BAB
I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Penyakit hisprung merupakan suatu
kelainan bawaan yang menyebabkan gangguan pergerakan usus yang dimulai dari
spingter ani internal ke arah proksimal dengan panjang yang bervariasi dan
termasuk anus sampai rektum. Penyakit hisprung adalah penyebab obstruksi usus
bagian bawah yang dapat muncul pada semua usia akan tetapi yang paling sering
pada neonatus.
Penyakit hisprung juga dikatakan sebagai
suatu kelainan kongenital dimana tidak terdapatnya sel ganglion parasimpatis
dari pleksus auerbach di kolon, keadaan abnormal tersebutlah yang dapat
menimbulkan tidak adanya peristaltik dan evakuasi usus secara spontan, spingter
rektum tidak dapat berelaksasi, tidak mampu mencegah keluarnya feses secara
spontan, kemudian dapat menyebabkan isi usus terdorong ke bagian segmen yang
tidak adalion dan akhirnya feses dapat terkumpul pada bagian tersebut sehingga
dapat menyebabkan dilatasi usus proksimal.
Pasien dengan penyakit hisprung pertama
kali dilaporkan oleh Frederick Ruysch pada tahun 1691, tetapi yang baru
mempublikasikan adalah Harald Hirschsprung yang mendeskripsikan megakolon
kongenital pada tahun 1863. Namun patofisiologi terjadinya penyakit ini tidak
diketahui secara jelas. Hingga tahun 1938, dimana Robertson dan Kernohan menyatakan
bahwa megakolon yang dijumpai pada kelainan ini disebabkan oleh gangguan
peristaltik dibagian distal usus defisiensi ganglion.
A. TUJUAN PENULISAN
Tujuan Umum :
Mahasiswa
dapat menyelesaikan tugas Blok Sistem Pencernaan
Tujuan
Khusus :
1.
Mahasiswa dapat menjelaskan dan
mengerti pengertian hisprung
2.
Mahasiswa mengetahui etiologi atau
penyebab hisprung
3.
Mahasiswa bisa menjelaskan
patofisiologi ,manifestasi klinis serta komplikasi dari hisprung
4.
Mahasiswa dapat menjelaskan
pemeriksaan yang dilakukan serta penatalaksanaan dari hisprung
5.
Mahasiswa mampu memberikan asuhan
keperawatan kepada pasien
B. SISTEMATIKA PENULISAN
BAB I Pendahuluan yang terdiri atas latar belakang,
tujuan penulisan serta sistematika
BAB II Teori hisprung yang
terdiri atas anatomi fisiologis definisi, etiologi, klasifikasi, manifestasi klinis, patofisiologi, pemeriksaan
diagnostik,penatalaksanaan
BAB III Asuhan Keperawatan Hisprung
BAB IV Penutup yang terdiri atas kesimpulan dan
saran
Data makalah ini diambil dari
reverensi buku yang terkait dengan sistem pencernaan atau hati serta dari media
informasi seperti internet, majalah,dan lainnya.
BAB
II
HIRSCHPRUNG
A. ANATOMI FISIOLOGIS
Defekasi
sepenuhnya dikontrol oleh n.splanknikus (parasimpatis), kontinensia sepenuhnya
dipengaruhi oleh n.pudendalis dan n.splanknikus pelvik (syaraf parasimpatis).
Sistem
syaraf autonomik intrinsik pada usus terdiri dari 3 pleksus :
1. Pleksus Auerbach : terletak diantara
lapisan otot sirkuler dan longitudinal
2. Pleksus Henle : terletak disepanjang
batas dalam otot sirkuler
3. Pleksus Meissner : terletak di sub-mukosa
Pada
penderita penyakit Hirschsprung, tidak dijumpai ganglion pada ke-3 pleksus
tersebut.
Saraf intrinsik berasal
dari saraf parasimpatis ganglion pleksus submukosa meisner dan ganglion
mienterikus auerbach, yang terletak diantara otot yang sirkuler dan
longitudinal. Pengaruh dari saraf intrinsik lebih dominan dibandingkan saraf
yang ekstrinsik. Pengaruh ini terutama untuk kontraksi dan relaksasi dari usus
yang teratur. Pada penyakit hircsprung tidak terdapat ganglion pleksus
submukosa meisner dan mienterikus, selain itu juga terjadi hipertrofi jaringan
saraf diantara otot yang longitudinal dan yang sirkuler yang menghambat
peristaltik kolon. Pada masa embrional, persarafan usus mulai dari neuroblas
daerah kranioservikal yang bermigrasi ke daerah kaudal sampai anus. Penyakit
hirschprung migrasi neuroblas, berhenti sebelum mencapai sfingter internus.
Secara embriologis sel-sel neuroenterik
bermigrasi dari krista neuralis menuju
saluran gastrointestinal bagian atas dan selanjutnya meneruskan kearah distal.
Pada minggu ke lima kehamilan sel-sel saraf tersebut akan mencapai esofagus, pada minggu ke tujuh mencapai mid-gut dan
akhirnya mencapai kolon pada minggu ke dua belas. Proses migrasi mula pertama
menuju ke dalam pleksus Auerbachi dan selanjutnya menuju kedalam pleksus
submukosa Meissneri. Apabila terjadi gangguan pada proses migrasi sel-sel krista neuralis ini maka akan
menyebabkan terjadinya segmen usus yang aganglionik dan terjadilah penyakit
Hirschsprung. (Fonkalsrud,1997).
B. DEFINISI
Hirschprung
atau Megakolon adalah penyakit tidak adanya sel-sel ganglion dalam rektum atau
bagian rektosigmoid colon. Akibat ketidakadaan ini menimbulkan keabnormalan
atau tidak adanya peristaltik serta tidak adanya evakuasi usus spontan (Betz,
Cecily & Sowden, 2000).
Penyakit
Hirschprung atau Megakolon adalah kelainan bawaan penyebab gangguan passase
usus tersering pada neonatus, dan kebanyakan terjadi pada bayi aterm dengan
berat lahir kurang dari 3 kg dan lebih banyak laki-laki dari pada perempuan
(Arief Mansjoer, 2000).
Penyakit hirschsprung adalah anomali
kongenital yang mengakibatkan obstruksi mekanik karena ketidak adekuatan
motilitas sebagian dari usus. (Donna L. Wong, 2003 : 507).
Penyakit hirschprung adalah suatu
kelainan tidak adanya sel ganglion parasimpatis pada usus, dapat dari kolon
sampai usus halus ( Ngastiyah,2005:219)`
Hirschprung merupakan keadaan tidak ada
atau sedikitnya saraf ganglion
parasimpatis pada rektum sehingga tidak ada peristaltic pada area yang terkena,
usus mengalami dilatasi serta menimbulkan distensi dan obstruksi abdomen.
(kelompok)
C. ETIOLOGI
1.
Faktor
genetik dan Down Syndrom
Dalam beberapa kasus, penyakit ini mungkin
warisan, bahkan jika orang tua tidak memiliki penyakit. Hirschsprung juga 10
kali lebih sering terjadi pada anak-anak dengan Down syndrome. Diduga terjadi
karena faktor genetik sering terjadi pada anak dengan Down Syndrom, kegagalan
sel neural pada masa embrio dalam dinding usus, kelainan kardiovaskuler dan
gagal eksistensi kranio kaudal pada myenterik dan sub mukosadinding plexus.
Pada penyakit hisprung tidak memiliki plexus myenteric sehingga bagianusus yang
bersangkutan tidak dapat mengembang. Dimana insiden keseluruhan 1 :
1500kelahiran hidup. Laki-laki lebih banyak dibandingkan perempuan (4: 1).
2.
Tidak
adanya sel-sel ganglion dalam rektum atau bagian rektosigmoid kolon
Penyakit ini disebabkan aganglionosis
Meissner dan Aurbach dalam lapisandinding usus, mulai dari spingter ani
internus ke arah proksimal, 70% terbatas di daerahrektosigmoid, 10% sampai
seluruh kolon dan sekitarnya 5% dapat mengenai seluruh usussampai pilorus.
3.
Kegagalan
sel neural pada masa embrio dalam dinding usus
Secara fungsional, karena bayi tumbuh
dalam kandungan, kumpulan sel saraf (ganglia) mulai terbentuk antara lapisan
otot di bagian usus besar yang panjang. Proses ini dimulai pada bagian atas dan
berakhir di usus besar bagian bawah. Pada anak-anak dengan penyakit Hirschsprung,
proses ini tidak selesai dan tidak ada ganglion di sepanjang seluruh panjang
dengan dua titik. Kadang-kadang sel-sel yang hilang hanya beberapa centimeter
dari usus besar. Mengapa hal ini terjadi tidak diketahui secara pasti. Hal ini
dapat dikaitkan dengan beberapa mutasi gen. Hal ini juga dikaitkan dengan
beberapa kelenjar endokrin neoplasia, sebuah sindrom yang menyebabkan
noncancerous Tumors di lendir membranes dan adrenal glands (terletak di atas
ginjal) dan kanker dari thyroid gland (terletak di bagian bawah leher).
4.
Ketidakmampuan
sfingter rektum berelaksasi
Hingga saat ini, belum ada suatu parameter atau
skala yang diterima universal untuk menilai fungsi anorektal ini. Fecal soiling
atau kecipirit merupakan parameter yang sering dipakai peneliti terdahulu untuk
menilai fungsi anorektal pasca operasi, meskipun secara teoritis hal tersebut
tidaklah sama. Kecipirit adalah suatu keadaan keluarnya feces lewat anus tanpa
dapat dikendalikan oleh penderita, keluarnya sedikit-sedikit dan sering
D. KLASIFIKASI
Klasifikasi penyakit Hisprung dibagi
menjadi dua kelompok besar, yaitu:
1. Tipe
kolon spastik, biasanya dipicu oleh makanan, menyebabkan konstipasi
berkala(konstipasi periodik) atau diare disertai nyeri. Kadang konstipasi silih
berganti dengan diare. Sering tampak lendir pada tinjanya. Nyeri bisa berupa
serangan nyeri tumpul atau kram, biasanya di perut sebelah bawah. Perut terasa
kembung, mual,sakit kepala, lemas, depresi, kecemasan dan sulit untuk
berkonsentrasi. Buang air besar sering meringankan gejala-gejalanya.
2. Tipe
yang kedua menyebabkan diare tanpa rasa nyeri dan konstipasi yang relatif tanpa
rasa nyeri. Diare mulai secara tiba-tiba dan tidak dapat ditahan. Yang khas adalah
diare timbul segera setelah makan. Beberapa penderita mengalami perut kembung dan konstipasi
dengan disertai sedikit nyeri.
Menurut letak segmen
aganglionik maka penyakit ini dibagi dalam :
· Megakolon
kongenital segmen pendek, bila segmen aganglionik meliputi rektum sampai
sigmoid (70-80%).
· Megakolon
kongenital segmen panjang, bila segmen aganglionik lebih tinggi dari sigmoid
(20%).
· Kolon
aganglionik total, bila segmen aganglionik mengenai seluruh kolon (5-10%).
· Kolon
aganglionik universal, bila segmen aganglionik meliputi seluruh usus sampai
pylorus (5%).
E. PATOFISIOLOGIS
Dimulai dari penyebab,
yaitu genetik dan lingkungan. Gen-gen dari orang tua yang menyebaabkan
kerusakan atau gangguan mutasi pembelahan sel, sehingga mempengaruhi persarafan
yang ada di sel tersebut. Faktor lingkungan yang bisa menjadi penyebab seperti
paparan radiasi yang menyebabkan gangguan pertumbuhan dan perkembangan janin
dari faktor penyebab tersebut menimbulkan bayi yang baru lahir tidak mempunyai
sel ganglion pada submukosa kolon. Baik megakolon konginetal segmen pendek,
megakolon konginetal segmen panjang, kolon aganglionik total dan kolon
aganglionik universal.
Dari tidak
adanya sel ganglion pada submukosa kolon akan menyebabkan kerusakan rangsangan
saraf parasimpati,s sehingga gerakan peristaltik terganggu dan sfinkter rektum
tidak bisa berelaksasi. Maka usus akan menjadi spasme dan evakuasi usus
terganggu. Terjadi akumulasi mekonium
pada usus besar sehingga terjadi distensi abdomen dan menimbulkan diagnosa
gangguan rasa nyaman nyeri dan gangguan pola BAB. Dari distensi abdomen
tersebuit menyebabkan mual sama muntah bercampur cairan empedu akibat arus
balik karena adanya obstruksi pada kolon. Mual dan muntah menyebabkan anoreksia
sehingga timbul 2 diagnosa nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh dan volume
cairan tubuh menurun.
Akibat terjadinya obstruksi pada kolon
menyebbkan konstipasi pada kolon sehingga menimbulkan pembengkakan kolon.
Akhirnya terjadilah perubahan status kesehatan pada anak. Timbullah 2 diagnosa
kurang pengetahuan dan koping keluarga tidak efektif. Ketika terjadi
pembengkakan kolon dan dilakukan pemeriksaan diagnostik ditemukan hisprung,
maka pembedahan adalah salah satu penatalaksanaannya. Akan menimbulkan diagnosa
cemas, risiko tinggi injury, dan risiko tinggi infeksi.
F. MANIFESTASI KLINIS
1)
Periode Neonatal
· Pengeluaran
mekonium yang terlambat (lebih dari 24-28 jam pertama)
· Muntah
hijau dan distensi abdomen.
· Gejalanya
berupa diarrhea
· Distensi
abdomen
· Feces
berbau busuk dan disertai demam
2)
Anak
· Pada
anak yang lebih besar, gejala klinis yang menonjol adalah konstipasi kronis
· Gizi
buruk (failure to thrive)
· Dapat
pula terlihat gerakan peristaltic usus di dinding abdomen
· Jika
dilakukan pemeriksaan colok dubur, maka feces biasanya keluar menyemprot,
konsistensi semi-liquid dan berbau tidak sedap
· Penderita
biasanya buang air besar tidak teratur, sekali dalam beberapa hari dan biasanya
sulit untuk defekasi.
G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1.
Pemeriksaan colok anus
Pada pemeriksaan ini jari akan merasakan
jepitan dan pada waktu jari dilepaskan tinja akan menyemprot. Pemeriksaan ini
untuk mengetahui juga bau dari tinja karena kotoran yang yang menumpuk dan
menyumbat pada usus di bagian bawah terlalu lama akan terjadi pembusukan.
2. Radiologi
(barium enema/foto roentgen)
Yaitu
dengan memasukkan suatu cairan zat radioaktif melaui anus, sehingga nantinya
dapat terlihat jelas saat difoto roentgen, sampai sejauh manakah usus besar
yang terjadi pembesaran.
Pemeriksaan
yang merupakan standard dalam menegakkan diagnosa Hirschsprung adalah barium
enema, dimana akan dijumpai 3 tanda khas:
·
Tampak daerah
penyempitan di bagian rektum ke proksimal yang panjangnya bervariasi;
·
Terdapat daerah
transisi, terlihat di proksimal daerah penyempitan ke arah daerah dilatasi;
·
Terdapat daerah
pelebaran lumen di proksimal daerah transisi (Kartono,1993).
3.
Biopsi
Biopsi rektum untuk melihat ganglion
pleksus submukosa meisner, apakah terdapat ganglion atau tidak. Pada penyakit
hirschprung ganglion ini tidak ditemukan.
4.
Laboratorium darah
Tidak ditemukan adanya sesuatu yang khas
kecuali jika terjadi komplikasi, misal: enterokolitis atau sepsis
5.
Manometri
Anorektal
Pemeriksaan manometri
anorektal adalah suatu pemeriksaan objektif mempelajari fungsi fisiologi
defekasi pada penyakit yang melibatkan spinkter anorektal. Dalam prakteknya,
manometri anorektal dilaksanakan apabila hasil pemeriksaan klinis, radiologis
dan histologis meragukan. Pada dasarnya, alat ini memiliki 2 komponen dasar :
transduser yang sensitif terhadap tekanan seperti balon mikro dan kateter
mikro, serta sisitem pencatat seperti poligraph atau komputer (Shafik,2000;
Wexner,2000; Neto dkk,2000).
Beberapa hasil manometri anorektal yang spesifik bagi penyakit Hirschsprung adalah :
Beberapa hasil manometri anorektal yang spesifik bagi penyakit Hirschsprung adalah :
1.
Hiperaktivitas
pada segmen yang dilatasi;
2.
Tidak
dijumpai kontraksi peristaltik yang terkoordinasi pada segmen usus aganglionik;
3.
Sampling
reflex tidak berkembang. Tidak dijumpai relaksasi spinkter interna setelah
distensi rektum akibat desakan feces. Tidak dijumpai relaksasi spontan
(Kartono,1993; Tamate,1994; Neto,2000).
H. PENATALAKSANAAN
a. Medis
1. Konservatif. Pada
neonatus dilakukan pemasangan sonde lambung serta pipa rektal untuk
mengeluarkan mekonium dan udara
2. Tindakan bedah
sementara. Kolostomi pada neonatus, terlambat diagnosis, enterokolitis berat dan keadaan umum buruk.
3. Tindakan bedah
defenitif. Mereseksi bagian usus yang aganglionosis dan membuat anastomosis.
b. Pembedahan: Pembedahan dilakukan dalam 2
(dua) tahap mula-mula dilakukan kolostomi loop atau double-barrel sehingga
tomus dan ukuran usus yang dilatasi dan hipertropi dapat kembali normal.
(memerlukan waktu kira-kira 3-4 bulan). Pada umur bayi diantara 6-12 bulan
(mulai beratnya antara 9 s/d 10 Kg), satu dari tiga prosedur berikut dengan
cara memotong usus aganglionik dan mengantomosiskan usus yang berganglion ke
rectum dengan jarak 1 inci dari anus.
·
Prosedur
Duhamel umumnya dilakukan terhadap bayi
yang berusia 1 tahun. Prosedur ini terdiri atas penarikan kolon normalkearah
bawah dan menganastomosiskannya dibelakang usus agaanglionik, menciptakan
dinding ganda yang terdiri dari selubung aganlionik dan bagian posterior kolon
normal yang ditarik tersebut.
·
Prosedur
Swenson, bagian kolon yang aganglionik itu
dibuang, kemudian dilakukan anastomosis end to end pada kolon berganglion
dengan saluran anal yang dilatasi. Sfingter dilakukan pada bagian posterior.
·
Prosedur
Soave dilakukan pada anak-anak yang lebih
besar dan merupakan prosedur yang paling banyak dilakukan untuk mengobati
penyakit Hisprung. Dinding otot dari segmen rektumdibiarkan tetap utuh, kolon
yang bersaraf normal ditarik sampai ke anus, tempat dilakukannya anastomosis
antara kolon normal dan jaringan otot rekto sigmonial yang tersisa.
c.
Perawatan
Perhatikan perawatan tergantung pada
umur anak dan tipe pelaksanaannya bila ketidakmampuan terdiagnosa selama
periode neonatal, perhatikan utama antara lain :
·
Membantu
orang tua untuk mengetahui adanya kelainan kongenital pada anak secara dini
·
Membantu
perkembangan ikatan antara orang tua dan anak
·
Mempersiapkan
orang tua akan adanya intervensi medis ( pembedahan )
·
Mendampingi
orang tua pada perawatan colostomy setelah rencana pulang ( FKUI, 2000 : 1135 )
I. KOMPLIKASI
1.
Kebocoran Anastomose (penggabungan dua ujung
usus yang sehat setelah usus yang sakit usus dipotong oleh dokter bedah)
Kebocoran anastomose pasca operasi dapat
disebabkan oleh ketegangan yang berlebihan pada garis anastomose, vaskularisasi
(pembentukan pembuluh abnormal atau berlebihan) yang
tidak adekuat pada kedua tepi sayatan ujung usus, infeksi dan abses sekitar
anastomose serta trauma colok dubur atau businasi pasca operasi yang dikerjakan
terlalu dini dan tidak hati-hati.
Manifestasi klinis yang terjadi akibat
kebocoran anastomose ini beragam. Kebocoran anastomosis ringan menimbulkan
gejala peningkatan suhu tubuh, terdapat infiltrat atau abses rongga pelvik,
kebocoran berat dapat terjadi demam tinggi, pelvioperitonitis atau peritonitis
umum , sepsis dan kematian. Apabila dijumpai tanda-tanda dini kebocoran, segera
dibuat kolostomi di segmen proksimal.
2.
Stenosis
(penyempitan)
Stenosis yang terjadi pasca operasi dapat
disebabkan oleh gangguan penyembuhan luka di daerah anastomose, infeksi yang
menyebabkan terbentuknya jaringan fibrosis, serta prosedur bedah yang
dipergunakan. Stenosis sirkuler biasanya disebabkan komplikasi prosedur Swenson
atau Rehbein, stenosis posterior berbentuk oval akibat prosedur Duhamel sedangkan
bila stenosis memanjang biasanya akibat prosedur Soave.
Manifestasi yang terjadi dapat berupa gangguan
defekasi yaitu kecipirit, distensi abdomen, enterokolitis hingga fistula
perianal. Tindakan yang dapat dilakukan bervariasi, tergantung penyebab
stenosis, mulai dari businasi hingga sfinkterektomi posterior.
3.
Enterokolitis
(suatu
keadaan dimana lapisan dalam usus mengalami cedera dan meradang)
Enterokolitis terjadi karena proses peradangan
mukosa kolon dan usus halus. Semakin berkembang penyakit hirschprung maka lumen
usus halus makin dipenuhi eksudat fibrin yang dapat meningkatkan resiko
perforasi (perlubangan saluran cerna) . Proses ini dapat terjadi pada usus yang
aganglionik maupun ganglionik. Enterokolitis terjadi pada 10-30% pasien
penyakit Hirschprung terutama jika segmen usus yang terkena panjang.
Tindakan yang dapat dilakukan pada penderita
dengan tanda-tanda enterokolitis adalah :
a.
Segera melakukan resusitasi cairan dan
elektrolit.
b.
Pemasangan pipa rektal untuk
dekompresi.
c.
Melakukan wash out dengan
cairan fisiologis 2-3 kali perhari.
d.
Pemberian antibiotika yang
tepat.
Enterokolitis dapat terjadi pada semua prosedur
tetapi lebih kecil pada pasien dengan endorektal pullthrough. Enterokolitis
merupakan penyebab kecacatan dan kematian pada megakolon kongenital, mekanisme
timbulnya enterokolitis menurut Swenson adalah karena obtruksi parsial.
Obtruksi usus pasca bedah disebabkan oleh stenosis anastomosis, sfingter ani
dan kolon aganlionik yang tersisa masih spastik. Manifestasi klinis
enterokolitis berupa distensi abdomen diikuti tanda obtruksi seperti muntah
hijau atau fekal dan feses keluar eksplosif cair dan berbau busuk.
Enetrokolitis nekrotikan merupakan komplikasi paling parah dapat terjadi
nekrosis, infeksi dan perforasi. Hal yang sulit pada megakolon kongenital
adalah terdapatnya gangguan defekasi pasca pullthrough, kadang ahli bedah
dihadapkan pada konstipasi persisten dan enterokolitis berulang pasca bedah
4.
Gangguan
Fungsi Sfinkter
Hingga saat ini, belum ada suatu parameter atau skala yang
diterima universal untuk menilai fungsi anorektal ini. Fecal soiling atau
kecipirit merupakan parameter yang sering dipakai peneliti terdahulu untuk
menilai fungsi anorektal pasca operasi, meskipun secara teoritis hal tersebut
tidaklah sama. Kecipirit adalah suatu keadaan keluarnya feces lewat anus tanpa
dapat dikendalikan oleh penderita, keluarnya sedikit-sedikit dan sering.
J. JURNAL
PENILAIAN FUNGSI ANOREKTAL PADA
PENDERITA PENYAKIT HIRSPHRUNG’S PASCA TINDAKAN BEDAH DEFINITIF
ABSTRACT
Background: There
are some methods of definitive surgery for Hirschsprung’s disease.
Complications of all surgery procedures of are almost the same, but each
procedure has its special benefits. Objectives: To observe the anorectal
function of Hisphrungs patients which have had definitive treatment at the
Wahidin Sudirohusodo Hospital, Makassar. Method: All patients were
observed by using Heikkinen score’s for anorectal function during, soon after
and 6 months after definitive surgery due to hirsprung disease. Results:
From 28 cases we found 10 cases (35.7 %) that were normal:, 5 normal cases
(41.7%) PSRHD. There were no cases of incontinance from patients with
enterocolitis complications or loss of bodyweight after definitive treatment
from the 28 patients. Conclusion: Definitive surgical treatment improved
anorectal function.
Keywords: hirschsprung,
anorectal, surgery
PENILAIAN FUNGSI ANOREKTAL PADA
PENDERITA PENYAKIT HIRSPHRUNG’S PASCA TINDAKAN BEDAH DEFINITIF
Latar belakang:
Terdapat beberapa metoda penatalaksanaan bedah definitif untuk kelainan
Hirschsprung yang meskipun masing masing mempunyai keunggulan namun memberikan
komplikasi yang hampir sama. Tujuan: Melakukan penilaian fungsi
anorektal pada penderita Hirschsprung yang ditindaki dengan bedah definitif. Metode:
Fungsi anorektal dinilai dengan skor Heikkinen segera dan setelah enam bulan
pembedahan. Hasil: Dari 28 kasus yang diteliti diperoleh data skor
tertinggi (normal) sebanyak 10 kasus ( 35,7%) dan 5 kasus (41,7%) normal pada
tindakan PSRHD .
Tidak ditemukan adanya
inkontinensia, penurunan berat badan dan komplikasi pada semua kasus
Kontinensia ditemukan bervariasi berdasarkan panjang kolon yang direseksi. Simpulan:
Tindakan bedah definitif memberikan perbaikan terhadap fungsi
anorektal.
Kata kunci: hirschsprung,
anorektal, bedah
BAB
III
ASUHAN
KEPERAWATAN PADA PASIEN HISPRUNG
A. PENGKAJIAN
1.
BIODATA KLIEN
Data
bayi
Nama
: By. Reza
Jenis kelamin : Laki-laki
Tanggal Lahir : 18 april 2013
Tanggal MRS : 20 april 2013
BB/PB
: 2500g/ 45cm
Dx
medis : hirsprung
Pengkajian
: 20 april 2013
Data
Ibu
Nama
: Ny. Magdalena Mariety
Pekerjaan
: Ibu Rumah Tangga
Pendidikan
: SLTA
Alamat
: Jalan tak berujung no 10 blok A kecamatan asmara
kelurahan damaisentosa
Data Ayah
Nama ayah
: Tn. Maksel
Pekerjaann :
Direktur Utama PT PAL
Pendidikan
: S2
2.
RIWAYAT KEPERAWATAN.
a. Keluhan
utama.
Tidak bisa BAB sejak lahir, tidak mau minum susu, perut membesar dan muntah berwarna hijau.
Tidak bisa BAB sejak lahir, tidak mau minum susu, perut membesar dan muntah berwarna hijau.
b. Riwayat
penyakit sekarang.
Kembung, pasien muntah setelah minum susu, muntah sejak 1 hari yang lalu
Kembung, pasien muntah setelah minum susu, muntah sejak 1 hari yang lalu
c.
Riwayat penyakit
dahulu.
Lahir spontan ditolong dukun beranak
Lahir spontan ditolong dukun beranak
d.
Riwayat kesehatan
keluarga.
Tidak ada saudara yang sakit seperti ananknya
Tidak ada saudara yang sakit seperti ananknya
3.
PEMERIKSAAN FISIK
a. Sistem
Integumen
Kebersihan
kulit mulai dari kepala maupun tubuh, pada palpasi dapat dilihat capilary
refil, warna kulit, edema kulit.
b.
Sistem Respirasi
Kaji apakah ada kesulitan bernapas,
frekuensi pernapasan
c.
Sistem Kardiovaskuler
Kaji adanya kelainan bunyi jantung
(mur-mur, gallop), irama denyut nadi apikal, frekuensi denyut nadi / apikal.
d. Sistem Pengelihatan
Kaji adanya konjungtivitis, rinitis
pada mata
e. Sistem Gastrointestinal
Kaji pada bagian abdomen palpasi
adanya nyeri, auskultasi bising usus, adanya kembung pada abdomen, adanya
distensi abdomen, muntah (frekuensi dan karakteristik muntah) adanya keram,
tendernes.
4. PEMERIKSAAN FISIK UMUM
Berat
badan saat lahir : 2500
gr (normal : 2500 gr – 3500 gr)
Berat badan sekarang :
2300 gr
Panjang badan : 45 cm (normal : 40,5 – 50,5 cm)
Nadi : 145 x/menit (normal
dewasa: 60-100 x/menit, normal bayi:
140 x/menit)
Frekuensi nafas : 42
x/menit (normal dewasa: 12-24 x/menit, normal bayi: 30-40 x/menit
Suhu
tubuh : 38
oC (normal: 36-37,5o C)
ASUHAN KEPERAWATAN
1.
DATA FOKUS
Data subjektif
|
Data objektif
|
·
Ibu Reza
mengatakan melahirkan dengan bantuan dukun beranak
·
Ibu reza
mengatakan anaknya belum BAB sejak lahir (2 hari yang lalu)
·
Ibu reza
mengatakan anaknya muntah berwarna hijau
Data Tambahan :
·
Ibu reza
mengatakan anaknya menangis terus
·
Ibu Reza
mengatakan perut anaknya terlihat besar
·
Ibu reza
mengatakan anaknya tidak bisa tidur dengan nyenyak
·
Ibu reza
mengatakan anaknya selalu memuntahkan ASI yang diberikan
·
Ibu reza
mengatakan bb anaknya saat lahir 2500 gr kini menjadi 2300 gr
·
Ibu reza
mengatakan Panjang badan anaknya saat lahir 45cm
·
Ibu Reza
mengatakan merasa suhu badan anaknya mengalami peningkatan
·
Ibu Reza
mengatakan bingung harus berbuat apa untuk anaknya
·
Ibu Reza
mengatakan belum pernah mengetahui tentang penyakit yang diderita anaknya.
·
Ibu Reza juga mengatakan
belum pernah di keluarganya mempunya penyakit seperti ini
|
·
Hasil
Foto rontgen menunjukkan gambaran obstruksi usus rendah dan usus melebar
Data tambahan:
·
IMT saat lahir
BBL(gr) + (usia dlm bulan x 500 gr)
2500 + ( 0.07 bulan x 500 gr ) = 2535 gr
·
IMT 2
hari setelah lahir
2300 + ( 0.07 bulan x 500 gr ) = 2335 gr
·
By Reza
terlihat selalu memuntahkan ASI maupun susu formula yang diberikan
·
By reza
terlihat muntah berwarna hijau
·
Lingkar
perut an reza membesar, 36 cm (normal 30-33 cm)
·
Bising
usus : 2 x/mnt (normal pada bayi : 6 x/mnt)
·
By Reza
mengalami distensi abdomen
·
By Reza
terlihat lemas
·
Bibir By
reza terlihat kering
·
By reza
terlihat menangis terus menerus
·
Hasil Lab
:
Glukosa
: 80 mg/dl ( 70 -110)
Albumin : 4,1
g/dl ( 3,8 -5,4)
K :
3,87 mmol/L ( 3,6 - 5,5)
Na : 137,8 mmol/L (13 -155 )
Ca :
10 mg/dl (8,1 - 10,4)
·
Vital
signs:
Nadi : 145 x/menit (normal
dewasa: 60-100 x/menit, normal bayi: 140 x/menit)
Frekuensi
nafas :
42 x/menit (normal
dewasa: 12-24 x/menit, normal bayi: 30-40 x/menit
Suhu
tubuh :
38 oC (normal: 36-37,5o C)
·
Ibu klien tampak
bingung dan cemas melihat kondisi kesehatan anaknya
·
Ibu klien terus bertanya- tanya
tentang penyakit anaknya
·
Ibu klien
tampak gelisah
|
2. ANALISA
DATA
Data
Fokus
|
Problem
|
Etiologi
|
DS :
·
Ibu reza
mengatakan anaknya muntah berwarna hijau
·
Ibu reza
mengatakan anaknya selalu memuntahkan ASI yang diberikan
·
Ibu Reza
mengatakan merasa suhu badan anaknya mengalami peningkatan
DO :
·
By Reza
terlihat selalu memuntahkan ASI maupun susu formula yang diberikan
·
By reza
terlihat menangis terus menerus
·
By reza
terlihat muntah berwarna hijau
·
By Reza
terlihat lemas
·
Bibir By
reza terlihat kering
·
Vital
signs:
Nadi : 145 x/menit (normal
dewasa: 60-100 x/menit, normal bayi: 140 x/menit)
Frekuensi
nafas :
42 x/menit (normal
dewasa: 12-24 x/menit, normal bayi: 30-40 x/menit
Suhu
tubuh :
38 oC (normal: 36-37,5o C)
|
Kekurangan
volume cairan tubuh
|
Muntah,
pemasukan cairan terbatas, penurunan penyerapan di usus
|
DS :
·
Ibu reza
mengatakan anaknya belum BAB sejak lahir (2 hari yang lalu)
·
Ibu Reza
mengatakan perut anaknya terlihat besar
DO:
·
Anak reza
tampak lemah
·
Hasil
Foto rontgen menunjukkan gambaran obstruksi usus rendah dan usus melebar
·
An reza
terlihat menangis terus menerus
·
Lingkar
perut By reza membesar,36 cm ( normal 30-33 cm)
·
Bising
usus : 2 x/mnt (normal 6x/mnt)
·
By reza
mengalami distensi abdomen
·
Vital
signs:
Nadi : 145 x/menit (normal
dewasa: 60-100 x/menit, normal bayi: 140 x/menit)
Frekuensi
nafas :
42 x/menit (normal
dewasa: 12-24 x/menit, normal bayi: 30-40 x/menit
Suhu
tubuh :
38 oC (normal: 36-37,5o C)
|
Gangguan
eliminasi BAB : konstipasi/obstipasi
|
spastis
usus dan tidak adanya daya dorong.
|
DS:
·
Ibu reza
mengatakan anaknya muntah berwarna hijau
·
Ibu reza
mengatakan anaknya selalu memuntahkan ASI yang diberikan
·
Ibu reza
mengatakan bb anaknya saat lahir 2500 gr kini menjadi 2300 gr
·
Ibu reza
mengatakan Panjang badan anaknya saat lahir 45cm
DO:
·
IMT saat lahir
BBL(gr) + (usia dlm bulan x 500 gr)
2500 + ( 0.07 bulan x 500 gr ) = 2535 gr
·
IMT 2
hari setelah lahir
2300 + ( 0.07 bulan x 500 gr ) = 2335 gr
·
By Reza
terlihat selalu memuntahkan ASI maupun susu formula yang diberikan
·
By reza
terlihat muntah berwarna hijau
·
By reza
terlihat menangis terus menerus
Nadi : 145 x/menit (normal
dewasa: 60-100 x/menit, normal bayi: 140 x/menit)
Frekuensi
nafas :
42 x/menit (normal
dewasa: 12-24 x/menit, normal bayi: 30-40 x/menit
Suhu
tubuh :
38 oC (normal: 36-37,5o C)
|
Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
|
Intake yang tidak adekuat
|
DS :
·
Ibu reza
mengatakan anaknya belum BAB sejak lahir (2 hari yang lalu)
·
Ibu reza
mengatakan anaknya menangis terus
·
Ibu Reza
mengatakan perut anaknya terlihat besar
·
Ibu reza
mengatakan anaknya tidak bisa tidur dengan nyenyak
DO :
·
Lingkar
perut by reza membesar, 36 cm ( normal 30-33 cm)
·
Bising
usus : 2 x/mnt (normal : 6 x/mnt)
·
By reza
mengalami distensi abdomen
·
By Reza
terlihat lemas
·
By reza
terlihat menangis terus menerus
Nadi : 145 x/menit (normal
dewasa: 60-100 x/menit, normal bayi: 140 x/menit)
Frekuensi
nafas :
42 x/menit (normal
dewasa: 12-24 x/menit, normal bayi: 30-40 x/menit
Suhu
tubuh :
38 oC (normal: 36-37,5o C)
|
Gangguan rasa nyaman
|
adanya
distensi abdomen
|
DS:
·
Ibu Reza
mengatakan bingung harus berbuat apa untuk anaknya
·
Ibu Reza
mengatakan belum pernah mengetahui tentang penyakit yang diderita anaknya.
·
Ibu Reza juga mengatakan
belum pernah di keluarganya mempunya penyakit seperti ini
DO:
·
Ibu klien tampak bingung
dan cemas melihat kondisi kesehatan anaknya
·
Ibu klien terus bertanya- tanya
tentang penyakit anaknya
·
Ibu klien
tampak gelisah
|
Kurang
pengetahuan
|
Kurangnya
informasi tentang proses penyakit
|
3. DIAGNOSA
KEPERAWATAN
a.
Kekurangan volume
cairan tubuh b.d Muntah, pemasukan cairan terbatas, penurunan penyerapan di usus
b.
Gangguan eliminasi BAB : konstipasi/obstipasi b.d spastis usus dan tidak adanya daya
dorong
c.
Gangguan pemenuhan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d Intake yang tidak adekuat
d.
Gangguan rasa nyaman
b.d adanya distensi abdomen
e.
Kurang pengetahuan b.d Kurangnya informasi
tentang proses penyakit
4. INTERVENSI
No
|
Diagnosa
|
Tujuan
dan Kriteria hasil
|
Intervensi
|
1.
|
Kekurangan
volume cairan tubuh b.d Muntah, pemasukan cairan terbatas
|
Tujuan
:
Setelah
dilakukan tindakan keperawatan 3 x 24 jam resiko kekurangan cairan dapat
diatasi
NOC
:
Fluid
balaKriteria Hasil :
1. Keseimbangan
intake dan out put 24 jam
2. Berat
badan stabil
3. Mata
tidak cekung
4. Membran
mukosa lembab
5. Kelembaban
kulit normal
|
NIC :
1. Pertahankan
catatan intake dan output yang akurat
R/ memberikan
pedoman untuk penggantian cairan
2. Monitor
status hidrasi ( kelembaban membran mukosa, nadi adekuat, tekanan darah
ortostatik ), jika diperlukan
R/Menunjukkan
status volume sirkulasi, terjadinya/perbaikan perpindahan cairan, dan respon
terhadap terapi. Keseimbangan positif/peningkatan berat badan sering
menunjukkan retensi cairan lanjut.
3. Monitor
hasil lab yang sesuai dengan retensi cairan (BUN , Hmt , osmolalitas urin,
albumin, total protein )
R/
Penurunan albuminserum mempengaruhi tekanan osmotik koloid plasma,
mengakibatkan pembentukan edema. Penurunan aliran darah ginjal menyertai
peningkatan ADH dan kadar aldosteron dan penggunaan deuretik (untuk
menurunkan air total tubuh) dapat menyebabkan berbagai perpindahan/ketidakseimbangan
elektrolit
4. Monitor
vital sign setiap 15menit – 1 jam
R/
mengetahui keadaan umum pasien
5. Kolaborasi
pemberian cairan IV
R/
membantu pemasukan cairan lewat intra vena
6. Berikan
cairan oral
R/
menurunkan rasa haus pada pasien
7. Berikan
prosedur nasogastrik jika diperlukan
R/
memungkinkan dukungan nutrisi melalui saluran GI, mengevakuasi isi lambung
dan dapat menghilangkan mual
8. Atur
kemungkinan tranfusi
R/
kemungkinan albumin rendah yang mengakibatkan penumpukan cairan berlebih, dsb
9. Pasang
kateter jika perlu
R/ untuk
membantu pengukuran output dari pasien
|
2.
|
Gangguan
eliminasi BAB : obstipasi b.d spastis usus dan tidak adanya daya dorong
|
Tujuan
:
Setelah
dilakukan tindakan keperawatan 2 x 24 jam konstipasi berangsur teratasi
NOC
:
Bowel
Elimination
Kriteria
Hasil :
1. Pola
eliminasi dalam batas normal
2. Warna
feses dalam batas normal
3. Bau
feses tidak menyengat
4. Konstipasi
tidak terjadi
5. Ada
peningkatan pola eliminasi yang lebih baik
|
Bowel
Irigation (pembersihan Colon)
1. Pilih
pemberian enema (prosedur
pemasukan cairan kedalam kolon melalui anus)
yang tepat
R/
merangsanng peristaltic kolon agar dapat defekasi.
2. Jelaskan
prosedur pada pasien dan keluarga
R/
menciptakan lingkungan saling percaya dan mengurangi rasa khawatir
3. Monitor
efek samping dari tindakan pengobatan
R/
memonitor untuk memastikan tidak adanya komplikasi lanjutan
4. Catat
perkembangan baik maupun
buruk
R/
memastikan tidak adanya komplikasi lanjutan
5. Observasi
tanda vital dan bising usus setiap 2 jam sekali
R/
mengetahui keadaan umum pasien sebelum dan sesudah dilakukan prosedur
6. Observasi
pengeluaran feces per rektal – bentuk, konsistensi, jumlah
R/
memastikan tidak adanya komplikasi dan untuk menetapkan intervensi lanjutan
7. Konsultasikan
dengan dokter rencana pembedahan
R/ jika
terjadi komplikasi, dapat segera di tangani dengan pembedahan
|
3.
|
Gangguan
pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d Intake yang tidak adekuat
|
Tujuan
:
Setelah
dilakukan tindakan keperawatan 3 x 24 jam, diharapkan :
NOC
:
Status
Nutrisi
Kriteria
Hasil :
1. Berat
badan pasien sesuai umur
2. Stamina
3. Tenaga
4. Kekuatan
menggenggam
5. Penyembuhan
jaringan
6. Daya
tahan tubuh
7. Konjungtiva
tidak anemis
8. Pertumbuhan
|
Management
Nutrisi
1. Kaji
riwayat jumlah makanan/ masukan nutrisi
yang biasa dimakan dan kebiasaan makan
R/ member
informasi tentang kebutuhan pemasukan/ difisiensi
2. Timbang
berat badan. Bandingkan perubahan
status cairan, riwayat berat badan, ukuran kulit trisep
R/
sebagai indicator langsung dalam mengkaji perubahan status nutrisi
3. Anjurkan
ibu untuk tetap memberikan asi rutin
R/ untuk
mempertahankan masukan nutrisi pada pasien
4. Kolaborasikan
dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan
R/ untuk
menambah masukan nutrisi yang baik bagi klien
Monitoring
Nutrisi
1. Monitor
turgor kulit
R/
mengkaji pasokan nutrisi adekuat
2. Monitor
mual dan muntah
R/
mengkaji adanya pengeluaran output berlebih
3. Monitor
intake nutrisi
R/
mengkaji pemasokan nutrisi yang adekuat
4. Monitor
pertumbuhan dan perkembangan anak
R/
observasi adanya penurunan perkembangan anak karena pasokan nutrisi tak
adekuat atau pengeluaran output yang berlebih
|
4.
|
Gangguan rasa
nyaman b.d adanya distensi abdomen
|
Setelah
dilakukan tindakan keperawatan 3 x 24 jam, diharapkan :
Tujuan : Kebutuhan rasa nyaman terpenuhi dengan
kriteria tenang, tidak menangis, tidak mengalami gangguan pola tidur.
|
NIC :
1.
Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi,
karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi
R/ mengobservasi untuk membantu menemukan intervensi
lanjutan yang tepat
2.
Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
R/ memantau untuk menemukan intervensi lanjutan yang
tepat
3.
Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan dukungan
R/ partisipasi dalam intervensi dapat membangun rasa
percaya keluarga pasien dengan tim medis, mengurangi rasa cemas keluarga pasien dan membantu
keluarga mengerti dengan keadaan pasien
4.
Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan,
pencahayaan dan kebisingan
R/ menurunkan rangsangan stress pada rasa nyeri
5.
Kaji tipe dan sumber nyeri
R/ untuk menentukan intervensi yang tepat
6.
Tingkatkan istirahat
R/ menurunkan rangsangan stress pada rasa nyeri
7.
Berikan informasi tentang nyeri seperti penyebab nyeri kepada keluarga pasien, berapa lama nyeri akan berkurang dan antisipasi
ketidaknyamanan dari prosedur
R/ mengurangi rasa cemas keluarga pasien dan membantu
keluarga mengerti dengan keadaan pasien
8. Monitor vital sign
R/ mengetahui keadaan umum pasien
|
5.
|
Kurang
pengetahuan b.d Kurangnya informasi tentang proses penyakit
|
Setelah
dilakukan tindakan keperawatan 1 x 24 jam, diharapkan:
Tujuan:
Ansietas (ibu) berkurang dalam 24 jam
NOC:
· Kowlwdge
: disease process
· Kowledge
: health Behavior
kriteria
hasil:
1. Pasien
dan keluarga menyatakan pemahaman tentang penyakit, kondisi, prognosis dan
program pengobatan
2. Pasien
dan keluarga mampu melaksanakan prosedur yang dijelaskan secara benar
3. Pasien
dan keluarga mampu menjelaskan kembali apa yang dijelaskan perawat/tim
kesehatan lainnya
|
NIC
:
1. Kaji
tingkat pengetahuan pasien dan keluarga
R/
mengetauhi sejauh mana keluarga pasien mengetahui penyakit yang diderita
pasien
2. Jelaskan
patofisiologi dari penyakit dan bagaimana hal ini berhubungan dengan anatomi
dan fisiologi, dengan cara yang tepat dan mudah di mengerti.
R/
memudahkan keluarga mengerti dengan keadaan dan kondisi klien
3. Gambarkan
tanda dan gejala yang biasa muncul pada penyakit, dengan cara yang tepat
R/
mengurangi rasa cemas keluarga pasien dan membantu keluarga mengerti dengan
keadaan pasien
4. Identifikasi
kemungkinan penyebab, dengan cara yang tepat
R/
mengurangi rasa cemas keluarga pasien dan membantu keluarga mengerti dengan
keadaan pasien
5. Sediakan
bagi keluarga informasi tentang kemajuan pasien dengan cara yang tepat
R/
mengurangi rasa cemas keluarga pasien dan membantu keluarga mengerti dengan
keadaan pasien
6. Diskusikan
pilihan terapi atau penanganan
R/
partisipasi dalam pengambilan keputusan dapat meningkatkan rasa saling
percaya antara keluarga pasien dan tim medis
7. Dukung
keluarga pasien untuk
mengeksplorasi atau mendapatkan second opinion dengan cara yang tepat atau
diindikasikan
R/
partisipasi dalam pengambilan keputusan dapat meningkatkan rasa saling
percaya antara keluarga pasien dan tim medis
|
BAB
IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Penyakit hisprung
merupakan penyakit yang sering menimbulkan masalah. Baik masalah fisik,
psikologis maupun psikososial. Masalah pertumbuhan dan perkembangan anak dengan
penyakit hisprung yaitu terletak pada kebiasaan buang air besar. Orang tua yang
mengusahakan agar anaknya bisa buang air besar dengan cara yang awam akan
menimbulkan masalah baru bagi bayi/anak. Penatalaksanaan yang benar mengenai
penyakit hisprung harus difahami dengan benar oleh seluruh pihak. Baik tenaga
medis maupun keluarga. Untuk tecapainya tujuan yang diharapkan perlu terjalin
hubungan kerja sama yang baik antara pasien, keluarga, dokter, perawat maupun
tenaga medis lainnya dalam mengantisipasi kemungkinan yang terjadi.
B. SARAN
Kami
berharap setiap mahasiswa mampu memahami dan mengetahui tentang penyakit hsaprung.
Walaupun dalam makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan.
DAFTAR PUSTAKA
Darmawan K ( 2004 ). Penyakit Hirschsprung. Jakarta : sagung Seto.
Dermawan, Deden dkk, 2010,
Keperawatan Medikal Bedah Sistem
Pencernaan, Yogyakarta: Goysen Publishing
Doenges, Marilyn. E, 2000, Rencana
Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan
Pasien, edisi 3, Jakarta, EGC
Haryono, Rudi, 2012, Keperawatan Medikal Bedah Sistem
Pencernaan, Yogyakarta: Goysen Publishing
Nelson, W. ( 2000 ). Ilmu Kesehatan Anak. Alih Bahasa A
Samik Wahab. Jakarta : EGC
Wong, Donna L. 2003.
Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik.Sri Kurnianingsih (Fd), Monica Ester (Alih
bahasa) edisi – 4 .Jakarta : EGC.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar