Sabtu, 19 Oktober 2013

Diabetes insipidus



1.      Pengertian
Diabetes insipidus adalah keadaan hiperglikemia kronik disertai berbagai kelainan metabolic akibat gangguan hormonal, yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf, dan pembuluh darah, disertai lesi pada membrane basalis dalam pemeriksaan dengan mikroskopis. (Kapita Selekta Kedoteran : 2000)
Diabetes insipidus adalah suatu penyakit dengan simtoma poliuria dan polidipsia. Jenis Diabetes insipidus yang paling sering dijumpai adalah Diabetes insipidus sentral, yang disebabkan oleh defisiensi arginina pada hormon AVP ( ariginin vasopresin ). Jenis kedua adalah Diabetes insipidus nefrogenis yang disebabkan oleh kurang pekanya ginjal terhadap hormon dengan sifat anti-diuretik, seperti AVP. (http://id.wikipedia.org/wiki/Diabetes_insipidus)
Diabetes insipidus adalah pengeluaran cairan dari tubuh dalam jumlah yang banyak yang disebabkan oleh dua hal yaitu Gagalnya pengeluaran vasopressin dan Gagalnya ginjal terhadap rangsangan AVP.
Diabetes insipidus adalah suatu penyakit yang jarang ditemukan, penyakit ini diakibatkan oleh berbagai penyebab yang dapat menganggu mekanisme neurohypophyseal – renal reflex sehingga mengakibatkan kegagalan tubuh dalam mengkoversi air .
Diabetes insipidus adalah suatu sindrom poliuria yang terjadi akibat ketidakmampuan tubuh memekatkan urine sehingga menghemat air akibat ketiadaan efek vasopressin. (McPHEE, Stephen : 2011).
Jadi menurut kelompok Diabetes Insipidus adalah sindroma yang ditandai dengan poliuria dan polidipsi akibat terganggunya sekresi vasopressin oleh system saraf pusat yang dapat disebut dengan diabetes insipidus sentral dan akibat kegagalan ginjal dalam rangsangan AVP dan ketidakmampuan responsive tubulus ginjal terhadap vasopressin yang dapat disebut dengan diabetes insipidus nefrogenik.

2.      Klasifikasi
Pada diabetes insipidus sentral dan nefrogenik, urin bersifat hipotonik. Kausa sentral tersering adalah kecelakaan trauma kepala, tumor intracranial, dan pasca bedah intracranial. Kausa yang lebih tercantum adalah:
a         Diabetes insipidus sentral
Diabetes Insipidus Sentral (DIS) dapat terjadi akibat beberapa hal, yaitu: (Asman,dkk, 1996, hal : 816)
1)      Tumor-tumor pada hipotalamus.
2)      Tumor-tumor besar hipofisis dan menghancurkan nucleus-nukleus hipotalamik.
3)      Trauma kepala.
4)      Cedera operasi pada hipotalamus.
5)      Oklusi pembuluh darah pada intraserebral (trombosis atau perdarahan serebral, aneurisma serebral, post-partum necrosis).
6)      Pengangkutan ADH/AVP yang tidak bekerja dengan baik akibat rusaknya akson pada traktus supraoptikohipofisealis.
7)      Sintesis ADH terganggu.
8)      Kerusakan pada nucleus supraoptik paraventricular.
9)      Gagalnya pengeluaran ADH.
10)  Infeksi (Meningitis, ensefalitis, landry-Guillain-Barre’s syndrome)
b        Diabetes insipidus nefrogenik
1)      Kegagalan tubulus renal untuk bereaksi terhadap ADH, akibat:
-          Penyakit ginjal kronik
-          Penyakit ginjal polikistik
-          Medullary cystic disease
-          Pielonefritis
-          Obstruksi ureteral
-          Gagal ginjal lanjut
2)      Gangguan elektrolit
-          Hipokalemia
-          Hiperkalsemia
3)      Obat-obatan
-          Litium
-          Demoksiklin
-          Asetoheksamid
-          Tolazamid
-          Glikurid
-          Propoksifen
4)      Penyakit sickle cell
5)      Gangguan diet
-          Intake air yang berlebihan
-          Penurunan intake NaCl
-          Penurunan intake protein
6)      Lain-lain
-          Multipel mieloma
-          Amiloidosis
-          Penyakit Sjogren’s
-          Sarkoidosis


3.      Etiologi
a.       Hipotalamus mengalami kelainan fungsi dan berkurangnya produksi ADH baik total maupun parsial.
b.      Kelenjar hipofisis posterior mengalami penurunan atau gagal melepaskan hormon antidiuretik ke dalam aliran darah.
c.       Kerusakan hipotalamus atau kelenjar hipofisa akibat pembedahan, trauma kepala, cedera otak (terutama patah tulang di dasar tengkorak), tumor otak, operasi ablasi, atau penyinaran pada kelenjar hipofisis.
d.      Ketidakmampuan ginjal berespon terhadap kadar ADH dalam darah akibat berkurangnya reseptor atau second messenger (diabetes insipidus nefrogenik). Hal ini disebabkan oleh faktor genetik dan penyakit ginjal.
e.       Infeksi sistem saraf pusat (ensefalitis atau meningitis).
f.       Pengaruh obat yang dapat mempengaruhi sintesis dan sekresi ADH seperti phenitoin, alkohol, lithium carbonat.
g.      Sarkoidosis atau tuberculosis.
h.      Gangguan aliran darah (Aneurisma atau penyumbatan arteri yang menuju ke otak).
i.        Idiopatik : dalam hal ini tidak ditemukan kelainan walaupun terdapat gejala. Gejala sering mulai pada masa bayi, tetapi tidak hilang selama hidup, tanpa mengganggu kesehatan dan mempengaruhi umur penderita

3.      Patofisiologi
Vasopresin arginin merupakan suatu hormon antidiuretik yang dibuat di nucleus supraoptik, paraventrikular , dan filiformis hipotalamus, bersama dengan pengikatnya yaitu neurofisin II. Vasopresin kemudian diangkut dari badan-badan sel neuron tempat pembuatannya, melalui akson menuju ke ujung-ujung saraf yang berada di kelenjar hipofisis posterior, yang merupakan tempat penyimpanannya. Secara fisiologis, vasopressin dan neurofisin yang tidak aktif akan disekresikan bila ada rangsang tertentu. Sekresi vasopresin diatur oleh rangsang yang meningkat pada reseptor volume dan osmotic. Suatu peningkatan osmolalitas cairan ekstraseluler atau penurunan volume intravaskuler akan merangsang sekresi vasopresin. Vasopressin kemudian meningkatkan permeabilitas epitel duktus pengumpul ginjal terhadap air melalui suatu  mekanisme yang melibatkan pengaktifan adenolisin dan peningkatan AMP siklik (yaitu Adenosin Mono Fosfat). Akibatnya, konsentrasi kemih meningkat dan osmolalitas serum menurun. Osmolalitas serum biasanya dipertahankan konstan dengan batas yang sempit antara 290 dan 296 mOsm/kg H2O.
Gangguan dari fisiologi vasopressin ini dapat menyebabkan pengumpulan air pada duktus pengumpul ginjal meningkat karena berkurang permeabilitasnya, yang  akan menyebabkan poliuria atau banyak kencing.
Selain itu, peningkatan osmolalitas plasma akan merangsang pusat haus, dan sebaliknya penurunan osmolalitas plasma akan menekan pusat haus. Ambang rangsang osmotic pusat haus lebih tinggi dibandingkan ambang rangsang sekresi vasopresin. Sehingga apabila osmolalitas plasma meningkat, maka tubuh terlebih dahulu akan mengatasinya dengan mensekresi vasopresin yang apabila masih meningkat akan merangsang pusat haus, yang akan berimplikasi orang tersebut minum banyak (polidipsia).
Secara patogenesis, diabetes insipidus dibagi menjadi 2 yaitu diabetes insipidus sentral, dimana gangguannya pada vasopresin itu sendiri dan diabetes insipidus nefrogenik, dimana gangguannya adalah karena tidak responsifnya tubulus ginjal terhadap vasopresin.
Diabetes insipidus sentral dapat disebabkan oleh kegagalan pelepasan hormone antidiuretik ADH yang merupakan kegagalan sintesis atau penyimpanan. Hal ini bisa disebabkan oleh kerusakan nucleus supraoptik, paraventrikular, dan filiformis hipotalamus yang mensistesis ADH. Selain itu, DIS ( diabetes insipidus sentral ) juga timbul karena gangguan pengangkutan ADH akibat kerusakan pada akson traktus supraoptiko hipofisealis dan aksin hipofisis posterior di mana ADH disimpan untuk sewaktu-waktu dilepaskan ke dalam sirkulasi jika dibutuhkan.
DIS dapat juga terjadi karena tidak adanya sintesis ADH, atau sintesis ADH yang kuantitatif tidak mencukupi kebutuhan, atau kuantitatif cukup tetapi tidak berfungsi normal. Terakhir, ditemukan bahwa DIS dapat juga terjadi karena terbentuknya antibody terhadap ADH.

4.      Manifiestasi klinis
Manifestasi klinis penderita diabetes insipidus ialah sebagai berikut: (Abdoerachman,dkk, 1974, hal : 290)
a)      Gejala utama: poliuria (banyak kencing) dan polidipsi (banyak minum). Jumlah cairan yang diminum maupun produksi urin per 24 jam sangat banyak. Produksi urin sangat encer dengan jumlah sekitar 4-30 liter/hari, dengan berat jenis urin biasanya sangat rendah, berkisar antara 1001 – 1005 atau 50 – 200 mOsmol/kg berat badan. Sebagai kompensasi hilangnya cairan melalui air kemih, penderita bisa minum sejumlah besar cairan (3,8-38 L/hari). Jika kompensasi ini tidak terpenuhi, maka dengan segera akan terjadi dehidrasi yang menyebabkan tekanan darah rendah dan syok.
b)      Penderita terus berkemih dalam jumlah yang sangat banyak, terutama di malam hari.
c)      Pada bayi yang diberikan minum seperti biasa akan tampak kegelisahan yang tidak berhenti, sampai timbul dehidrasi, panas tinggi, dan terkadang sampai syok.
d)     Gejala lain:
-       Penurunan berat badan
-       Nocturia
-       Kelelahan
-       Hipotensi
-       Gizi kurang baik
-       Gangguan emosional
-       Enuresis
-       Kulit kering
-       Anoreksia
-       Gangguan pertumbuhan
5.      Penatalaksanaan Medis
a.       Prevent Dehidration
1)      Infus IV Elektrolit Untuk Dehidrasi
Fungsi larutan elektrolit secara klinis digunakan untuk mengatasi perbedaan ion atau penyimpangan jumlah normal elektrolit dalam darah.
2)      INFUS IV GLUKOSA NaCl / GLUKOSA 10%
Pada umumnya larutan glukosa untuk injeksi digunakan sebagai pengganti kehilangan cairan tubuh, sehingga tubuh kita mempunyai energi kembali untuk melakukan metabolismenya dan juga sebagai sumber kalori. Dosis glukosa adalah 2,5-11,5 % (Martindale), pada umumnya digunakan 5 %. Dalam formula ini ditambahkan NaCl supaya diapat larutan yang isotonis, dimana glukosa disini bersifat hipotonis. Dalam pembuatan aqua p.i ditambahkan H2O2 yang dimaksudkan untuk menghilangkan pirogen, serta di dalam pembuatan formula ini ditambahkan norit untuk menghilangkan kelebihan H2O2.
3)      Corsalit 200 Sachet
Komposisi : Glucose anhydrate 4 g, NaCl 0.7 g, Na citrate 0.58 g, KCl 0.3 g
b.      Check body Weights Daily
Berat badan harus di periksa dengan menggunakan timbangan yang akurat.
c.       Hormonal medic
Penggantian dengan vasopressin. Desmopresin (DDAVP), yaitu suatu preparat sintetik vasopressin yang tidak memiliki efek vaskuler ADH alami, merupakan preparat yang sangat berguna karena mempunyai durasi kerja yang lebih lama dab efek samping yang lebih sedikit jika dibandingkan dengan preparat lain yang pernah digunakan untuk mengobati penyakit ini. Preparat ini diberikan intranasal dengan menyemprotkan larutan obat kedalam hidung melalui pipa plastic fleksibel tidak yang kerjanya singkat dan diabsorpsi lewat mukosa nasal ke dalam darah. Jika kita menggunakan jalur intranasal dalam pemberian suatu obat, observasi kondisi pasien unutk mengetahui adanya ranofaringitis kronis.
Bentuk terapi yang lain adalah penyuntikan intramuskuler ADH, yaitu vasopresin tannat dalam minyak, yang dilakukan bila pemberian intranasal tidak dimungkinkan. Preparat suntikan diberikan tiap 24 jam hingga 96 jam. Sebelum digunakan botol obat suntik terlebih dahulu dihangatkan atau digucangkan dengan kuat. Penyuntikan dilakukan pada malam hari agar mencapai hasil yang optimal. Kram abdomen adalahefek samping dari obat ini.
6.      Pemeriksaan Penunjang
1)      Hickey-Hare atau Carter-Robbins test
Pemberian infuse larutan garam hipertonis secara cepat pada orang normal akan menurunkan jumlah urine, sedangkan pada Diabetes Insipidus urine akan menetap atau bertambah.
Pemberian pitresin akan menyebabkan turunnya jumlah urine pada pasien DIS dan menetapnya jumlah urine pada pasien DIN.
Kekurangan pada pengujuian ini adalah:
a.       Pada sebagian orang normal, pembebanan larutan garam akan menyebabkan terjadinya diuresis solute yang akan mengaburkan efek ADH.
b.      Interpretasi pengujicobaan ini adalah all or none sehingga tidak dapat membedakan defect partial atau komplit.
2)      Fluid deprivation
a.       Tes deprivasi cairan dilakukan dengan cara menghentikan pemberian cairan selama 8 hingga 12 jam atau sampai terjadi penurunan berat badan sebesar 3% hingga 5%. Kemudian ditimbang BBnya, diperiksa volume dan berat jenis atau osmolalitas urine pertama. Pada saat ini diambil sample plasma untuk mengukur osmolalitasnya.
b.      Pasien diminta BAK sesering mungkin paling sedikit setiap jam.
c.       Pasien ditimbang tiap jam apabia diuresis lebih dari 300ml/jam, atau setiap 3 jam sekali bia diuresis kurang dari 300ml/jam.
d.      Setiap sample urine sebaiknya diperiksa osmoalitasnya dalam keadaan segar atau kalau hal itu tidak mungkin dilakukan semua sample harus disimpan dalam botol yang tertutup rapat serta disimpan dalam lemari es.
e.       Pengujian dihentikan setelah 16 jam atau berat badan menurun 3-4% tergantung mana yang lebih dahulu.
3)      Uji nikotin
Nicotine langsung merangsang sel hipotalamus yang memproduksi vasopressin. Obat yang dipakai ialah nicotine salicylate secara intra vena. Efek samping yang dapat ditimbulkan ialah mual dan muntah. Penialaian tes ini sama seperti pada Hickey-Hare test. (Abdoerachman,dkk, 1974, hal : 292-293)
4)      Uji vasopressin
Dilakukan bersama dengan pengukuran osmolalitas plasma serta urin; uji coba dengan menggunakan desmopresin (vasopressin sintetik); dan pemberian infus larutan salin hipertonis.
5)      CT-Scan
Untuk mendeteksi adanya lesi di hipotalamik pituitary.
7.      Komplikasi
a            Dehidrasi berat dapat terjadi apabila jumah air yang diminum tidak adekuat.
Dehidrasi dapat menyebabkan:
·         Mulut menjadi kering
·         Kelemahan otot
·         Tekanan darah rendah (hipotensi)
·         natrium darah Ditinggikan (hipernatremia)
·         Sunken penampilan untuk mata Anda
·         Demam
·         Sakit kepala
·         Tingkat jantung cepat
·         Kehilangan Berat badan
b           Ketidakseimbangan elektrolit, yaitu hipenatremia dan hipokalemia. Keadaan ini dapat menyebabkan denyut jantung menjadi tidak teratur dan dapat terjadi gagal jantung kongestif.
Diabetes insipidus juga dapat menyebabkan ketidakseimbangan elektrolit.  Elektrolit mineral dalam darah Anda - seperti natrium, kalium dan kalsium - yang menjaga keseimbangan cairan dalam tubuh Anda. Ketidakseimbangan elektrolit dapat menyebabkan gejala, seperti:
·         Sakit kepala
·         Kelelahan
·         Lekas ​​marah
·         Otot sakit
c            Intoksikasi air
Asupan cairan yang berlebihan di dipsogenic diabetes insipidus dapat menyebabkan keracunan air, suatu kondisi yang menurunkan konsentrasi natrium dalam darah,yang dapat merusak otak.



ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DIABETES INSIPIDUS
contoh case
Ny. Sunia 45 tahun masuk Rs.A dengan keluhan banyak kencing malam hari (nokturia), banyak minum 4-5 liter/hari. Keluarga mengatakan keluhan ini terjadi 2 tahun yang lalu tepatnya setelah NY.sunia mengalami kecelakaan (tabrakan mobil) sewaktu terjadi tabrakan keluarga mengatakan kepalanya terbentur dan tidak dibawa kerumah sakit karena saat itu kondisi pasien sadar dan tidak adanya luka, Ny.sunia hanya mengeluh kepalanya pusing dan hanya diberi obat warung pusingnya hilang. 2 jam SMRS klien mengatakan badannya lemas dan tak lama kemudian klien tidak sadarkan diri, tingkat kesadaran spoor koma. Di Rs dilakukan pemeriksaan TTV:            TD : 70/40 mmHg. HR : 120x/menit, suhu: 35,7oC, RR: 24x/menit, akral dingin, hasil CT-Scan : SOL pada hipofisis. Diagnose medis : diabetes insipidus.




BAB III
Asuhan keperawatan 
(pengkajian, diagnosa, rencana keperawatan, dan evaluasi keperawatan).
A.          Pengkajian
a.      Keadaan Umum
Meliputi kondisi seperti tingkat ketegangan/kelelahan, tingkat kesadaran kualitatif atau GCS dan respon verbal klien.
b.      Tanda-tanda Vital
Meliputi pemeriksaan:
ü  Tekanan darah: sebaiknya diperiksa dalam posisi yang berbeda, kaji tekanan nadi, dan kondisi patologis.
ü  Pulse rate
ü  Respiratory rate
ü  Suhu
c.      Riwayat penyakit sebelumnya
Ditanyakan apakah sebelumnya klien pernah ada riwayattrauma kepala, pembedahan kepala, pemakaian obat phenotoin, lithium karbamat, infeksi kranial, riwayat keluarga menderita kerusakan tubulus ginjal atau penyakit yang sama.
d.     Pengkajian Pola Gordon
1.      persepsi kesehatan-penatalaksanaan kesehatan
·      mengkaji pengetahuan klien mengenai penyakitnya.
·      Kaji upaya klien untuk mengatasi penyakitnya.
2.      pola nutrisi metabolic
·      nafsu makan klien menurun.
·      Penurunan berat badan 20% dari berat badan ideal.
3.      pola eliminasi
·         kaji frekuensi eliminasi urine klien
·         kaji karakteristik urine klien
·         klien mengalami poliuria (sering kencing)
·         klien mengeluh sering kencing pada malam hari (nokturia).
4.      pola aktivitas dan latihan
·         kaji rasa nyeri/nafas pendek saat aktivitas/latihan
·         kaji keterbatasan aktivitas sehari-hari (keluhan lemah, letih sulit bergerak)
·         kaji penurunan kekuatan otot
5.      pola tidur dan istirahat
·         kaji pola tidur klien. Klien dengan diabetes insipidus mengalami kencing terus menerus saat malam hari sehingga mengganggu pola tidur/istirahat klien.
6.      pola kognitif/perceptual
·         kaji  fungsi penglihatan, pendengaran, penciuman, daya ingatan masa lalu dan ketanggapan dalam menjawab pertanyaan.
7.      pola persepsi diri/konsep diri
·         kaji/tanyakan perasaan klien tentang dirinya saat sedang mengalami sakit.
·         Kaji dampak sakit terhadap klien
·         Kaji keinginan klien untuk berubah (mis : melakukan diet sehat dan latihan).
8.      pola peran/hubungan
·         kaji peengaruh sakit yang diderita klien terhadap pekerjaannya
·         kaji keefektifan hubungan klien dengan orang terdekatnya.
9.      pola seksualitas/reproduksi
·         kaji dampak sakit terhadap seksualitas.
·         Kaji perubahan perhatian terhadap aktivitas seksualitas.
10.  pola koping/toleransi stress
·         kaji metode kopping yang digunakan klien untuk menghidari stress
·         system pendukung dalam mengatasi stress
11.  pola nilai/kepercayaan
·         klien tetap melaksanakan keagamaan dengan tetap sembahyang tiap ada kesempatan.
e.      review of system
1.      Pernafasan  B1 (Breath)
·      Inspeksi :  frekuensi nafas normal (20/menit), Bentuk dada simetris, penggunaan otot bantu napas tidak tampak.
·      Perkusi : sonor/redup.
·      Palpasi : gerakan thorak simetris
·      Auskultasi : suara napas resonan, tidak ada bunyi yang menunjukkan gangguan.
2.      Kardiovaskuler B2 ( Blood)
·      Inspeksi : (-) peningkatan JVP,(-) tanda cyanosis
·      Perkusi : Perkusi untuk menentukan letak jantung (jantung pada batas kanan di intercosta 6, atas intercosta 2, kiri intercosta 8, bawah intercosta 4/5) untuk mengetahui terjadinya kardiomegali.
·      Palpasi : tidak ada nyeri tekan pada letak anatomi jantung.
·      Auskultasi : Irama jantung regular, tidak ada bunyi jantung tambahan,TD : 90/60 mmHg,Nadi : Bradikardi
3.      Persyarafan B3 ( Brain)
·      Pasien tidak mengalami Pusing, orientasi baik, tidak ada perubahan pupil, kesadaran kompos metis dengan skala GCS = 15, reflek motorik penilaian 6,reflek pada mata pada penilaian 4,reflek Verbal pada penilaian 5.
4.      Perkemihan B4 (Bladder)
·      Adanya penurunan pembentukan hormon ADH jadi intensitas untuk berkemih semakin banyak untuk tiap harinya.Output yang berlebih (frekuensi BAK ≥ 6x/hari) apalagi pada malam hari (nokturia).
5.      Pencernaan B5 (Bowel)
·      Pada penurunan pembentukan hormon ADH ini juga menyababkan Klien menjadi dehidrasi jadi sistem pencernaan juga terganggu. Pada Px diare terjadinya peningkatan bising usus dan peristaltik usus yang menyebabkan terganggunya absorbsi makanan akibatnya gangguan metabolisme usus, sehingga menimbulkan gejala seperti rasa kram perut, mual, muntah.
f.       Pemeriksaan Fisik
1)      Inspeksi
Klien tampak banyak minum, banyak buang air kecil, kulit kering dan pucat, bayi sering menangis, tampak kurus karena penurunan berat badan yang cepat, muntah, kegagalan pertumbuhan, membran mukosa dan kulit kering.
2)      Palpasi
Turgor kulit tidak elastis, membrane mukosa dan kulit kering, takikardia, takipnea.
3)      Auskultasi
Tekanan darah turun (hipotensi).


DATA FOKUS
Data subjektif
Data objektif
-          Klien mengeluh banyak kencing pada malam hari
-          Klien mengatakan banyak minum sehari 4-5 liter/hari
-          Keluarga klien mengatakan klien pernah mengalami kecelakaan mobil 2 tahun yang lalu
-          Keluarga klien mengatakan pada saat kecelakaan kepala klien terbentur, kondisi klien sadar dan tidak ada luka
-          Klien mengeluh kepalanya pusing
-          Klien mengatakan 2 jam SMRS
-          Minum 4-5 liter/hari
-          Tidak sadarkan diri
-          Tingkat kesadaran spoor koma
-          TTV :
-          1. TD : 70/40 mmHg
-          2. HR : 120 x/menit
-          3. Suhu : 35,7oC
-          4. RR : 24 x/menit
-          5. Akral dingin
-          Hasil CT-Scan : SOL pada hipofisis
-          Klien tampak lemah


ANALISA DATA
Data Fokus
Etiologi
Problem
Ds :
-          Klien mengeluh kepalanya pusing
-          Klien mengatakan lemas 2 jam SMRS
Do :
-          TTV :
·         TD : 70/40 mmHg
·         HR : 120x/menit
·         Suhu : 35,7oC
·         RR : 24x/menit
·         Akral dingin
-          Hasil CT-Scan : SOL pada hipofisis



Syok hipovolemik

Dehidrasi berat (syok hipovolemik)
Ds :
-          Klien mengeluh banyak kecing pada malam hari
-          Klien mengatakan banyak minum 4-5 liter/hari
-          Keluarga klien mengatakan klien pernah mengalami kecelakaan 2 tahun yang lalu
Do :
-          TTV :
·         TD : 70/40 mmHg
·         HR : 120x/menit
·         Suhu : 35,7oC
·         RR : 24x/menit
·         Akral dingin
-          Hasil CT-Scan : SOL pada hipofisis
-           



Gangguan eliminasi urin

Ketidakmampuan tubulus ginjal mengkonsentrasi urin karena tidak terdapat ADH
Ds :
-          Klien mengeluh banyak kecing pada malam hari
-          Klien mengatakan banyak minum 4-5 liter/hari
Do :
-          minum 4-5 liter/hari
-          TTV :
·         TD : 70/40 mmHg
·         HR : 120x/menit
·         Suhu : 35,7oC
·         RR : 24x/menit
-          Akral dingin

Deficit volume cairan dan elektrolit

Pengeluaran urin berlebih
Ds :
-          Klien megatakan lemas 2 jam SMRS
Do :
-          TTV :
·         TD : 70/40 mmHg
·         HR : 120x/menit
·         Suhu : 35,7oC
·         RR : 24x/menit
·         Akral dingin
-          Klien tampak lemah


Intoleransi aktivitas

kelemahan


DIAGNOSA KEPERAWATAN
NO
Diagnosa Keperawatan
1.
Syok hipovolemik b.d kehilangan cairan secara aktif
2.
Gangguan eliminasi urin b.d ketidakmampuan tubulus ginjal mengkonsentrasi urin karena tidak terdapat ADH
3.
Deficit volume cairan dan elektrolit b.d pengeluaran urin berlebih
4.
Intoleransi aktivitas b.d kelemahan

INTERVENSI KEPERAWATAN
NO
Diagnosa Keperawatan
Tujuan dan criteria hasil
Intervensi Keperawatan
1.
Syok hipovolemik b.d kehilangan cairan secara aktif
Setelah diberikan askep diharapkantidak terjadi syok hipovolemik.
§  Tanda-tanda vital dalam batas normal (N: 120-60 x/mnt, S; 36-37,5c, RR : < 40 x/mnt )
§  Turgor elastik ,membran mukosa bibir basah, mata tidak cowong, UUB tidak cekung.
§  Cairan tubuh pasien adekuat


-          Pantau tanda vital setiap jam,pantau tingkat kesadaran
-          Tentukan penyebab kehilangan cairan secara aktif
-          Pantau masukan dan haluaran urin setiap jam
-          Timbang berat badan pasien pada waktu yang sama setiap hari
-          Pantau masukan per oral setiap hari hingga 2600 ml/hari
-          Pertahankan terapi intravena untuk penggantian cairan
2.
Gangguan eliminasi urin b.d ketidakmampuan tubulus ginjal mengkonsentrasi urin karena tidak terdapat ADH
Setelah diberikan askep diharapkan gangguan eliminasi urin teratasi, dengan kriteria hasil:
-       Karakteristik urine meliputi warna, berat jenis, jumlah, bau normal/ not compromised (skala 5).
-       Tidak terjadi nocturia/ not compromised (skala 5).
-       Pola eliminasi normal/ not compromised (skala 5).
Urinary elimination management
-    - monitor dan kaji karakteristik urine meliputi frekuensi, konsistensi, bau, volume dan warna.
-    - Batasi pemberian cairan sesuai kebutuhan.
-   - Catat waktu terakhir klien eliminasi urin.
-    - Instruksikan klien/keluarga untuk mencatat output urine klien.

   rasional
  - mengetahui sejauh mana perkembangan fungsi ginjal dan untuk mengetahui normal atau tidaknya urine klien.
-     - Mengurangi pengeluaran cairan berupa urine terutama saat malam hari.
-      - Mengidentifikasikan fungsi kandung kemih, fungsi ginjal, dan keseimbangan cairan.




3.
Deficit volume cairan dan elektrolit b.d pengeluaran urin berlebih
setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan kebutuhan cairan pasien terpenuhi.

1. Mempertahankan urin output sesuai dengan usia dan BB, BJ urin normal
2. TTV dalam batas normal.
3. Tidak ada tanda-tanda dehidrasi, elastisitas turgor kuit baik, membrane mukosa lembab, tidak ada rasa haus yang berlebihan.
 fuid management
-  - Kaji dan Pantau TTV dan catat adanya jika ada perubahan
-      - Berikan cairan sesuai kebutuhan.
-     -  Catat intake dan output cairan.
-    -   Monitor dan Timbang berat badan setiap hari.
-    -   Monitor status hidrasi (suhu tubuh, kelembaban membran mukosa, warna kulit).  -   

R    Rasional
- Adanya perubahan TTV menggambarkan status dehidrasi klien. Hipovolemia dapat dimanifestasikan oleh hipotensi dan takikardia. Perkiraan berat ringannya hipovolemia dapat dibuat ketika tekanan darah sistolik pasien turun lebih dari 10 mmHg dari posisi berbaring ke posisi duduk/berdiri.
-    -   Memenuhi kebutuhan cairan dalam tubuh.
-    -   Memberikan hasil pengkajian yang terbaik dari status cairan yang sedang berlangsung dan selanjutnya dalam memberikan cairan pengganti
-      - Mengetahui berapa cairan yang hilang dalam tubuh
-     -  Mengetahui tingkat dehidrasi.
4
            Intoleransi aktivitas b.d kelemahan
Setelah diberikan askep diharapkanMentoleransi aktivitas yang biasa dilakukan dengan kriteria hasil :
-          Peningkatan energi yang kemampuan seseorang untuk beraktivitas
-          Peningkatan pengelolaan energi aktif untuk memulai dan memelihara aktivitas
-          Kemampuan untuk melakukan tugas-tugas fisik yang paling dasar dan aktivitas perawatan pribadi
-          Kemampuan untuk melakukan aktivitas yang dibutuhkan dan berfungsi dirumah atau komunitas

-          Kaji respon emosi, sosial, dan spiritual terhadap aktivitas
-          Evaluasi motivasi dan keinginan pasien
-          Tentukan penyebab keletihan (misalnya, karena perawatan, nyeri, dan pengobatan)
-          Pantau respon kardiorespiratori terhadap aktivitas (misalnya, takikardia, distrimnia lain, dispnea, diaforesis, pucat, tekanan hemodinamik, dan frekuensi respirasi)
-          Pantau respon oksigen pasien (misalnya, nadi, irama jantung, dan frekuensi respiarsi) terhadap aktivitas perawatan diri.
-          Ajarkan kepada klien dan orang yang penting bagi klien tentang teknik perawatan diri
-          Ajarkan tentang pengaturan aktivitas dan teknik manajemen waktu
-          Kolaborasikan dengan ahli terapi okupasi, fisik dan/ atau rekreasi
-          Rujuk pada pelayanan kesehatan rumah