40% dari jumlah kalori.
Dianjurkan pemberian dalam bentuk rantai sedang karena absorbsi-nya tidak
memerlukan asam empedu.
-
Vitamin, terutama vitamin yang larut dalam lemak
diberikan 2 kali kebutuhan yang dianjurkan.
-
Natrium dan cairan tidak perlu dikurangi kecuali
ada asites.
-
Makanan sebaiknya diberikan dalam jumlah yang
sedikit tapi sering.
- Menghindari obat-obat yang mempengaruhihati seperti sulfonamide, eritromisin, asetami-nofen, obat anti kejang trimetadion, difenilhidantoin dan lain-lain.
- Medika-mentosa
Terapi medika mentosa pada sirosis tak hanya
simptomatik atau memperbaiki fungsi hati tetapi juga bertujuan untuk menghambat
proses fibrosis, mencegah hipertensi porta dan meningkatkan harapan hidup
tetapi sampai saat ini belum ada obat yang yang dapat memenuhi seluruh tujuan
tersebut.
-
Asam
ursodeoksilat merupakan asam empedu tersier yang mempunyai sifat
hidrofilik serta tidak hepatotoksik bila dibandingkan dengan asam empedu primer
dan sekunder. Bekerja sebagai kompentitif binding terhadap asam empedu toksik.
Sebagai hepatoproktektor dan bile flow inducer. Dosis 10-30 mg/kg/hari.
Penelitian Pupon mendapatkan dengan pemberian asam ursodeoksikolat 13-15
mg/kgBB /hari pada sirosis bilier ternyata dapat memperbaiki gejala klinis, uji
fungsi hati dan prognosisnya.
-
Kolestiramin bekerja dengan
mengikat asam empedu di usus halus sehingga terbentuk ikatan komplek yang tak
dapat diabsorbsi ke dalam darah sehingga sirkulasinya dalam darah dapat
dikurangi. Obat ini juga berperanan sebagai anti pruritus. Dosis 1
gram/kgBB/hari di bagi dalam 6 dosis atau sesuai jadwal pemberian susu.
-
Colchicines 1 mg/hari
selama 5 hari setiap minggu memperlihatkan adanya perbaikan harapan hidup
dibandingkan kelompok placebo. Namun penelitian ini tidak cukup kuat untuk
mereko-mendasikan penggunaan colchicines jangka panjang pada pasien sirosis
karena tingginya angka drop out pada percobaan tersebut.
-
Kortikosteroid merupakan anti
imflamasi menghambat sintesis kolagen maupun pro-kolagenase. Penggunaan
prednisone sebagai terapi pada hepatitis virus B kronik masih diperdebatkan.
Penelitian propsektif pada anak Italia dengan hepatitis kronik aktif yang
disebabkan hepatitis B virus menunjukan tidak adanya keuntungan dari pemberian
pred-nisolon.
-
D-penicillamine. Pemberian
penicil- linamine selama 1-7 tahun (rata-rata 3,5 tahun) pada pasien dengan
Indian Chil hood cirrhosis ternyata memberikan perbaikan klinik, biokimia dan
histology. Namun penelitian Boderheimer, mendapatkan bahwa pemberian
penicillinamine 250 mg dan 750 mg pada pasien sirosis bilier primer ternyata
tak memberikan keuntungan klinis. Juga peningkatan dosis hanya memberatkan efek
sam-ping obat, sedangkan penyakitnya tetap progresif.
-
Cyclosporine; pemberian
cyclosporine A pada pasien sirosis bilier primer sebanyak 3 mg/kgbb/hari akan
menurunkan mortalitas serta memper-panjang lama dibutuhkannya transplantasi
hati sampai 50% disampingkan kelompok placebo.
-
Obat yang menurunkan tekanan vena portal, vasopressin, somatostatin, propanolol dan
nitrogliserin.
-
Anti virus pemberiannya
bertujuan untuk menghentikan replikasi virus dalam sel hati.
- Mencegah dan mengatasi komplikasi yang terjadi.
-
Pengobatan Hipertensi Portal
-
Asites, Asites dapat
diatasi dengan retriksi cairan serta diet rendah natrium (0,5 mmol/kgbb/hari),
10%-20% asites memberikan respon baik dengan terapi diet. Bila usaha ini tidak
berhasil dapat diberikan diuretik yaitu antagonis aldosteron seperti
spironolakton dengan dosis awal 1 mg/kgbb yang dapat dinaikkan bertahap 1
mg/kgbb /hari sampai dosis maksimal 6 mg/kgbb /hari. Pengobatan diuretik
berhasil bila terjadi keseimbangan cairan negatif 10 ml/kgbb/hari dan
pengurangan berat badan 1%-2%/hari. Bila hasil tidak optimal dapat ditambahkan
furosemid dengan dosis awal 1-2 mg/kgbb/hari dapat dinaikan pula sampai 6
mg/kgbb/hari. Parasentesis dapat diper- timbangkan pada asites yang
menye-babkan gangguan pernafasan dan juga terindikasi untuk asites yang
refrakter terhadap diuretika. Pada asites refrakter maupun yang rekuren juga
dapat dilakukan tindakan tranjugular intra hepatik portosistemic shunt.
- Tamponade Balon
Penggunaan tamponade balon secara temporer untuk
menghentikan perdarahan SCBA pada sirosis hati dapat dipertimbangkan jika
pengobatan farmakologis tidak berhasil.Yang paling populer adalah
Sangstaken-Blakemore tube (SB tube) yang mempunyai tiga pipa dan dua balon
lambung dan esofagus.Komplikasi pemasangan SB tube yang menakutkan dan sering
berakibat fatal adalah pneumonia aspirasi, kerusakan esofagus (dari laserasi
sampai perforasi) dan obstruksi jalan napas karena migrasi balon ke dalam
hipofaring.Oleh karena itu, pemasangan SB tube sebaiknya hanya dilakukan oleh
mereka yang telah berpengalaman serta diikuti dengan observasi yang ketat.SB
tube sebaiknya jangan dipasang terlalu lama karena dikhawatirkan terjadinya
nekrosis.Selain itu, pemasangan balon ini memberikan rasa tidak enak bagi
pasien.
- Terapi Endoskopik
Pada perdarahan yang berasal dari pecahnya varises esofagus/varises
gaster, terdapat beberapa alternatif tindakan endoskopi terapeutik yang dapat
dilakukan.
a.
Skleroterapi dengan menggunakan etoksisklerol 1,5%
Penyuntikan
dapat dilakukan intravarises atau paravarises.Untuk itu diperlukan fungsi
hemostatik yang cukup baik. Dilaporkan bahwa pemberian somatostatin atau
octreotide sebelum tindakan dapat menurunkan risiko perdarahan durante maupun
pasca-tindakan.
Beberapa penelitian melaporkan bahwa skleroterapi
endoskopis dapat mengontrol perdarahan SCBA akibat pecahnya varises esofagus
antara 70-90%, namun sebagian besar memerlukan tindakan skleroterapi lanjutan.
b.
Rubber Band Ligation
Akhir-akhir ini ligasi varises esofagus
makin banyak dilakukan, karena efektivitasnya yang lebih baik serta risiko
perdarahan durante tindakan dan komplikasinya yang lebih rendah dibanding
skleroterapi endoskopik. Ligasi varises esofagus dengan menggunakan overtube
saat ini telah banyak ditinggalkan, diganti dengan six shooter ligator atau
local five shooter ligator yang dikembangkan oleh Subbagian Gastroenterologi
Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta. Di RSUPN
Dr. Cipto Mangunkusumo ada pengalaman penggunaan rubber band ligation pada
varises fundus dengan hasil yang cukup memuaskan (Aziz Rani, 1998)
c.
Bila titik lokasi perdarahan pada varises dapat
diidentifikasi, dapat disuntikkan preparat histoakril pada lesi tersebut
sehingga terbentuk gumpalan histoakril dalam lumen varises. Hal ini juga
dilakukan bila varises terletak pada fundus atau kardia lambung.
Yang juga sering menjadi masalah adalah perdarahan
bukan berasal dari varises yang ada, tetapi berasal dari gastropati hipertensi
portal dalam bentuk perdarahan difus mukosa lambung.Belum ada modalitas khusus
untuk menghentikan perdarahan pada awal penatalaksanaan keadaan ini, namun
golongan obat vasoaktif (vasopresin, somatostatin, atau octreotide) dapat
merupakan alternatif pilihan.
Untuk mengurangi kemungkinan perdarahan berulang
jangka panjang, dapat dipakai protokol pemberian propranolol atau operasi
shunting elektif atau percutaneous transhepatic obliteration (PTO) atau
tindakan transjugular-intrahepatic portosystemic shunting (TIPS).
- Tindakan Pembedahan
Pada
keadaan-keadaan:
•
perdarahan masif sehingga terdapat keterbatasan
manfaat endoskopi baik untuk diagnosis maupun terapeutik karena lapang pandang
yang tertutup oleh bekuan darah, dan
•
berbagai modalitas pengobatan yang telah dilakukan
(farmakologik maupun endoskopik) tidak dapat menghentikan perdarahan.
dengan terus mengevaluasi keadaan
kegawatan, maka perlu dipertimbangkan intervensi bedah (transeksi esofagus dan
devaskularisasi). Namun keadaan umum pasien serta fungsi hati yang buruk sering
merupakan kendala toleransi operasi.
H. Komplikasi
Penyakit sirosis hati juga dapat
menyebabkan komplikasi-komplikasi penyakit lainnya di seputar organ hati akibat
sirosis hati, diantaranya :
- Edema dan ascites
Terjadi
ketika sirosis hati menjadi parah yang kemudian mengirim gejala dari komplikasi
penyakit ini ke organ ginjal untuk menahan garam dan air di dalam tubuh.
Awalnya kelebihan garam dan air diakumulasi dalam jaringan dibawah kulit karena
efek gaya berat ketika berdiri atau duduk. Akumulasi atau penjumlahan kandungan
air dan garam inilah yang kemudian disebut dengan Edema.
Ketika sirosis
semakin memburuk keadaan akibat kelebihan garam dan air yang tertahan, cairan
juga mungkin meningkat dalam rongga perut antara dinding perut dan organ-organ
perut.Peningkatan dan tertahannya garam dan air disebut dengan Ascites yang
menyebabkan pembengkakan perut, ketidaknyamanan perut dan berat badan yang
semakin meningkat.
2.
Spontaneous bacterial periotonitis (SBP)
Cairan yang
mengandung air dan garam dan tertahan di dalam rongga perut yang disebut dengan
ascites yang merupakan tempat yang sempurna untuk pertumbuhan dan perkembang
biakan bakteri-bakteri.Secara normal, rongga perut juga mengandung sejumlah
cairan kecil yang berfungsi untuk melawan bakteri dan infeksi dengan baik.Namun
pada penyakit sirosis ini, cairan yang mengumpul dan kelebihan jumlah cairan
normal yang dimiliki rongga perut tidak mampu lagi untuk melawan infeksi secara
normal.
Kelebihan cairan
yang masuk ke dalam rongga perut kemudian masuk ke dalam usus dan kedalam
ascites yang kemudian menyebabkan infeksi disebut dengan spontaneous bacterial
peritonitis atau SBP.Spontaneous bacterial peritonitis atau SBP merupakan suatu
komplikasi dari sirosis yang dapat mengancam jiwa seseorang yang terdiagnosa
memiliki penyakit sirosis hati.Seseorang yang menderita komplikasi SBP dari
sirosis umumnya tidak menunjukkan gejala, tidak seperti gejala pada sirosis
umumnya yang dapat membuat tubuh demam, keidnginan, sakit perut, dan kelembutan
perut, diare dan memburuknya ascites.
- Perdarahan dari varises-varises kerongkongan (esophageal varices)
Pada sirosis
hati terdapat jaringan parut yang dapat menghalangi jalannya darah yang akan
kembali ke jantung dari usus-usus dan meningkatkan tekanan dalam vena portal
(hipertensi portal).Ketika terjadi penekanan dalam vena portal meningkat, ia
menyebabkan darah mengalir di sekitar hati melalui vena-vena dengan tekanan
yang lebih rendah untuk mencapai jantung.
Akibat dari aliran
darah yang meningkat dan peningkatan tekanan yang diakibatkan vena-vena pada
kerongkongan yang lebih bawah dan lambung bagian atas mengembang dan mereka
dirujuk sebagai esophageal dan gastric varices.Semakin tinggi tekanan yang
terjadi maka varises-varises dan lebih mungkin seorang pasien mengalami
perdarahan dari varices-varices kedalam kerongkongan (esophagus) atau lambung.
Perdarahan dari
varices-varices kerongkongan ini menunjukkan gejala seperti :
- Muntah darah
(muntah yang berupa darah merah yang bercampur dengan gumpalan-gumpalan atau
disebabkan oleh efek dari asam pada darah).
- Warna
feces/kotoran yang hitam dan bersifat ter disebabkan oleh perubahan-perubahan
dalam darah ketika kotoran atau sisa makanan yang akan dibuang tercampur
bakteri kemudian merubah warna dan tekstur feces menjadi hitam dan ter yang
diolah terlebih dahulu dalam usus yang disebut dengan melena.
- Sering pingsan
atau kepeningan orthostatic yang disebabkan tekanan darah yang semakin menurun
atau tekanan darah rendah, hal ini akan terjadi ketika duduk atau dalam suatu
posisi berbaring terlalu lama.
Perdarahan yang
terjadi bukan hanya di kerongkongan, namun juga dapat terjadi di usus
besar/kolon, sehingga perdarahan juga dapat terjadi dari varces-varices yang
terbentuk di dalam usus.
- Hepatic encephalopahty
Hepatic
encephalopahty yang merupakan suatu kondisi dimana tubuh ketika unsur-unsur
beracun berakumulasi secara cukup dalam darah, fungsi dari otak terganggu.
Gejala dari
hepatic encephalophaty ini cukup unik, seperti :
a.
Sering tidur di siang hari dan terjaga di malam
hari (kebalikan dari pola tidur yang normal)
b.
Mudah marah
c.
Penurunan kemampuan berkonsentrasi atau kefokusan yang semakin menurun terutama
melakukan suatu perhitungan-perhitungan
d.
Kehilangan memori atau kemampuan daya ingat
e.
Terlihat seperti orang yang kebingungan karena
tingkat kesadaran yang semakin tertekan.
Gejala demikian
dapat menyebabkan seseorang yang mengalami komplikasi pada hepatic
encephalopathy ini dapat menyebabkan koma dan mengancam pada kematian.
- Hepatorenal syndrome
Hepatorenal
syndrome atau sindrom kerusakan pada ginjal.Sindrom ini mengakibatkan penurunan
komplikasi yang serius diimana fungsi dari organ ginjal semakin berkurang.
Hepatorenal
syndrome diartikan sebagai kegagalan yang sangat serius dan fatal pada
penurunan fungsi organ ginjal dalam membersihkan unsur-unsur dari darah dan
menghasilkan jumlah urin yang cukup banyak.Ginjal yang diketahui memiliki tugas
dan fungsinya sebagai penahan garam. Jika pada seseorang yang menderita
penyakit hati disertai oleh komplikasi demikian, maka yang harus dibenahi atau
diperbaiki adalah fungsi kerja organ hati dalam keadaan baik , maka ginjal akan
bekerja normal kembali. Komplikasi akibat penyakit sirosis yang merambah pada
terganggunya fungsi kerja organ ginjal ini diakibatkan oleh peningkatan
unsur-unsur beracun dalam darah ketika organ hati tidak lagi berfungsi dengan
baik.
- Kanker hati (hepatocellular carcinoma)
Sirosis yang
merupakan penyebab dari timbulnya berbagai komplikasi penyakit gangguan hati
ini dapat meningkatkan resiko pda timbulnya kanker hati yang awal mulanya kan
terbentuk tumor di dalam hati.
Gejala seseorang
yang beresiko terkena kanker hati :
1.
Mengalami sakit perut dan pembengkakan di perut
2.
Organ hati yang terkadang membesar, perut terlihat
seperti melembung seperti orang hamil
3.
Berat badan yang semakin berkurang dan menurun
secara cepat
4.
Terkadang demam
Kanker hati juga
dapat menyebabkan tubuh melepaskan banyak unsur-unsur penting dalam tubuh,
seperti menyebabkan terjadinya peningkatan jumlah sel darah merah
(erythrocytosis), gula darah yang rendah (hypoglycemia) dan meningkatkan jumlah
kalsium darah (hypercalcemia).
I. Asuhan Keperawatan
Kasus :
Tn.
Nanas (45 th) dirawat hari kedua di ruang internis. Keluhan utama di
rawat adalah karena mengalami hematemesis dan melena.Saat di lakukan anamnesa
oleh perawat, klien mengatakan selama satu bulan sakit ini kakinya
bengkak-bengkak dan perutnya semakin membesar seperti hamil 5 bulan dan punya
riawayat hipertensi sudah 6 tahu terakhir tetapi tidak control rutin.Suka minum
alcohol sudah 10 tahun terakhir.Air seninya warna hitam seperti the.Saat ini
masih berwarna kental dan BAB cair berwarna hitam serta bau yang sangat busuk.
Saat di lakukan pemeriksaan fisik
perawat mendapatkan data TD 160/120 mmHg, HR : 86 x/m, RR : 20 x/m, S : 37,30C,
terdapat spidernepi disekitar bahu, leher dan dada, abdomen asites, saat
palpasi terdapat shifting dullness (+), sclera dan kulit klien terlihat
ikterik, tungkai edema (+++), karakteristik feses: bentuk cair, warna hitam,
bau busuk, cairan muntah klien warna darah keras ke hitam-hitaman, data lab dan
pem.penunjang HbSAg (+), SGOT (140), SGPT (207), alkali fosfat (112 ü), albumin
2,5 d/dl, Hb 8 gr/dl, hasil USG : abdomen sirosis, endoskopi : pharises
esofhagus, sehingga dokter mendiagnosa sirosis hepatitis-pharises esophagus.
Penatalaksanaan saat ini mendapatkan
transfuse darah FPP 2bag (1 bag = 200 cc), albumin 1 place (100 cc), rencana
jika Hb sudah normal akan di lakukan ligasi/lisma dengan gliserin tiap pagi dan
sore sampai melena tidak ada.
I. Pengkajian
A. Identitas klien
Nama
klien : Tn. Nanas
Umur : 45 th
Jenis
kelamin : laki-laki
Tanggal
masuk: 02 april 2013
Alamat : jl. Huluk kec.Global
kab. Borneo raya
Suku : batak
Agama : islam
Pekerjaan : buruh batako
Diagnose
medic: sirosis hepatis-pharises esophagus
B.
Riwayat Kesehatan
Keluhan utama:
Klien mengatakan kakinya
bengkak-bengkak, perutnya semakin membesar, air seninya berwarna hitam seperti
teh, BAB cair warna hitam serta bau busuk, serta muntah darah kehitam-hitaman.
Riwayat penyakit sekarang:
Menurut hasil pemeriksaan saat ini,
ditemukan spidernepi di sekitar bahu, leher dan dada, abdomen asites, saat
palpasi terdapat shifting dullness (+), sclera dan kulit ikterik, tungkai edema
(+++),data lab dan pem.penunjang HbSAg (+), SGOT (140), SGPT (207), alkali
fosfat (112 ü), albumin 2,5 d/dl, Hb 8 gr/dl, hasil USG : abdomen sirosis,
endoskopi : pharises esofhagus
Riwayat penyakit terdahulu:
Klien menderita hipertensi 6 th
terakhir, klien mengkomsumsi alcohol 10 tahun terakhir.
Riwayat
kesehatan keluarga:
-
C. Pemeriksaan Fisik
1. Istirahat/aktivitas
DS :
Kelemahan, Fatique.
DO:
Menurunkan massa otot.
2. Sirkulasi :
DS : Riwayat
ganggguan kongesti (CHF), Penyakit rematik, jantung, kanker (Malfungsi hati
akibat gagl hati).
DO : Hipertensi / hipotensi
- Disritmia,
suara jantung tambahan
- Distensi
vena juguler, dan vena abdomen.
3.Eliminasi
:
DS :
- Flatulensi
- Diare/konstipas
DO :
- Distensi
abdominal.
- Menurunya
suara pencernaan
- Urin pekat
- Feses
seperti dempul, melena.
4.Makanan/minum
DS : Anoreksia
DO :
- Penurunan BB, Edema.
- Kulit kering, turgor jelek.
- Joundice, Spider angiomos.
5. Neurosensori
DS : Depresi mental
DO :
Berbicara tidak jelas
Hepatik
enchelopati.
6. Nyeri/kenyamanan
DS : Kembung, pruriyus
DO : Tingkah
laku membingungkan
7. Respirasi
DS : Dyspnoe
DO :
Tachypnoe
Terbatasnya
ekspirasi dada.
8. Sexualitas
DS :
Gangguan menstruasi
DO : Atropi
testis, Ginekomasti, Rambut rontok
9. Pengetahuan
DS : Riwayat
pemakaian alcohol yang lama.
Riwayat
penyakit empedu, hepatitis, pemakaian obat yang merusak fungsi hati, dll.
II. Data Fokus
Data
subjektif
|
Data
objektif
|
-
Pasien mengatakan perutnya semakin membesar
-
Klien mengatakan punya riwayat hipertensi yang
tidak di control
-
Klien mengatakan suka minum alcohol selama 10
tahun terakhir
-
Pasien mengatakan kakinya bengkak-bengkak
-
Pasien mengatakan air seninya hitam seperti teh
-
Pasien mengatakanBAB cair, hitam dan bau busuk
-
Klien mengatakan muntahnya berwarna hitam
|
-
TTV :
TD: 160/120mmHg
N: 86x/menit
RR : 20 x/m
S : 37,30C
-
Kulit klien terdapat spidernepi pada sekitar bahu, leher, dada
-
Abdomen asites
-
Karakteristik feses: warna hitam, bentuk cair, bau busuk
-
Shifting dullness (+)
-
Sclera dan kulit terlihat ikterik
-
Tungkai edema
-
HbSAg (+)
-
SGOT (140 )
-
SGPT (201)
-
Alkali fosfat (112 ü)
-
Albumin 2,5 gr/dl
-
Hb : 8 gr/dl
-
USG : sirosis hepatis
-
Endoskopi : pharises esofagus
|
DATA YANG PERLU DI KAJI:
Data subjektif
|
Data
objektif
|
||||
1. Kemungkinan klien mengatakan keletihan
2. Kemungkinan klien mengatakan pusing
3. Kemungkinan klien mengatakan cepat lelah
dalam beraktifitas
4. Kemungkinan klien mengatakan napsu makan
berkurang
5. Kemungkinan klien mengatakan porsi makan habis
½ porsi
6. Kemungkinan klien mengatakan BB naik
setelah kaki dan perutnya bengkak
7. Kemungkinan klien mengatakan malas untuk
minum
8. Kemungkinan klien mengatakan malu dengan
keadaannya sekarang
9. Kemungkinan klien mengatakan malu untuk
berinteraksi dengan oranglain
10. Klien bertanya tentang penyakitnya
11. Kemungkinan klien mengatakan cemas dengan
keadaannya
|
1. Kemungkinan ditemukan CRT >3
detik
2. Kemungkinan ditemukan jaringan
perifer pucat
3. Kemungkinan di temukan BB naik
setelah ada edema
4. Kemungkinan ditemukan porsi makan
habis ½ porsi
5. Kemugkinan di temukan kulit
kering
6. Kemungkinan di temukan tonus otot
melemah
7. Kemungkinan di temukan
keseimbangan berjalan terganggu
8. Kemungkinan di temukan kesadaran
menurun samapi spoor koma
9. Kemungkinan klien terlihat
mengasingkan diri
10. Kemungkinan klien terlihat malu
saat bertemu orang lain
11. Kemungkinan klien terlihat
bertanya-tanya
12. Kemungkinan klien terlihat cemas
13. Kemungkinan klien terlihat
berantusias dengan penjelasan yang di berikan
14. Kemungkinan klien terlihat selalu
memperhatikan segala tindakan yang di berikan
|
III. Analisa Data
No
|
Data Focus
|
Problem
|
Etiologi
|
||||
1.
|
Data Subyek:
- Pasien mengatakan
muntah dengan cairan berwarna hitam
- Pasien mengatakan BAB
cair berwarna hitam dan berbau busuk
- Pasien mengatakan air
seni berawarna seperti teh
Data Obyek :
TTV
• TD : 160/120 mmHg
• Ht : 86 x/menit
• RR : 20 x/menit
• S :
37,3o C
- Pasien terlihat spider
navy disekitar bahu,leher,dada
- Data laboratorium:
• HBSag : +
• SGOT : 140 U/L (N: 10-45 U/L)
• SGPT : 207 U/L (N: 10-36 u/L)
• Alkali fosfat : 112 IU/L (30-90 IU/L)
• Albumin : 2,5 g/dl (3,8-4,4 g/dl)
• Hb : 8 g/dl (N: pria : 13-18 g/dl, wanita
:12-16 g/dl)
- Hasil USG abdomen:
sirosis hepatis
- Endoskopi : varises esofagus
- Protombin: 7 sec (N:
10-13 sec)
|
Perdarahan
|
Pecahnya pembuluh
darah : esofagus, lambung,usus
|
||||
2
|
DS:
DO:
|
Infeksi
|
Imunitas sekunder menurun
|
||||
3
|
DS:
1. Kemungkinan klien mengatakan keletihan
2. Kemungkinan klien mengatakan pusing
DO:
1.
Hb : 8 gr/dl
2. Kemungkinan ditemukan CRT >3
detik
3. Kemungkinan ditemukan jaringan
perifer pucat
|
Perubahan perfusi
jaringan
|
anemia
|
||||
4
|
DS:
1. Kemungkinan klien mengatakan napsu makan
berkurang
2. Kemungkinan klien mengatakan porsi makan
habis ½ porsi
3. Kemungkinan klien mengatakan BB naik
setelah kaki dan perutnya bengkak
DO:
|
Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
|
anoreksia
|
||||
5.
|
DS:
3. Kemungkinan klien mengatakan malas untuk
minum
DO:
1.
TD: 160/120mmHg
2. Abdomen asites
3. Tungkai edema
4. Kemungkinan ditemukan CRT >3
detik
|
Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit
|
Intake yang tidak adekuat
|
||||
6.
|
DS:
1. Kemungkinan klien mengatakan cepat lelah
dalam beraktifitas
2. Kemungkinan klien
susah bergerak
DO:
|
Intoleransi aktifitas
|
tidak seimbangnya keb. O2 dan suplai O2
|
||||
7
|
DS:
DO:
1.
Hb : 8 gr/dl
2.
Klien suka menggaruk area yang gatal
3.
Klien terlihat adanya iritasi pada area yang
gatal
|
Kerusakaan integritas kulit
|
Perubahan sirkulasi
|
||||
8
|
DS:
1. Kemungkinan klien mengatakan malu dengan
keadaannya sekarang
DO:
|
Gangguan citra diri
|
Perubahan anatomis dan fisiologis tubuh
|
||||
9
|
DS:
1. Klien bertanya tentang penyakitnya
DO:
|
Kurang pengetahuan
|
Kurang mengenal sumber informasi
|
IV. Diagnosa Keperawatan
No
|
TANGGAL
DI TEMUKAN
|
Diagnosa
keperawatan
|
|
|
1.
Perdarahan b.d
proses penyakit
2.
Infeksi b.d imunitas sekunder menurun
3.
Perubahan
perfusi jaringan b.d anemia
4.
Nutrisi kurang
dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia
5.
Ketidakseimbangan
cairan dan elektrolit b.d intake
yang tidak adekuat
6.
Intoleransi
aktifitas b.d tidak seimbangnya keb. O2 dan suplai O2
7.
Kerusakaan
integritas kulit b.d perubahan sirkulasi
8.
Gangguan citra
diri b.d perubahan anatomis dan fisiologis tubuh
9.
Kurang
pengetahuan b.d kurang mengenal sumber informasi/tidak mengingat
|
V. Intervensi Keperawatan
Tanggl
|
Tujuan dan Kriteria Hasil
|
Intervensi Keperawatan
|
|
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan masalah keperawatan
klien teratasi dengan kriteria hasil :
- klien tidak mengatakan keletihan
- klien tidak mengatakan pusing
|
MANDIRI
:
-
Memonitor
tanda‑tanda vital, pengisian kapiler, wama kulit, membran mukosa.
- Pantau perdarahan yang terjadi
KOLABORASI
:
-
Berikan
transfuse darah
|
|
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam, diharapkan
masalah keperawatan klien teratasi dengan kriteria hasil :
- klien tidak mengatakan keletihan
- klien tidak mengatakan pusing
- klien tidak mengatakan cepat lelah dalam
beraktifitas
- Hb : 14 gr/dl
-
CRT <3 detik
|
MANDIRI:
-
Memonitor
tanda‑tanda vital, pengisian kapiler, wama kulit, membran mukosa.
-
Meninggikan
posisi kepala di tempat tidur
-
Memeriksa dan
mendokumentasikan adanya rasa nyeri.
-
Observasi
adanya keterlambatan respon verbal, kebingungan, atau gelisah
-
Mengobservasi
dan mendokumentasikan adanya rasa dingin.
-
Mempertahankan
suhu lingkungan agar tetap hangat sesuai kebutuhan tubuh.
-
Memberikan
oksigen sesuai kebutuhan.
KOLABORASI:
-
Tranfusi
darah
|
|
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam, diharapkan
masalah keperawatan klien teratasi dengan kriteria hasil :
-
Klien
tidak mengatakan napsu makan berkurang
-
Porsi makan habis
-
Tidak di temukan kulit kering
|
-
Mengijinkan untuk memakan makanan yang dapat
ditoleransi anak, rencanakan untuk memperbaiki kualitas gizi pada saat selera
makan anak meningkat.
-
Berikan makanan yang disertai dengan suplemen
nutrisi untuk meningkatkan kualitas intake nutrisi.
-
Mengijinkan untuk
terlibat dalam persiapan dan pemilihan makanan
-
Mengevaluasi
berat badan setiap hari
|
|
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam, diharapkan
masalah keperawatan klien teratasi dengan kriteria hasil :
-
Klien
tidak mengatakan cepat lelah dalam
beraktifitas
-
Klien toleran
terhadap aktifitas
-
Tonus otot normal
-
|
-
Menilai
kemampuan dalam melakukan aktivitas sesuai dengan kondisi fisik dan
-
Memonitor
tanda‑tanda vital selama dan setelah melakukan aktivitas, dan mencatat adanya
respon fisiologis terhadap aktivitas (peningkatan denyut jantung peningkatan
tekanan darah, atau nafas cepat).
-
Memberikan
informasi kepada pasien atau keluarga untuk berhentimelakukan aktivitas jika
teladi gejala‑gejala peningkatan denyut jantung, peningkatan tekanan darah,
nafas cepat, pusing atau kelelahan).
-
Berikan
dukungan kepada untuk melakukan kegiatan sehari hari sesuai dengan kemampuan
-
Membuat
jadual aktivitas bersama dan keluarga dengan melibatkan tim kesehatan lain.
|
7/03/2012
|
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam, diharapkan
masalah keperawatan klien tidak menjadi aktual dengan kriteria hasil :
-
|
Mandiri :
·
Monitor
tanda-tanda infeksi baru.
Rasional: Untuk pengobatan dini
Mencegah pasien
terpapar oleh kuman patogen yang diperoleh di rumah sakit.
·
gunakan
teknik aseptik pada setiap tindakan invasif. Cuci tangan sebelum meberikan
tindakan.
Rasional : Mencegah bertambahnya infeksi
·
Berikan
lingkungan yang bersih dan berventilasi baik. Periksa pengunjung / staf
terhadap tanda infeksi dan pertahankan kewaspadaan sesuai indikasi
Rasional : Mencegah bertambahnya infeksi
4.
Kolaborasi :
·
Periksa kultur / sensitivitas lesi, darah, urine
dan sputum
Rasional :
dilakukan untuk mengidentifikasi penyebab demam, diagnose infeksi organism,
atau untuk menentukan metode perawatan yang sesuai
·
Berikan
antibiotic antijamur / agen antimikroba, missal : trimetroprim (bactrim,
septra), nistatin (mycostatin), ketokonazol, pentamidin atau AZT/retrovir
Rasional : menghambat proses infeksi.
Obat-obatan lainnya ditargetkan untuk meningkatkan fungsi imun. Meskipun tidak ada obat yang
tepat, zat seperti AZT ditujukan untuk menghalangi enzim yang memungkinkan
virus memasuki material genetis sel T4 sehingga dapat memperlambat
perkembangan penyakit.
|
|
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam, diharapkan
masalah keperawatan klien tidak menjadi aktual dengan kriteria hasil :
|
MANDIRI:
-
Kaji
turgor kulit, membrane mukosa dan rasa haus pasien
-
Pantau
pemasukan oral dan masukan cairan sedikitnya 2500/hari
-
Pantau
TTV, catat hipertensi dan perubahan postural
KOLABORASI:
-
Beri
cairan atau elektrolit melalui oral dan intavena
-
|
VI. Evaluasi
Tanggal
|
Masalah
|
S.O.A.P
|
Paraf & Nama jelas
|
|
1
|
S : pasien mengatakan sudah tidak pusing lagi
O :
-
Pusing (-)
- Hb : 14 gr/dl
-
CRT <3 detik
-
TTV :
TD:
120/80
N:
80x/menit
S: 370
C
RR :
20x/menit
A : masalah infeksi sudah teratasi
P : intervensi dihentikan
|
|
|
2
|
S :
-
Klien
mengatakan napsu makan bertambah
-
Klien
mengatakan Porsi makan habis
O :
-
Pasien tidak mudah lelah
-
Pasien tidak letih
-
Pasien tidak lesu
-
Nafsu makan bertambah, porsi makan habis
-
Pasien
dapat mencerna makanan dengan baik
-
pasien tidak anoreksia
A : masalah perubahan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh sudah teratasi
P : intervensi dihentikan
|
|
|
3
|
S : kebutuhan volume cairan
tubuh pasien terpenuhi/adekuat
O :
-
Diare (-)
-
Demam (-)
-
Pasien tidak mudah lelah
-
Pasien tidak berkeringat malam hari
-
TTV :
TD: 120/80
N: 80x/menit
S: 370 C
RR : 20x/menit
berat
badan pasien naik dari 54 kg menjadi 60 kg
-
BAB / diare (-)
-
pasien
tidak terlihat pucat
-
sianosis
(-)
-
jumlah dan warna urin normal
-
anoreksia (-)
-
Turgor kulit baik / lembab
A : masalah kekurangan volume cairan tubuh sudah
teratasi
P : intervensi dihentikan
|
|
|
4
|
S : kebutuhan elektrolit pasien adekuat
O :
-
Pasien tidak mudah sakit-sakitan
-
Demam (-)
-
Pasien tidak mudah lelah
-
Pasien tidak lemas
-
Pasien tidak lesu
-
Pusing (-)
-
Diare (-)
-
TTV :
-
TD: 120/80
-
N: 80x/menit
-
S: 370 C
-
RR : 20x/menit
-
kelemahan otot (-)
A : masalah ketidak seimbangan elektrolit sudah
teratasi
P : intervensi dihentikan
|
|
|
5
|
S :pasien dapat melakukan aktifitas secara
mandiri
O :
-
pasien
tidak lemah
-
pasien
tidak lemas
-
pasien
tidak mengeluh sesak
-
sianosis ( - )
-
kafilarites <3 detik
-
TTV :
-
TD : 120/80
-
S : 37 C
-
Nadi :86 x
/menit
-
RR : 20 x
/menit
A : masalah intoleransi akrivitas teratasi
P : intervensi dihentikan
|
|
|
6
|
S :
kelembaban kulit pasien kembali
O :
TTV : TD : 120 / 80
-
N : 86 x/
menit
-
S :37 C
-
RR: 20 x/
menit
-
Lesi ( - )
-
Kulit kering (
- )
A :
P : intervensi di hentikan
|
|
J. JURNAL
Long-term Prognosis of Cirrhosis After
Spontaneous Bacterial Peritonitis Treated With Ceftriaxone
França, Alex Vianey
Callado M.D.; De Souza, Juliana Bragança M.D.; Silva, Cleide Moreira B.Sc.;
Soares, Elza Cotrim M.D.
Abstract
Spontaneous bacterial
peritonitis (SBP) is a frequent infection in cirrhotic patients with ascites,
with a poor prognosis. The aims of this study were to determine the long-term
survival of cirrhotic patients with SBP treated with ceftriaxone and to identify
predictive factors related to survival. We studied 47 first episodes of SBP
treated with ceftriaxone with a mean follow-up of 272 days. Nineteen variables
were recorded to evaluate their relation to survival. The most frequent
organism that caused SBP was Escherichia coli (40%). Spontaneous bacterial
peritonitis resolution was achieved in 67% of patients. After resolution, SBP
recurrence was observed in 44% of patients. The cumulative probability of
survival was 68.1% at 1 month and 30.8% at 6 months. After uni-and multivariate
analyses of all cases, SBP resolution (p = 0.0001) and international normalized
ratio (INR) (p = 0.0057) were found to be related to survival. Another analysis
performed after SBP resolution and SBP recurrence showed that ascitic fluid-positive
culture (p = 0.0344) and INR (p = 0.0218) had statistical significance as
variables predictive of long-term survival. We conclude that the survival of
cirrhotic patients is very short after the first episode of SBP, a fact
probably related to advanced liver disease, as liver dysfunction (INR) is the
most important factor related to long-term patient survival.
Jangka panjang Prognosis Sirosis Setelah
Spontan Peritonitis bakterial Diobati Dengan Ceftriaxone
França, Alex Vianey
Callado MD, De Souza, Juliana Bragança MD, Silva, Cleide Moreira B.Sc., Soares,
Elza Cotrim MD
abstrak
Spontan bacterial
peritonitis (SBP) ( cairan yg mengandung garam dalam rongga perut ) adalah
infeksi yang sering pada pasien sirosis dengan ascites, dengan prognosis buruk.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan kelangsungan hidup jangka
panjang pasien sirosis dengan SBP diobati dengan ceftriaxone an untuk
mengidentifikasi faktor-faktor prediktif terkait dengan kelangsungan hidup.Kami
mempelajari 47 episode pertama SBP diobati dengan ceftriaxone dengan rata-rata
tindak lanjut dari 272 hari.Sembilan belas variabel dicatat untuk mengevaluasi
hubungan mereka untuk bertahan hidup.Organisme yang paling sering yang
menyebabkan SBP adalah Escherichia coli (40%).Spontan resolusi peritonitis
bakteri dicapai pada 67% pasien.Setelah resolusi, SBP kekambuhan diamati pada
44% pasien. Kemungkinan kumulatif untuk bertahan hidup adalah 68,1% pada 1
bulan dan 30,8% pada 6 bulan. Setelah analisis uni-dan multivariat dari semua kasus,
SBP resolusi (p = 0,0001) dan rasio normalisasi internasional (INR) (p =
0,0057) yang ditemukan berhubungan dengan kelangsungan hidup. Analisis lain
dilakukan setelah SBP resolusi dan kekambuhan SBP menunjukkan bahwa asites
cairan positif budaya (p = 0,0344) dan INR (p = 0,0218) memiliki signifikansi
statistik sebagai variabel prediksi kelangsungan hidup jangka panjang. Kami
menyimpulkan bahwa kelangsungan hidup pasien sirosis sangat singkat setelah
episode pertama dari SBP, sebuah fakta mungkin terkait dengan penyakit hati
lanjut, sebagai disfungsi hati (INR) adalah faktor yang paling penting yang
terkait dengan kelangsungan hidup jangka panjang pasien.
Kesimpulan
:
Pada kasus yang dibahas, dikatakan bahwa pasien
mengalami asites. Dan pada penelitian ini pada penyakit sirosis yang buruk
dapat menimbulkan SBP dengan asites. Spontanbacterial peritonitis (SBP)
( cairan yg mengandung garam dalam rongga perut. Sehingga untuk menjegah SBP ini maka diobati
dengan ceftriaxone an untuk mengidentifikasi faktor-faktor prediktif terkait
dengan kelangsungan hidup. kelangsungan
hidup pasien sirosis sangat singkat setelah episode pertama dari SBP.
BAB V
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Hati merupakan organ terbesar
dalam tubuh manusia. di dalam hati terjadi proses-proses penting bagi kehidupan
kita. yaitu proses penyimpanan energi, pengaturan metabolisme kolesterol, dan
peneralan racun/obat yang masuk dalam tubuh kita. sehingga dapat kita bayangkan
akibat yang akan timbul apabila terjadi kerusakan pada hati.
Salah satu penyakit hati yaitu
hepatitis. Hepatitis adalah suatu proses peradangan difus ada jaringan yang dapat disebabkan oleh
infeksi virus dan oleh reaksi toksik terhadap obat-obatan serta bahan-bahan
kimia. Komplikasi dari hepatitis
salah satunya yaitu sirosis hepatis yang salah satu penyebabnya bisa dari
hepatitis virus b.
Sirosis hepatisadalah penyakit menahun di tandi dengan adanya gangguan
struktur hatiyaitu timbulnya jaringan baru yang berlebihan dan tidak saling
berhubunganyang di kelilingi oleh jaringan perut serta gangguan aliran darah ke
hati.
Peran perawat dalam merawat
pasien mencakup perbaikan masukan nutrisi, membantu klien mendapatkan citra
diri yang positif serta pemahaman mengenai penyakit dan pengobatannya.
B.
Saran
Sebagai
mahasiswa keperawatan kita harus mengetahui tentang penyakit hepatitis dan sirosis
hepatis ini, hal ini ditujukan apabila mahasiswa menemukan kasus seperti di
atas di lingkungannya, mahasiswa dapat melakukan tindakan lebih awal dengan
meminta pasien memeriksakan dirinya ke dokter. Selain itu kita juga harus
berlatih membuat asuhan keperawatan, karena apabila kita menemukan kasus
seperti di atas atau kasus lain, kita dapat merawat klien kita dengan baik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar