Sabtu, 19 Oktober 2013

hisprung


BAB I
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG
Penyakit hisprung merupakan suatu kelainan bawaan yang menyebabkan gangguan pergerakan usus yang dimulai dari spingter ani internal ke arah proksimal dengan panjang yang bervariasi dan termasuk anus sampai rektum. Penyakit hisprung adalah penyebab obstruksi usus bagian bawah yang dapat muncul pada semua usia akan tetapi yang paling sering pada neonatus.
Penyakit hisprung juga dikatakan sebagai suatu kelainan kongenital dimana tidak terdapatnya sel ganglion parasimpatis dari pleksus auerbach di kolon, keadaan abnormal tersebutlah yang dapat menimbulkan tidak adanya peristaltik dan evakuasi usus secara spontan, spingter rektum tidak dapat berelaksasi, tidak mampu mencegah keluarnya feses secara spontan, kemudian dapat menyebabkan isi usus terdorong ke bagian segmen yang tidak adalion dan akhirnya feses dapat terkumpul pada bagian tersebut sehingga dapat menyebabkan dilatasi usus proksimal.
Pasien dengan penyakit hisprung pertama kali dilaporkan oleh Frederick Ruysch pada tahun 1691, tetapi yang baru mempublikasikan adalah Harald Hirschsprung yang mendeskripsikan megakolon kongenital pada tahun 1863. Namun patofisiologi terjadinya penyakit ini tidak diketahui secara jelas. Hingga tahun 1938, dimana Robertson dan Kernohan menyatakan bahwa megakolon yang dijumpai pada kelainan ini disebabkan oleh gangguan peristaltik dibagian distal usus defisiensi ganglion.


A.      TUJUAN PENULISAN
Tujuan Umum :
Mahasiswa dapat menyelesaikan tugas Blok Sistem Pencernaan

Tujuan Khusus :
1.    Mahasiswa dapat menjelaskan dan mengerti pengertian hisprung
2.    Mahasiswa mengetahui etiologi atau penyebab hisprung
3.    Mahasiswa bisa menjelaskan patofisiologi ,manifestasi klinis serta komplikasi dari hisprung
4.    Mahasiswa dapat menjelaskan pemeriksaan yang dilakukan serta penatalaksanaan dari hisprung
5.    Mahasiswa mampu memberikan asuhan keperawatan kepada pasien

B.       SISTEMATIKA PENULISAN
BAB I      Pendahuluan yang terdiri atas latar belakang, tujuan penulisan serta sistematika
BAB II  Teori hisprung yang terdiri atas anatomi fisiologis definisi, etiologi, klasifikasi,   manifestasi klinis,     patofisiologi, pemeriksaan diagnostik,penatalaksanaan
BAB III  Asuhan Keperawatan Hisprung
BAB IV  Penutup yang terdiri atas kesimpulan dan saran

Data makalah ini diambil dari reverensi buku yang terkait dengan sistem pencernaan atau hati serta dari media informasi seperti internet, majalah,dan lainnya.


BAB II
HIRSCHPRUNG

A.   ANATOMI FISIOLOGIS
 Defekasi sepenuhnya dikontrol oleh n.splanknikus (parasimpatis), kontinensia sepenuhnya dipengaruhi oleh n.pudendalis dan n.splanknikus pelvik (syaraf parasimpatis).
Sistem syaraf autonomik intrinsik pada usus terdiri dari 3 pleksus :
1.      Pleksus Auerbach : terletak diantara lapisan otot sirkuler dan longitudinal
2.      Pleksus Henle : terletak disepanjang batas dalam otot sirkuler
3.      Pleksus Meissner : terletak di sub-mukosa
Pada penderita penyakit Hirschsprung, tidak dijumpai ganglion pada ke-3 pleksus tersebut.
Saraf intrinsik berasal dari saraf parasimpatis ganglion pleksus submukosa meisner dan ganglion mienterikus auerbach, yang terletak diantara otot yang sirkuler dan longitudinal. Pengaruh dari saraf intrinsik lebih dominan dibandingkan saraf yang ekstrinsik. Pengaruh ini terutama untuk kontraksi dan relaksasi dari usus yang teratur. Pada penyakit hircsprung tidak terdapat ganglion pleksus submukosa meisner dan mienterikus, selain itu juga terjadi hipertrofi jaringan saraf diantara otot yang longitudinal dan yang sirkuler yang menghambat peristaltik kolon. Pada masa embrional, persarafan usus mulai dari neuroblas daerah kranioservikal yang bermigrasi ke daerah kaudal sampai anus. Penyakit hirschprung migrasi neuroblas, berhenti sebelum mencapai sfingter internus.
Secara embriologis sel-sel neuroenterik bermigrasi dari krista neuralis  menuju saluran gastrointestinal bagian atas dan selanjutnya meneruskan kearah distal. Pada minggu ke lima kehamilan sel-sel saraf tersebut akan mencapai esofagus,  pada minggu ke tujuh mencapai mid-gut dan akhirnya mencapai kolon pada minggu ke dua belas. Proses migrasi mula pertama menuju ke dalam pleksus Auerbachi dan selanjutnya menuju kedalam pleksus submukosa Meissneri. Apabila terjadi gangguan pada proses migrasi  sel-sel krista neuralis ini maka akan menyebabkan terjadinya segmen usus yang aganglionik dan terjadilah penyakit Hirschsprung. (Fonkalsrud,1997).

B.  DEFINISI
 Hirschprung atau Megakolon adalah penyakit tidak adanya sel-sel ganglion dalam rektum atau bagian rektosigmoid colon. Akibat ketidakadaan ini menimbulkan keabnormalan atau tidak adanya peristaltik serta tidak adanya evakuasi usus spontan (Betz, Cecily & Sowden, 2000).
Penyakit Hirschprung atau Megakolon adalah kelainan bawaan penyebab gangguan passase usus tersering pada neonatus, dan kebanyakan terjadi pada bayi aterm dengan berat lahir kurang dari 3 kg dan lebih banyak laki-laki dari pada perempuan (Arief Mansjoer, 2000).
Penyakit hirschsprung adalah anomali kongenital yang mengakibatkan obstruksi mekanik karena ketidak adekuatan motilitas sebagian dari usus. (Donna L. Wong, 2003 : 507).
Penyakit hirschprung adalah suatu kelainan tidak adanya sel ganglion parasimpatis pada usus, dapat dari kolon sampai usus halus ( Ngastiyah,2005:219)`
Hirschprung merupakan keadaan tidak ada atau sedikitnya saraf  ganglion parasimpatis pada rektum sehingga tidak ada peristaltic pada area yang terkena, usus mengalami dilatasi serta menimbulkan distensi dan obstruksi abdomen. (kelompok)



C.   ETIOLOGI
1.         Faktor genetik dan Down Syndrom
Dalam beberapa kasus, penyakit ini mungkin warisan, bahkan jika orang tua tidak memiliki penyakit. Hirschsprung juga 10 kali lebih sering terjadi pada anak-anak dengan Down syndrome. Diduga terjadi karena faktor genetik sering terjadi pada anak dengan Down Syndrom, kegagalan sel neural pada masa embrio dalam dinding usus, kelainan kardiovaskuler dan gagal eksistensi kranio kaudal pada myenterik dan sub mukosadinding plexus. Pada penyakit hisprung tidak memiliki plexus myenteric sehingga bagianusus yang bersangkutan tidak dapat mengembang. Dimana insiden keseluruhan 1 : 1500kelahiran hidup. Laki-laki lebih banyak dibandingkan perempuan (4: 1).
2.         Tidak adanya sel-sel ganglion dalam rektum atau bagian rektosigmoid kolon
Penyakit ini disebabkan aganglionosis Meissner dan Aurbach dalam lapisandinding usus, mulai dari spingter ani internus ke arah proksimal, 70% terbatas di daerahrektosigmoid, 10% sampai seluruh kolon dan sekitarnya 5% dapat mengenai seluruh usussampai pilorus.
3.         Kegagalan sel neural pada masa embrio dalam dinding usus
Secara fungsional, karena bayi tumbuh dalam kandungan, kumpulan sel saraf (ganglia) mulai terbentuk antara lapisan otot di bagian usus besar yang panjang. Proses ini dimulai pada bagian atas dan berakhir di usus besar bagian bawah. Pada anak-anak dengan penyakit Hirschsprung, proses ini tidak selesai dan tidak ada ganglion di sepanjang seluruh panjang dengan dua titik. Kadang-kadang sel-sel yang hilang hanya beberapa centimeter dari usus besar. Mengapa hal ini terjadi tidak diketahui secara pasti. Hal ini dapat dikaitkan dengan beberapa mutasi gen. Hal ini juga dikaitkan dengan beberapa kelenjar endokrin neoplasia, sebuah sindrom yang menyebabkan noncancerous Tumors di lendir membranes dan adrenal glands (terletak di atas ginjal) dan kanker dari thyroid gland (terletak di bagian bawah leher).
4.         Ketidakmampuan sfingter rektum berelaksasi
Hingga saat ini, belum ada suatu parameter atau skala yang diterima universal untuk menilai fungsi anorektal ini. Fecal soiling atau kecipirit merupakan parameter yang sering dipakai peneliti terdahulu untuk menilai fungsi anorektal pasca operasi, meskipun secara teoritis hal tersebut tidaklah sama. Kecipirit adalah suatu keadaan keluarnya feces lewat anus tanpa dapat dikendalikan oleh penderita, keluarnya sedikit-sedikit dan sering

D.   KLASIFIKASI
Klasifikasi penyakit Hisprung dibagi menjadi dua kelompok besar, yaitu:
1.      Tipe kolon spastik, biasanya dipicu oleh makanan, menyebabkan konstipasi berkala(konstipasi periodik) atau diare disertai nyeri. Kadang konstipasi silih berganti dengan diare. Sering tampak lendir pada tinjanya. Nyeri bisa berupa serangan nyeri tumpul atau kram, biasanya di perut sebelah bawah. Perut terasa kembung, mual,sakit kepala, lemas, depresi, kecemasan dan sulit untuk berkonsentrasi. Buang air besar sering meringankan gejala-gejalanya.

2.      Tipe yang kedua menyebabkan diare tanpa rasa nyeri dan konstipasi yang relatif tanpa rasa nyeri. Diare mulai secara tiba-tiba dan tidak dapat ditahan. Yang khas adalah diare timbul segera setelah makan. Beberapa penderita mengalami perut kembung dan konstipasi dengan disertai sedikit nyeri.
Menurut letak segmen aganglionik maka penyakit ini dibagi dalam :
·      Megakolon kongenital segmen pendek, bila segmen aganglionik meliputi rektum sampai sigmoid (70-80%).
·      Megakolon kongenital segmen panjang, bila segmen aganglionik lebih tinggi dari sigmoid (20%).
·      Kolon aganglionik total, bila segmen aganglionik mengenai seluruh kolon (5-10%).
·      Kolon aganglionik universal, bila segmen aganglionik meliputi seluruh usus sampai pylorus (5%).

E.   PATOFISIOLOGIS
Dimulai dari penyebab, yaitu genetik dan lingkungan. Gen-gen dari orang tua yang menyebaabkan kerusakan atau gangguan mutasi pembelahan sel, sehingga mempengaruhi persarafan yang ada di sel tersebut. Faktor lingkungan yang bisa menjadi penyebab seperti paparan radiasi yang menyebabkan gangguan pertumbuhan dan perkembangan janin dari faktor penyebab tersebut menimbulkan bayi yang baru lahir tidak mempunyai sel ganglion pada submukosa kolon. Baik megakolon konginetal segmen pendek, megakolon konginetal segmen panjang, kolon aganglionik total dan kolon aganglionik universal.
Dari tidak adanya sel ganglion pada submukosa kolon akan menyebabkan kerusakan rangsangan saraf parasimpati,s sehingga gerakan peristaltik terganggu dan sfinkter rektum tidak bisa berelaksasi. Maka usus akan menjadi spasme dan evakuasi usus terganggu. Terjadi akumulasi  mekonium pada usus besar sehingga terjadi distensi abdomen dan menimbulkan diagnosa gangguan rasa nyaman nyeri dan gangguan pola BAB. Dari distensi abdomen tersebuit menyebabkan mual sama muntah bercampur cairan empedu akibat arus balik karena adanya obstruksi pada kolon. Mual dan muntah menyebabkan anoreksia sehingga timbul 2 diagnosa nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh dan volume cairan tubuh menurun.
     Akibat terjadinya obstruksi pada kolon menyebbkan konstipasi pada kolon sehingga menimbulkan pembengkakan kolon. Akhirnya terjadilah perubahan status kesehatan pada anak. Timbullah 2 diagnosa kurang pengetahuan dan koping keluarga tidak efektif. Ketika terjadi pembengkakan kolon dan dilakukan pemeriksaan diagnostik ditemukan hisprung, maka pembedahan adalah salah satu penatalaksanaannya. Akan menimbulkan diagnosa cemas, risiko tinggi injury, dan risiko tinggi infeksi.

F.   MANIFESTASI KLINIS
1)             Periode Neonatal
·      Pengeluaran mekonium yang terlambat (lebih dari 24-28 jam pertama)
·      Muntah hijau dan distensi abdomen.
·      Gejalanya berupa diarrhea
·      Distensi abdomen
·      Feces berbau busuk dan disertai demam
2)             Anak
·      Pada anak yang lebih besar, gejala klinis yang menonjol adalah konstipasi kronis
·      Gizi buruk (failure to thrive)
·      Dapat pula terlihat gerakan peristaltic usus di dinding abdomen
·      Jika dilakukan pemeriksaan colok dubur, maka feces biasanya keluar menyemprot, konsistensi semi-liquid dan berbau tidak sedap
·      Penderita biasanya buang air besar tidak teratur, sekali dalam beberapa hari dan biasanya sulit untuk defekasi.

G.   PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1.         Pemeriksaan colok anus
Pada pemeriksaan ini jari akan merasakan jepitan dan pada waktu jari dilepaskan tinja akan menyemprot. Pemeriksaan ini untuk mengetahui juga bau dari tinja karena kotoran yang yang menumpuk dan menyumbat pada usus di bagian bawah terlalu lama akan terjadi pembusukan.
2.      Radiologi (barium enema/foto roentgen)
                        Yaitu dengan memasukkan suatu cairan zat radioaktif melaui anus, sehingga nantinya dapat terlihat jelas saat difoto roentgen, sampai sejauh manakah usus besar yang terjadi pembesaran.
Pemeriksaan yang merupakan standard dalam menegakkan diagnosa Hirschsprung adalah barium enema, dimana akan dijumpai 3 tanda khas:
·           Tampak daerah penyempitan di bagian rektum ke proksimal yang panjangnya bervariasi;
·           Terdapat daerah transisi, terlihat di proksimal daerah penyempitan ke arah daerah dilatasi;
·           Terdapat daerah pelebaran lumen di proksimal daerah transisi (Kartono,1993).
3.         Biopsi
Biopsi rektum untuk melihat ganglion pleksus submukosa meisner, apakah terdapat ganglion atau tidak. Pada penyakit hirschprung ganglion ini tidak ditemukan.
4.         Laboratorium darah
Tidak ditemukan adanya sesuatu yang khas kecuali jika terjadi komplikasi, misal: enterokolitis atau sepsis
5.         Manometri Anorektal
Pemeriksaan manometri anorektal adalah suatu pemeriksaan objektif mempelajari fungsi fisiologi defekasi pada penyakit yang melibatkan spinkter anorektal. Dalam prakteknya, manometri anorektal dilaksanakan apabila hasil pemeriksaan klinis, radiologis dan histologis meragukan. Pada dasarnya, alat ini memiliki 2 komponen dasar : transduser yang sensitif terhadap tekanan seperti balon mikro dan kateter mikro, serta sisitem pencatat seperti poligraph atau komputer (Shafik,2000; Wexner,2000; Neto dkk,2000). 
        Beberapa hasil manometri anorektal yang spesifik bagi penyakit Hirschsprung adalah : 
1.        Hiperaktivitas pada segmen yang dilatasi; 
2.        Tidak dijumpai kontraksi peristaltik yang terkoordinasi pada segmen usus aganglionik; 
3.        Sampling reflex tidak berkembang. Tidak dijumpai relaksasi spinkter interna setelah distensi rektum akibat desakan feces. Tidak dijumpai relaksasi spontan (Kartono,1993; Tamate,1994; Neto,2000). 









H.    PENATALAKSANAAN
a. Medis
1.  Konservatif. Pada neonatus dilakukan pemasangan sonde lambung serta pipa rektal untuk mengeluarkan mekonium dan udara

2.  Tindakan bedah sementara. Kolostomi pada neonatus, terlambat diagnosis, enterokolitis berat dan keadaan umum buruk.

3.  Tindakan bedah defenitif. Mereseksi bagian usus yang aganglionosis dan membuat anastomosis.
b. Pembedahan: Pembedahan dilakukan dalam 2 (dua) tahap mula-mula dilakukan kolostomi loop atau double-barrel sehingga tomus dan ukuran usus yang dilatasi dan hipertropi dapat kembali normal. (memerlukan waktu kira-kira 3-4 bulan). Pada umur bayi diantara 6-12 bulan (mulai beratnya antara 9 s/d 10 Kg), satu dari tiga prosedur berikut dengan cara memotong usus aganglionik dan mengantomosiskan usus yang berganglion ke rectum dengan jarak 1 inci dari anus.
·         Prosedur Duhamel umumnya dilakukan terhadap bayi yang berusia 1 tahun. Prosedur ini terdiri atas penarikan kolon normalkearah bawah dan menganastomosiskannya dibelakang usus agaanglionik, menciptakan dinding ganda yang terdiri dari selubung aganlionik dan bagian posterior kolon normal yang ditarik tersebut.
·         Prosedur Swenson, bagian kolon yang aganglionik itu dibuang, kemudian dilakukan anastomosis end to end pada kolon berganglion dengan saluran anal yang dilatasi. Sfingter dilakukan pada bagian posterior.
·         Prosedur Soave dilakukan pada anak-anak yang lebih besar dan merupakan prosedur yang paling banyak dilakukan untuk mengobati penyakit Hisprung. Dinding otot dari segmen rektumdibiarkan tetap utuh, kolon yang bersaraf normal ditarik sampai ke anus, tempat dilakukannya anastomosis antara kolon normal dan jaringan otot rekto sigmonial yang tersisa.
c. Perawatan 

Perhatikan perawatan tergantung pada umur anak dan tipe pelaksanaannya bila ketidakmampuan terdiagnosa selama periode neonatal, perhatikan utama antara lain :
·         Membantu orang tua untuk mengetahui adanya kelainan kongenital pada anak secara dini
·         Membantu perkembangan ikatan antara orang tua dan anak
·         Mempersiapkan orang tua akan adanya intervensi medis ( pembedahan )
·         Mendampingi orang tua pada perawatan colostomy setelah rencana pulang ( FKUI, 2000 : 1135 )
I.      KOMPLIKASI
1.               Kebocoran Anastomose (penggabungan dua ujung usus yang sehat setelah usus yang sakit usus dipotong oleh dokter bedah)
Kebocoran anastomose pasca operasi dapat disebabkan oleh ketegangan yang berlebihan pada garis anastomose, vaskularisasi (pembentukan pembuluh abnormal atau berlebihan) yang tidak adekuat pada kedua tepi sayatan ujung usus, infeksi dan abses sekitar anastomose serta trauma colok dubur atau businasi pasca operasi yang dikerjakan terlalu dini dan tidak hati-hati.
Manifestasi klinis yang terjadi akibat kebocoran anastomose ini beragam. Kebocoran anastomosis ringan menimbulkan gejala peningkatan suhu tubuh, terdapat infiltrat atau abses rongga pelvik, kebocoran berat dapat terjadi demam tinggi, pelvioperitonitis atau peritonitis umum , sepsis dan kematian. Apabila dijumpai tanda-tanda dini kebocoran, segera dibuat kolostomi di segmen proksimal.
2.           Stenosis (penyempitan)
Stenosis yang terjadi pasca operasi dapat disebabkan oleh gangguan penyembuhan luka di daerah anastomose, infeksi yang menyebabkan terbentuknya jaringan fibrosis, serta prosedur bedah yang dipergunakan. Stenosis sirkuler biasanya disebabkan komplikasi prosedur Swenson atau Rehbein, stenosis posterior berbentuk oval akibat prosedur Duhamel sedangkan bila stenosis memanjang biasanya akibat prosedur Soave.
Manifestasi yang terjadi dapat berupa gangguan defekasi yaitu kecipirit, distensi abdomen, enterokolitis hingga fistula perianal. Tindakan yang dapat dilakukan bervariasi, tergantung penyebab stenosis, mulai dari businasi hingga sfinkterektomi posterior.
3.           Enterokolitis (suatu keadaan dimana lapisan dalam usus mengalami cedera dan meradang)
Enterokolitis terjadi karena proses peradangan mukosa kolon dan usus halus. Semakin berkembang penyakit hirschprung maka lumen usus halus makin dipenuhi eksudat fibrin yang dapat meningkatkan resiko perforasi (perlubangan saluran cerna) . Proses ini dapat terjadi pada usus yang aganglionik maupun ganglionik. Enterokolitis terjadi pada 10-30% pasien penyakit Hirschprung terutama jika segmen usus yang terkena panjang.
Tindakan yang dapat dilakukan pada penderita dengan tanda-tanda enterokolitis adalah :
a.            Segera melakukan resusitasi cairan dan elektrolit.
b.           Pemasangan pipa rektal untuk dekompresi.
c.            Melakukan wash out dengan cairan fisiologis 2-3 kali perhari.
d.           Pemberian antibiotika yang tepat.
Enterokolitis dapat terjadi pada semua prosedur tetapi lebih kecil pada pasien dengan endorektal pullthrough. Enterokolitis merupakan penyebab kecacatan dan kematian pada megakolon kongenital, mekanisme timbulnya enterokolitis menurut Swenson adalah karena obtruksi parsial. Obtruksi usus pasca bedah disebabkan oleh stenosis anastomosis, sfingter ani dan kolon aganlionik yang tersisa masih spastik. Manifestasi klinis enterokolitis berupa distensi abdomen diikuti tanda obtruksi seperti muntah hijau atau fekal dan feses keluar eksplosif cair dan berbau busuk. Enetrokolitis nekrotikan merupakan komplikasi paling parah dapat terjadi nekrosis, infeksi dan perforasi. Hal yang sulit pada megakolon kongenital adalah terdapatnya gangguan defekasi pasca pullthrough, kadang ahli bedah dihadapkan pada konstipasi persisten dan enterokolitis berulang pasca bedah
4.           Gangguan Fungsi Sfinkter
Hingga saat ini, belum ada suatu parameter atau skala yang diterima universal untuk menilai fungsi anorektal ini. Fecal soiling atau kecipirit merupakan parameter yang sering dipakai peneliti terdahulu untuk menilai fungsi anorektal pasca operasi, meskipun secara teoritis hal tersebut tidaklah sama. Kecipirit adalah suatu keadaan keluarnya feces lewat anus tanpa dapat dikendalikan oleh penderita, keluarnya sedikit-sedikit dan sering.

J.     JURNAL
PENILAIAN FUNGSI ANOREKTAL PADA PENDERITA PENYAKIT HIRSPHRUNG’S PASCA TINDAKAN BEDAH DEFINITIF

   ABSTRACT
Background: There are some methods of definitive surgery for Hirschsprung’s disease. Complications of all surgery procedures of are almost the same, but each procedure has its special benefits. Objectives: To observe the anorectal function of Hisphrungs patients which have had definitive treatment at the Wahidin Sudirohusodo Hospital, Makassar. Method: All patients were observed by using Heikkinen score’s for anorectal function during, soon after and 6 months after definitive surgery due to hirsprung disease. Results: From 28 cases we found 10 cases (35.7 %) that were normal:, 5 normal cases (41.7%) PSRHD. There were no cases of incontinance from patients with enterocolitis complications or loss of bodyweight after definitive treatment from the 28 patients. Conclusion: Definitive surgical treatment improved anorectal function.

Keywords: hirschsprung, anorectal, surgery
PENILAIAN FUNGSI ANOREKTAL PADA PENDERITA PENYAKIT HIRSPHRUNG’S PASCA TINDAKAN BEDAH DEFINITIF

Latar belakang: Terdapat beberapa metoda penatalaksanaan bedah definitif untuk kelainan Hirschsprung yang meskipun masing masing mempunyai keunggulan namun memberikan komplikasi yang hampir sama. Tujuan: Melakukan penilaian fungsi anorektal pada penderita Hirschsprung yang ditindaki dengan bedah definitif. Metode: Fungsi anorektal dinilai dengan skor Heikkinen segera dan setelah enam bulan pembedahan. Hasil: Dari 28 kasus yang diteliti diperoleh data skor tertinggi (normal) sebanyak 10 kasus ( 35,7%) dan 5 kasus (41,7%) normal pada tindakan PSRHD .
Tidak ditemukan adanya inkontinensia, penurunan berat badan dan komplikasi pada semua kasus Kontinensia ditemukan bervariasi berdasarkan panjang kolon yang direseksi. Simpulan: Tindakan bedah definitif memberikan perbaikan terhadap fungsi
anorektal.

Kata kunci: hirschsprung, anorektal, bedah



BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN HISPRUNG

A. PENGKAJIAN
1.      BIODATA KLIEN
Data bayi
Nama               : By. Reza
Jenis kelamin   : Laki-laki
Tanggal Lahir : 18 april 2013
Tanggal MRS  : 20 april 2013
BB/PB             : 2500g/ 45cm
Dx medis         : hirsprung
Pengkajian       : 20 april 2013
Data Ibu
Nama               : Ny. Magdalena Mariety
Pekerjaan         : Ibu Rumah Tangga
Pendidikan      : SLTA
Alamat             : Jalan tak berujung no 10 blok A kecamatan asmara kelurahan damaisentosa
Data Ayah
Nama ayah      : Tn. Maksel
Pekerjaann     : Direktur Utama PT PAL
Pendidikan      : S2

2.      RIWAYAT KEPERAWATAN.
a.       Keluhan utama.
Tidak bisa BAB sejak lahir, tidak mau minum susu, perut membesar dan muntah berwarna hijau.
b.      Riwayat penyakit sekarang.
Kembung, pasien muntah setelah minum susu, muntah sejak
1 hari yang lalu
c.       Riwayat penyakit dahulu.
Lahir spontan ditolong
dukun beranak
d.      Riwayat kesehatan keluarga.
Tidak ada saudara yang sakit seperti ananknya

3.      PEMERIKSAAN FISIK
a.  Sistem Integumen
Kebersihan kulit mulai dari kepala maupun tubuh, pada palpasi dapat dilihat capilary refil, warna kulit, edema kulit.
b. Sistem Respirasi
Kaji apakah ada kesulitan bernapas, frekuensi pernapasan
c.  Sistem Kardiovaskuler
Kaji adanya kelainan bunyi jantung (mur-mur, gallop), irama denyut nadi apikal, frekuensi denyut nadi / apikal.
d. Sistem Pengelihatan
Kaji adanya konjungtivitis, rinitis pada mata
e. Sistem Gastrointestinal
Kaji pada bagian abdomen palpasi adanya nyeri, auskultasi bising usus, adanya kembung pada abdomen, adanya distensi abdomen, muntah (frekuensi dan karakteristik muntah) adanya keram, tendernes.

4.      PEMERIKSAAN FISIK UMUM
Berat badan saat lahir       : 2500 gr (normal : 2500 gr – 3500 gr)
Berat badan sekarang        : 2300 gr
Panjang badan                   : 45 cm (normal : 40,5 – 50,5 cm)
Nadi                                         : 145 x/menit (normal dewasa: 60-100 x/menit, normal bayi: 140 x/menit)
Frekuensi nafas                  : 42 x/menit (normal dewasa: 12-24 x/menit, normal bayi: 30-40 x/menit
Suhu tubuh                                    : 38 oC (normal: 36-37,5o C)

ASUHAN KEPERAWATAN
1.      DATA FOKUS
Data subjektif
Data objektif
·         Ibu Reza mengatakan melahirkan dengan bantuan dukun beranak
·         Ibu reza mengatakan anaknya belum BAB sejak lahir (2 hari yang lalu)
·         Ibu reza mengatakan anaknya muntah berwarna hijau

Data Tambahan :
·         Ibu reza mengatakan anaknya menangis terus
·         Ibu Reza mengatakan perut anaknya terlihat besar
·         Ibu reza mengatakan anaknya tidak bisa tidur dengan nyenyak
·         Ibu reza mengatakan anaknya selalu memuntahkan ASI yang diberikan
·         Ibu reza mengatakan bb anaknya saat lahir 2500 gr kini menjadi 2300 gr
·         Ibu reza mengatakan Panjang badan anaknya saat lahir 45cm
·         Ibu Reza mengatakan merasa suhu badan anaknya mengalami peningkatan
·         Ibu Reza mengatakan bingung harus berbuat apa untuk anaknya
·         Ibu Reza mengatakan belum pernah mengetahui tentang penyakit yang diderita anaknya.
·         Ibu Reza juga mengatakan belum pernah di keluarganya mempunya penyakit seperti ini




·         Hasil Foto rontgen menunjukkan gambaran obstruksi usus rendah dan usus melebar



  Data  tambahan:
·         IMT  saat lahir
BBL(gr) + (usia dlm bulan x 500 gr)
2500 + ( 0.07 bulan x 500 gr ) = 2535 gr
·         IMT 2 hari setelah lahir
2300 + ( 0.07 bulan x 500 gr ) = 2335 gr
·         By Reza terlihat selalu memuntahkan ASI maupun susu formula yang diberikan
·         By reza terlihat muntah berwarna hijau
·         Lingkar perut an reza membesar, 36 cm (normal 30-33 cm)
·         Bising usus : 2 x/mnt (normal pada bayi : 6 x/mnt)
·         By Reza mengalami distensi abdomen
·         By Reza terlihat lemas
·         Bibir By reza terlihat kering
·         By reza terlihat menangis terus menerus
·         Hasil Lab :
Glukosa : 80 mg/dl  ( 70 -110)
Albumin : 4,1 g/dl    ( 3,8 -5,4)  
K  : 3,87 mmol/L  ( 3,6 - 5,5) 
Na : 137,8 mmol/L  (13 -155 )
Ca : 10 mg/dl  (8,1 - 10,4)
·         Vital signs:
Nadi : 145 x/menit (normal dewasa: 60-100 x/menit, normal bayi: 140 x/menit)
Frekuensi nafas : 42 x/menit (normal dewasa: 12-24 x/menit, normal bayi: 30-40 x/menit
Suhu tubuh : 38 oC (normal: 36-37,5o C)
·         Ibu klien tampak bingung dan cemas melihat kondisi kesehatan anaknya
·         Ibu klien terus bertanya- tanya tentang penyakit anaknya
·         Ibu klien tampak gelisah


2.      ANALISA DATA
Data Fokus
Problem
Etiologi
  DS :
·         Ibu reza mengatakan anaknya muntah berwarna hijau
·         Ibu reza mengatakan anaknya selalu memuntahkan ASI yang diberikan
·         Ibu Reza mengatakan merasa suhu badan anaknya mengalami peningkatan
DO :
·         By Reza terlihat selalu memuntahkan ASI maupun susu formula yang diberikan
·         By reza terlihat menangis terus menerus
·         By reza terlihat muntah berwarna hijau
·         By Reza terlihat lemas
·         Bibir By reza terlihat kering
·         Vital signs:
Nadi : 145 x/menit (normal dewasa: 60-100 x/menit, normal bayi: 140 x/menit)
Frekuensi nafas : 42 x/menit (normal dewasa: 12-24 x/menit, normal bayi: 30-40 x/menit
Suhu tubuh : 38 oC (normal: 36-37,5o C)

Kekurangan volume cairan tubuh
Muntah, pemasukan cairan terbatas, penurunan penyerapan di usus
 DS :
·         Ibu reza mengatakan anaknya belum BAB sejak lahir (2 hari yang lalu)
·         Ibu Reza mengatakan perut anaknya terlihat besar

 DO:
·         Anak reza tampak lemah
·         Hasil Foto rontgen menunjukkan gambaran obstruksi usus rendah dan usus melebar
·         An reza terlihat menangis terus menerus
·         Lingkar perut By reza membesar,36 cm ( normal 30-33 cm)
·         Bising usus : 2 x/mnt (normal 6x/mnt)
·         By reza mengalami distensi abdomen

·         Vital signs:
Nadi : 145 x/menit (normal dewasa: 60-100 x/menit, normal bayi: 140 x/menit)
Frekuensi nafas : 42 x/menit (normal dewasa: 12-24 x/menit, normal bayi: 30-40 x/menit
Suhu tubuh : 38 oC (normal: 36-37,5o C)

Gangguan eliminasi BAB : konstipasi/obstipasi


spastis usus dan tidak adanya daya dorong.

  DS:
·         Ibu reza mengatakan anaknya muntah berwarna hijau
·         Ibu reza mengatakan anaknya selalu memuntahkan ASI yang diberikan
·         Ibu reza mengatakan bb anaknya saat lahir 2500 gr kini menjadi 2300 gr
·         Ibu reza mengatakan Panjang badan anaknya saat lahir 45cm


  DO:
·         IMT  saat lahir
BBL(gr) + (usia dlm bulan x 500 gr)
2500 + ( 0.07 bulan x 500 gr ) = 2535 gr
·         IMT 2 hari setelah lahir
2300 + ( 0.07 bulan x 500 gr ) = 2335 gr
·         By Reza terlihat selalu memuntahkan ASI maupun susu formula yang diberikan
·         By reza terlihat muntah berwarna hijau
·         By reza terlihat menangis terus menerus
Nadi : 145 x/menit (normal dewasa: 60-100 x/menit, normal bayi: 140 x/menit)
Frekuensi nafas : 42 x/menit (normal dewasa: 12-24 x/menit, normal bayi: 30-40 x/menit
Suhu tubuh : 38 oC (normal: 36-37,5o C)
    Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
     Intake yang tidak adekuat
  DS :
·         Ibu reza mengatakan anaknya belum BAB sejak lahir (2 hari yang lalu)
·         Ibu reza mengatakan anaknya menangis terus
·         Ibu Reza mengatakan perut anaknya terlihat besar
·         Ibu reza mengatakan anaknya tidak bisa tidur dengan nyenyak

  DO :
·         Lingkar perut by reza membesar, 36 cm ( normal 30-33 cm)
·         Bising usus : 2 x/mnt (normal : 6 x/mnt)
·         By reza mengalami distensi abdomen
·         By Reza terlihat lemas
·         By reza terlihat menangis terus menerus
Nadi : 145 x/menit (normal dewasa: 60-100 x/menit, normal bayi: 140 x/menit)
Frekuensi nafas : 42 x/menit (normal dewasa: 12-24 x/menit, normal bayi: 30-40 x/menit
Suhu tubuh : 38 oC (normal: 36-37,5o C)
Gangguan rasa nyaman
      adanya distensi abdomen

DS:
·         Ibu Reza mengatakan bingung harus berbuat apa untuk anaknya
·         Ibu Reza mengatakan belum pernah mengetahui tentang penyakit yang diderita anaknya.
·         Ibu Reza juga mengatakan belum pernah di keluarganya mempunya penyakit seperti ini

  DO:
·         Ibu klien tampak bingung dan cemas melihat kondisi kesehatan anaknya
·         Ibu klien terus bertanya- tanya tentang penyakit anaknya
·         Ibu klien tampak gelisah

Kurang pengetahuan

Kurangnya informasi tentang proses penyakit

3.      DIAGNOSA KEPERAWATAN
a.          Kekurangan volume cairan tubuh b.d Muntah, pemasukan cairan terbatas, penurunan penyerapan di usus
b.         Gangguan eliminasi BAB : konstipasi/obstipasi b.d spastis usus dan tidak adanya daya dorong
c.          Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d Intake yang tidak adekuat
d.         Gangguan rasa nyaman b.d adanya distensi abdomen
e.          Kurang pengetahuan b.d Kurangnya informasi tentang proses penyakit

4.      INTERVENSI
No
Diagnosa
Tujuan dan Kriteria hasil
Intervensi
1.       
Kekurangan volume cairan tubuh b.d Muntah, pemasukan cairan terbatas
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3 x 24 jam resiko kekurangan cairan dapat diatasi
NOC :
Fluid balaKriteria Hasil :
1.      Keseimbangan intake dan out put 24 jam
2.      Berat badan stabil
3.      Mata tidak cekung
4.      Membran mukosa lembab
5.      Kelembaban kulit normal


NIC :
1.    Pertahankan catatan intake dan output yang akurat
R/ memberikan pedoman untuk penggantian cairan
2.    Monitor status hidrasi ( kelembaban membran mukosa, nadi adekuat, tekanan darah ortostatik ), jika diperlukan
R/Menunjukkan status volume sirkulasi, terjadinya/perbaikan perpindahan cairan, dan respon terhadap terapi. Keseimbangan positif/peningkatan berat badan sering menunjukkan retensi cairan lanjut.
3.    Monitor hasil lab yang sesuai dengan retensi cairan (BUN , Hmt , osmolalitas urin, albumin, total protein )
R/ Penurunan albuminserum mempengaruhi tekanan osmotik koloid plasma, mengakibatkan pembentukan edema. Penurunan aliran darah ginjal menyertai peningkatan ADH dan kadar aldosteron dan penggunaan deuretik (untuk menurunkan air total tubuh) dapat menyebabkan berbagai perpindahan/ketidakseimbangan elektrolit
4.    Monitor vital sign setiap 15menit – 1 jam
R/ mengetahui keadaan umum pasien
5.    Kolaborasi pemberian cairan IV
R/ membantu pemasukan cairan lewat intra vena
6.    Berikan cairan oral
R/ menurunkan rasa haus pada pasien
7.    Berikan prosedur nasogastrik jika diperlukan
R/ memungkinkan dukungan nutrisi melalui saluran GI, mengevakuasi isi lambung dan dapat menghilangkan mual
8.    Atur kemungkinan tranfusi
R/ kemungkinan albumin rendah yang mengakibatkan penumpukan cairan berlebih, dsb
9.    Pasang kateter jika perlu
R/ untuk membantu pengukuran output dari pasien
2.       
Gangguan eliminasi BAB : obstipasi b.d spastis usus dan tidak adanya daya dorong
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 2 x 24 jam konstipasi berangsur teratasi
NOC :
Bowel Elimination

Kriteria Hasil :
1.      Pola eliminasi dalam batas normal
2.      Warna feses dalam batas normal
3.      Bau feses tidak menyengat
4.      Konstipasi tidak terjadi
5.      Ada peningkatan pola eliminasi yang lebih baik
Bowel Irigation (pembersihan Colon)
1.      Pilih pemberian enema (prosedur pemasukan cairan kedalam kolon melalui anus) yang tepat
R/ merangsanng peristaltic kolon agar dapat defekasi.
2.      Jelaskan prosedur pada pasien dan keluarga
R/ menciptakan lingkungan saling percaya dan mengurangi rasa khawatir
3.      Monitor efek samping dari tindakan pengobatan
R/ memonitor untuk memastikan tidak adanya komplikasi lanjutan
4.      Catat perkembangan baik maupun buruk
R/ memastikan tidak adanya komplikasi lanjutan
5.      Observasi tanda vital dan bising usus setiap 2 jam sekali
R/ mengetahui keadaan umum pasien sebelum dan sesudah dilakukan prosedur
6.      Observasi pengeluaran feces per rektal – bentuk, konsistensi, jumlah
R/ memastikan tidak adanya komplikasi dan untuk menetapkan intervensi lanjutan
7.      Konsultasikan dengan dokter rencana pembedahan
R/ jika terjadi komplikasi, dapat segera di tangani dengan pembedahan
3.       
Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d Intake yang tidak adekuat
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3 x 24 jam, diharapkan :
NOC :
Status Nutrisi
Kriteria Hasil :
1.      Berat badan pasien sesuai umur
2.      Stamina
3.      Tenaga
4.      Kekuatan menggenggam
5.      Penyembuhan jaringan
6.      Daya tahan tubuh
7.      Konjungtiva tidak anemis
8.      Pertumbuhan
Management Nutrisi
1.      Kaji riwayat jumlah makanan/ masukan nutrisi yang biasa dimakan dan kebiasaan makan
R/ member informasi tentang kebutuhan pemasukan/ difisiensi
2.      Timbang berat badan. Bandingkan perubahan status cairan, riwayat berat badan, ukuran kulit trisep
R/ sebagai indicator langsung dalam mengkaji perubahan status nutrisi
3.      Anjurkan ibu untuk tetap memberikan asi rutin
R/ untuk mempertahankan masukan nutrisi pada pasien
4.      Kolaborasikan dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan
R/ untuk menambah masukan nutrisi yang baik bagi klien

Monitoring Nutrisi
1.       Monitor turgor kulit
R/ mengkaji pasokan nutrisi adekuat
2.       Monitor mual dan muntah
R/ mengkaji adanya pengeluaran output berlebih
3.       Monitor intake nutrisi
R/ mengkaji pemasokan nutrisi yang adekuat
4.       Monitor pertumbuhan dan perkembangan anak
R/ observasi adanya penurunan perkembangan anak karena pasokan nutrisi tak adekuat atau pengeluaran output yang berlebih
4.       
Gangguan rasa nyaman b.d adanya distensi abdomen
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3 x 24 jam, diharapkan :
Tujuan : Kebutuhan rasa nyaman terpenuhi dengan kriteria tenang, tidak menangis, tidak mengalami gangguan pola tidur.

NIC :
1.      Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi
R/ mengobservasi untuk membantu menemukan intervensi lanjutan yang tepat
2.      Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
R/ memantau untuk menemukan intervensi lanjutan yang tepat
3.      Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan dukungan
R/ partisipasi dalam intervensi dapat membangun rasa percaya keluarga pasien dengan tim medis, mengurangi rasa cemas keluarga pasien dan membantu keluarga mengerti dengan keadaan pasien
4.      Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan
R/ menurunkan rangsangan stress pada rasa nyeri
5.      Kaji tipe dan sumber nyeri
R/ untuk menentukan intervensi yang tepat
6.      Tingkatkan istirahat
R/ menurunkan rangsangan stress pada rasa nyeri
7.      Berikan informasi tentang nyeri seperti penyebab nyeri kepada keluarga pasien, berapa lama nyeri akan berkurang dan antisipasi ketidaknyamanan dari prosedur
R/ mengurangi rasa cemas keluarga pasien dan membantu keluarga mengerti dengan keadaan pasien
8.      Monitor vital sign
R/ mengetahui keadaan umum pasien
5.       
Kurang pengetahuan b.d Kurangnya informasi tentang proses penyakit
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1 x 24 jam, diharapkan:
Tujuan: Ansietas (ibu) berkurang dalam 24 jam
NOC:
·    Kowlwdge : disease process
·    Kowledge : health Behavior
kriteria hasil:
1.      Pasien dan keluarga menyatakan pemahaman tentang penyakit, kondisi, prognosis dan program pengobatan
2.      Pasien dan keluarga mampu melaksanakan prosedur yang dijelaskan secara benar
3.      Pasien dan keluarga mampu menjelaskan kembali apa yang dijelaskan perawat/tim kesehatan lainnya
NIC :
1.       Kaji tingkat pengetahuan pasien dan keluarga
R/ mengetauhi sejauh mana keluarga pasien mengetahui penyakit yang diderita pasien
2.       Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan bagaimana hal ini berhubungan dengan anatomi dan fisiologi, dengan cara yang tepat dan mudah di mengerti.
R/ memudahkan keluarga mengerti dengan keadaan dan kondisi klien
3.       Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul pada penyakit, dengan cara yang tepat
R/ mengurangi rasa cemas keluarga pasien dan membantu keluarga mengerti dengan keadaan pasien
4.       Identifikasi kemungkinan penyebab, dengan cara yang tepat
R/ mengurangi rasa cemas keluarga pasien dan membantu keluarga mengerti dengan keadaan pasien
5.       Sediakan bagi keluarga informasi tentang kemajuan pasien dengan cara yang tepat
R/ mengurangi rasa cemas keluarga pasien dan membantu keluarga mengerti dengan keadaan pasien
6.       Diskusikan pilihan terapi atau penanganan
R/ partisipasi dalam pengambilan keputusan dapat meningkatkan rasa saling percaya antara keluarga pasien dan tim medis
7.       Dukung keluarga pasien untuk mengeksplorasi atau mendapatkan second opinion dengan cara yang tepat atau diindikasikan
R/ partisipasi dalam pengambilan keputusan dapat meningkatkan rasa saling percaya antara keluarga pasien dan tim medis


BAB IV
PENUTUP

A.    KESIMPULAN
              Penyakit hisprung merupakan penyakit yang sering menimbulkan masalah. Baik masalah fisik, psikologis maupun psikososial. Masalah pertumbuhan dan perkembangan anak dengan penyakit hisprung yaitu terletak pada kebiasaan buang air besar. Orang tua yang mengusahakan agar anaknya bisa buang air besar dengan cara yang awam akan menimbulkan masalah baru bagi bayi/anak. Penatalaksanaan yang benar mengenai penyakit hisprung harus difahami dengan benar oleh seluruh pihak. Baik tenaga medis maupun keluarga. Untuk tecapainya tujuan yang diharapkan perlu terjalin hubungan kerja sama yang baik antara pasien, keluarga, dokter, perawat maupun tenaga medis lainnya dalam mengantisipasi kemungkinan yang terjadi.

B.     SARAN
              Kami berharap setiap mahasiswa mampu memahami dan mengetahui tentang penyakit hsaprung. Walaupun dalam makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan.






DAFTAR PUSTAKA


Darmawan K ( 2004 ). Penyakit Hirschsprung. Jakarta : sagung Seto.

Dermawan, Deden dkk, 2010, Keperawatan Medikal Bedah Sistem Pencernaan, Yogyakarta: Goysen Publishing

Doenges, Marilyn. E, 2000, Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien,  edisi 3, Jakarta, EGC

Haryono, Rudi, 2012, Keperawatan Medikal Bedah Sistem Pencernaan, Yogyakarta: Goysen Publishing

Nelson, W. ( 2000 ). Ilmu Kesehatan Anak. Alih Bahasa A Samik Wahab. Jakarta : EGC

Wong, Donna L. 2003. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik.Sri Kurnianingsih (Fd), Monica Ester (Alih bahasa) edisi – 4 .Jakarta : EGC.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar