1. Pengertian
Diabetes insipidus adalah keadaan hiperglikemia kronik disertai berbagai
kelainan metabolic akibat gangguan hormonal, yang menimbulkan berbagai
komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf, dan pembuluh darah, disertai lesi
pada membrane basalis dalam pemeriksaan dengan mikroskopis. (Kapita Selekta
Kedoteran : 2000)
Diabetes insipidus adalah suatu penyakit dengan simtoma poliuria dan polidipsia.
Jenis Diabetes insipidus yang paling sering dijumpai adalah Diabetes insipidus
sentral, yang disebabkan oleh defisiensi arginina pada hormon AVP ( ariginin vasopresin ). Jenis kedua adalah
Diabetes insipidus nefrogenis yang disebabkan oleh kurang pekanya ginjal
terhadap hormon dengan sifat anti-diuretik, seperti AVP. (http://id.wikipedia.org/wiki/Diabetes_insipidus)
Diabetes insipidus adalah pengeluaran cairan dari tubuh dalam jumlah yang
banyak yang disebabkan oleh dua hal yaitu Gagalnya pengeluaran vasopressin dan
Gagalnya ginjal terhadap rangsangan AVP.
Diabetes insipidus adalah suatu penyakit yang jarang ditemukan, penyakit
ini diakibatkan oleh berbagai penyebab yang dapat menganggu mekanisme
neurohypophyseal – renal reflex sehingga mengakibatkan kegagalan tubuh dalam
mengkoversi air .
Diabetes insipidus adalah suatu sindrom poliuria yang terjadi akibat
ketidakmampuan tubuh memekatkan urine sehingga menghemat air akibat ketiadaan
efek vasopressin. (McPHEE, Stephen : 2011).
Jadi menurut kelompok Diabetes Insipidus adalah sindroma yang ditandai
dengan poliuria dan polidipsi akibat terganggunya sekresi vasopressin oleh
system saraf pusat yang dapat disebut dengan diabetes insipidus sentral dan
akibat kegagalan ginjal dalam rangsangan AVP dan ketidakmampuan responsive
tubulus ginjal terhadap vasopressin yang dapat disebut dengan diabetes
insipidus nefrogenik.
2. Klasifikasi
Pada
diabetes insipidus sentral dan nefrogenik, urin bersifat hipotonik. Kausa
sentral tersering adalah kecelakaan trauma kepala, tumor intracranial, dan pasca
bedah intracranial. Kausa yang lebih tercantum adalah:
a
Diabetes
insipidus sentral
Diabetes Insipidus Sentral
(DIS) dapat terjadi akibat beberapa hal, yaitu: (Asman,dkk, 1996, hal : 816)
1) Tumor-tumor
pada hipotalamus.
2) Tumor-tumor
besar hipofisis dan menghancurkan nucleus-nukleus hipotalamik.
3) Trauma kepala.
4) Cedera
operasi pada hipotalamus.
5) Oklusi
pembuluh darah pada intraserebral (trombosis
atau perdarahan serebral, aneurisma
serebral, post-partum necrosis).
6) Pengangkutan
ADH/AVP yang tidak bekerja dengan baik akibat rusaknya akson pada traktus
supraoptikohipofisealis.
7) Sintesis ADH
terganggu.
8) Kerusakan
pada nucleus supraoptik paraventricular.
9) Gagalnya
pengeluaran ADH.
10) Infeksi (Meningitis, ensefalitis, landry-Guillain-Barre’s
syndrome)
b
Diabetes
insipidus nefrogenik
1) Kegagalan
tubulus renal untuk bereaksi terhadap ADH, akibat:
- Penyakit
ginjal kronik
- Penyakit
ginjal polikistik
- Medullary
cystic disease
- Pielonefritis
- Obstruksi
ureteral
- Gagal ginjal
lanjut
2) Gangguan elektrolit
- Hipokalemia
- Hiperkalsemia
3) Obat-obatan
- Litium
- Demoksiklin
- Asetoheksamid
- Tolazamid
- Glikurid
- Propoksifen
4) Penyakit
sickle cell
5) Gangguan diet
- Intake air
yang berlebihan
- Penurunan
intake NaCl
- Penurunan
intake protein
6) Lain-lain
- Multipel
mieloma
- Amiloidosis
- Penyakit
Sjogren’s
- Sarkoidosis
3. Etiologi
a. Hipotalamus
mengalami kelainan fungsi dan berkurangnya produksi ADH baik total maupun
parsial.
b. Kelenjar
hipofisis posterior mengalami penurunan atau gagal melepaskan hormon
antidiuretik ke dalam aliran darah.
c. Kerusakan
hipotalamus atau kelenjar hipofisa akibat pembedahan, trauma kepala, cedera otak (terutama patah tulang di dasar tengkorak), tumor otak, operasi ablasi, atau penyinaran pada kelenjar hipofisis.
d. Ketidakmampuan
ginjal berespon terhadap kadar ADH dalam darah akibat berkurangnya reseptor
atau second messenger (diabetes insipidus nefrogenik). Hal ini
disebabkan oleh faktor genetik dan penyakit ginjal.
e. Infeksi
sistem saraf pusat (ensefalitis atau meningitis).
f. Pengaruh obat yang dapat
mempengaruhi sintesis dan sekresi ADH seperti phenitoin, alkohol, lithium
carbonat.
g. Sarkoidosis atau tuberculosis.
h. Gangguan aliran
darah (Aneurisma atau penyumbatan arteri yang menuju ke otak).
i.
Idiopatik :
dalam hal ini tidak ditemukan kelainan walaupun terdapat gejala. Gejala sering
mulai pada masa bayi, tetapi tidak hilang selama hidup, tanpa mengganggu
kesehatan dan mempengaruhi umur penderita
3.
Patofisiologi
Vasopresin arginin merupakan suatu
hormon antidiuretik yang dibuat di nucleus supraoptik, paraventrikular , dan
filiformis hipotalamus, bersama dengan pengikatnya yaitu neurofisin II.
Vasopresin kemudian diangkut dari badan-badan sel neuron tempat pembuatannya,
melalui akson menuju ke ujung-ujung saraf yang berada di kelenjar hipofisis
posterior, yang merupakan tempat penyimpanannya. Secara fisiologis, vasopressin
dan neurofisin yang tidak aktif akan disekresikan bila ada rangsang tertentu.
Sekresi vasopresin diatur oleh rangsang yang meningkat pada reseptor volume dan
osmotic. Suatu peningkatan osmolalitas cairan ekstraseluler atau penurunan
volume intravaskuler akan merangsang sekresi vasopresin. Vasopressin kemudian
meningkatkan permeabilitas epitel duktus pengumpul ginjal terhadap air melalui
suatu mekanisme yang melibatkan pengaktifan adenolisin dan peningkatan
AMP siklik (yaitu Adenosin Mono Fosfat). Akibatnya, konsentrasi kemih meningkat
dan osmolalitas serum menurun. Osmolalitas serum biasanya dipertahankan konstan
dengan batas yang sempit antara 290 dan 296 mOsm/kg H2O.
Gangguan dari fisiologi vasopressin
ini dapat menyebabkan pengumpulan air pada duktus pengumpul ginjal meningkat
karena berkurang permeabilitasnya, yang akan menyebabkan poliuria atau
banyak kencing.
Selain itu, peningkatan osmolalitas
plasma akan merangsang pusat haus, dan sebaliknya penurunan osmolalitas plasma
akan menekan pusat haus. Ambang rangsang osmotic pusat haus lebih tinggi dibandingkan
ambang rangsang sekresi vasopresin. Sehingga apabila osmolalitas plasma
meningkat, maka tubuh terlebih dahulu akan mengatasinya dengan mensekresi
vasopresin yang apabila masih meningkat akan merangsang pusat haus, yang akan
berimplikasi orang tersebut minum banyak (polidipsia).
Secara patogenesis, diabetes
insipidus dibagi menjadi 2 yaitu diabetes insipidus sentral, dimana gangguannya
pada vasopresin itu sendiri dan diabetes insipidus nefrogenik, dimana
gangguannya adalah karena tidak responsifnya tubulus ginjal terhadap
vasopresin.
Diabetes insipidus sentral dapat
disebabkan oleh kegagalan pelepasan hormone antidiuretik ADH yang merupakan
kegagalan sintesis atau penyimpanan. Hal ini bisa disebabkan oleh kerusakan
nucleus supraoptik, paraventrikular, dan filiformis hipotalamus yang
mensistesis ADH. Selain itu, DIS ( diabetes insipidus sentral ) juga timbul
karena gangguan pengangkutan ADH akibat kerusakan pada akson traktus
supraoptiko hipofisealis dan aksin hipofisis posterior di mana ADH disimpan
untuk sewaktu-waktu dilepaskan ke dalam sirkulasi jika dibutuhkan.
DIS dapat juga terjadi karena tidak
adanya sintesis ADH, atau sintesis ADH yang kuantitatif tidak mencukupi
kebutuhan, atau kuantitatif cukup tetapi tidak berfungsi normal. Terakhir, ditemukan
bahwa DIS dapat juga terjadi karena terbentuknya antibody terhadap ADH.
4.
Manifiestasi
klinis
Manifestasi klinis penderita diabetes insipidus ialah
sebagai berikut: (Abdoerachman,dkk, 1974, hal : 290)
a)
Gejala utama: poliuria (banyak kencing)
dan polidipsi (banyak minum). Jumlah
cairan yang diminum maupun produksi urin per 24 jam sangat banyak. Produksi urin sangat encer dengan jumlah sekitar 4-30 liter/hari, dengan
berat jenis urin biasanya sangat rendah, berkisar antara 1001 – 1005 atau 50
– 200 mOsmol/kg berat badan. Sebagai kompensasi hilangnya cairan melalui air
kemih, penderita bisa minum sejumlah besar cairan (3,8-38 L/hari). Jika
kompensasi ini tidak terpenuhi, maka dengan segera akan terjadi dehidrasi
yang menyebabkan tekanan darah rendah dan syok.
b) Penderita terus berkemih dalam
jumlah yang sangat banyak, terutama di malam hari.
c)
Pada bayi
yang diberikan minum seperti biasa akan tampak kegelisahan yang tidak berhenti,
sampai timbul dehidrasi, panas tinggi, dan terkadang sampai syok.
d)
Gejala lain:
- Penurunan berat badan
- Nocturia
- Kelelahan
- Hipotensi
-
Gizi kurang
baik
-
Gangguan
emosional
-
Enuresis
-
Kulit kering
-
Anoreksia
-
Gangguan
pertumbuhan
5.
Penatalaksanaan
Medis
a.
Prevent
Dehidration
1)
Infus IV
Elektrolit Untuk Dehidrasi
Fungsi larutan elektrolit secara klinis digunakan
untuk mengatasi perbedaan ion atau penyimpangan jumlah normal elektrolit dalam
darah.
2)
INFUS IV
GLUKOSA NaCl / GLUKOSA 10%
Pada umumnya larutan glukosa untuk injeksi digunakan
sebagai pengganti kehilangan cairan tubuh, sehingga tubuh kita mempunyai energi
kembali untuk melakukan metabolismenya dan juga sebagai sumber kalori. Dosis
glukosa adalah 2,5-11,5 % (Martindale), pada umumnya digunakan 5 %. Dalam
formula ini ditambahkan NaCl supaya diapat larutan yang isotonis, dimana
glukosa disini bersifat hipotonis. Dalam pembuatan aqua p.i ditambahkan H2O2
yang dimaksudkan untuk menghilangkan pirogen, serta di dalam pembuatan formula
ini ditambahkan norit untuk menghilangkan kelebihan H2O2.
3)
Corsalit 200
Sachet
Komposisi : Glucose anhydrate 4 g, NaCl 0.7
g, Na citrate 0.58 g, KCl 0.3 g
b.
Check body
Weights Daily
Berat badan harus di periksa dengan menggunakan
timbangan yang akurat.
c.
Hormonal
medic
Penggantian dengan vasopressin.
Desmopresin (DDAVP), yaitu suatu preparat sintetik vasopressin yang tidak
memiliki efek vaskuler ADH alami, merupakan preparat yang sangat berguna karena
mempunyai durasi kerja yang lebih lama dab efek samping yang lebih sedikit jika
dibandingkan dengan preparat lain yang pernah digunakan untuk mengobati
penyakit ini. Preparat ini diberikan intranasal dengan
menyemprotkan larutan obat kedalam hidung melalui pipa plastic fleksibel tidak
yang kerjanya singkat dan diabsorpsi lewat mukosa nasal ke dalam darah. Jika
kita menggunakan jalur intranasal dalam pemberian suatu obat, observasi kondisi
pasien unutk mengetahui adanya ranofaringitis kronis.
Bentuk terapi yang lain adalah
penyuntikan intramuskuler ADH, yaitu vasopresin tannat dalam minyak, yang
dilakukan bila pemberian intranasal tidak dimungkinkan. Preparat suntikan
diberikan tiap 24 jam hingga 96 jam. Sebelum digunakan botol obat suntik
terlebih dahulu dihangatkan atau digucangkan dengan kuat. Penyuntikan dilakukan
pada malam hari agar mencapai hasil yang optimal. Kram abdomen adalahefek
samping dari obat ini.
6.
Pemeriksaan
Penunjang
1) Hickey-Hare atau Carter-Robbins test
Pemberian infuse larutan garam hipertonis secara cepat
pada orang normal akan menurunkan jumlah urine, sedangkan pada Diabetes
Insipidus urine akan menetap atau bertambah.
Pemberian pitresin akan menyebabkan turunnya jumlah
urine pada pasien DIS dan menetapnya jumlah urine pada pasien DIN.
Kekurangan pada pengujuian ini adalah:
a. Pada sebagian orang normal,
pembebanan larutan garam akan menyebabkan terjadinya diuresis solute yang akan
mengaburkan efek ADH.
b. Interpretasi pengujicobaan ini
adalah all or none sehingga tidak dapat membedakan defect partial atau komplit.
2) Fluid deprivation
a. Tes deprivasi cairan dilakukan
dengan cara menghentikan pemberian cairan selama 8 hingga 12 jam atau sampai
terjadi penurunan berat badan sebesar 3% hingga 5%. Kemudian ditimbang BBnya,
diperiksa volume dan berat jenis atau osmolalitas urine pertama. Pada saat ini
diambil sample plasma untuk mengukur osmolalitasnya.
b. Pasien diminta BAK sesering mungkin
paling sedikit setiap jam.
c. Pasien ditimbang tiap jam apabia
diuresis lebih dari 300ml/jam, atau setiap 3 jam sekali bia diuresis kurang
dari 300ml/jam.
d. Setiap sample urine sebaiknya
diperiksa osmoalitasnya dalam keadaan segar atau kalau hal itu tidak mungkin
dilakukan semua sample harus disimpan dalam botol yang tertutup rapat serta
disimpan dalam lemari es.
e. Pengujian dihentikan setelah 16 jam
atau berat badan menurun 3-4% tergantung mana yang lebih dahulu.
3) Uji nikotin
Nicotine langsung merangsang sel hipotalamus yang
memproduksi vasopressin. Obat yang dipakai ialah nicotine salicylate secara
intra vena. Efek samping yang dapat ditimbulkan ialah mual dan muntah.
Penialaian tes ini sama seperti pada Hickey-Hare test. (Abdoerachman,dkk, 1974,
hal : 292-293)
4) Uji vasopressin
Dilakukan bersama
dengan pengukuran osmolalitas plasma serta urin; uji coba dengan menggunakan
desmopresin (vasopressin sintetik); dan pemberian infus larutan salin
hipertonis.
5) CT-Scan
Untuk mendeteksi adanya lesi di hipotalamik
pituitary.
7.
Komplikasi
a
Dehidrasi
berat dapat terjadi apabila jumah air
yang diminum tidak adekuat.
Dehidrasi dapat menyebabkan:
· Mulut menjadi kering
· Kelemahan
otot
· Tekanan
darah rendah (hipotensi)
· natrium darah Ditinggikan (hipernatremia)
· Sunken penampilan
untuk mata Anda
· Demam
· Sakit kepala
· Tingkat jantung
cepat
· Kehilangan Berat badan
b
Ketidakseimbangan
elektrolit, yaitu hipenatremia dan
hipokalemia. Keadaan ini dapat menyebabkan denyut
jantung menjadi tidak teratur dan dapat terjadi
gagal jantung kongestif.
Diabetes insipidus juga dapat
menyebabkan ketidakseimbangan elektrolit. Elektrolit
mineral dalam darah Anda - seperti natrium, kalium dan
kalsium - yang menjaga keseimbangan cairan dalam tubuh
Anda. Ketidakseimbangan elektrolit dapat menyebabkan gejala, seperti:
· Sakit kepala
· Kelelahan
· Lekas
marah
· Otot sakit
c Intoksikasi air
Asupan cairan yang berlebihan
di dipsogenic diabetes insipidus dapat menyebabkan keracunan
air, suatu kondisi yang menurunkan konsentrasi natrium dalam
darah,yang dapat merusak otak.
ASUHAN KEPERAWATAN
PADA KLIEN DIABETES INSIPIDUS
contoh case
Ny. Sunia 45 tahun masuk Rs.A dengan keluhan banyak kencing
malam hari (nokturia), banyak minum 4-5 liter/hari. Keluarga mengatakan keluhan
ini terjadi 2 tahun yang lalu tepatnya setelah NY.sunia mengalami kecelakaan
(tabrakan mobil) sewaktu terjadi tabrakan keluarga mengatakan kepalanya
terbentur dan tidak dibawa kerumah sakit karena saat itu kondisi pasien sadar dan
tidak adanya luka, Ny.sunia hanya mengeluh kepalanya pusing dan hanya diberi
obat warung pusingnya hilang. 2 jam SMRS klien mengatakan badannya lemas dan
tak lama kemudian klien tidak sadarkan diri, tingkat kesadaran spoor koma. Di
Rs dilakukan pemeriksaan TTV:
TD : 70/40 mmHg. HR : 120x/menit, suhu: 35,7oC, RR:
24x/menit, akral dingin, hasil CT-Scan : SOL pada hipofisis. Diagnose medis :
diabetes insipidus.
BAB III
Asuhan keperawatan
(pengkajian, diagnosa, rencana keperawatan, dan evaluasi
keperawatan).
A.
Pengkajian
a. Keadaan
Umum
Meliputi
kondisi seperti tingkat ketegangan/kelelahan, tingkat kesadaran kualitatif atau
GCS dan respon verbal klien.
b. Tanda-tanda
Vital
Meliputi
pemeriksaan:
ü Tekanan
darah: sebaiknya diperiksa dalam posisi yang berbeda, kaji tekanan nadi, dan
kondisi patologis.
ü Pulse
rate
ü Respiratory
rate
ü Suhu
c. Riwayat
penyakit sebelumnya
Ditanyakan
apakah sebelumnya klien pernah ada riwayattrauma kepala, pembedahan kepala,
pemakaian obat phenotoin, lithium karbamat, infeksi kranial, riwayat keluarga
menderita kerusakan tubulus ginjal atau penyakit yang sama.
d. Pengkajian
Pola Gordon
1.
persepsi kesehatan-penatalaksanaan kesehatan
· mengkaji pengetahuan klien mengenai
penyakitnya.
· Kaji upaya klien untuk mengatasi
penyakitnya.
2.
pola nutrisi metabolic
· nafsu makan klien menurun.
· Penurunan berat badan 20% dari berat
badan ideal.
3.
pola eliminasi
· kaji
frekuensi eliminasi urine klien
· kaji
karakteristik urine klien
· klien
mengalami poliuria (sering kencing)
· klien
mengeluh sering kencing pada malam hari (nokturia).
4.
pola aktivitas dan latihan
· kaji
rasa nyeri/nafas pendek saat aktivitas/latihan
· kaji
keterbatasan aktivitas sehari-hari (keluhan lemah, letih sulit bergerak)
· kaji
penurunan kekuatan otot
5.
pola tidur dan istirahat
· kaji
pola tidur klien. Klien dengan diabetes insipidus mengalami kencing terus
menerus saat malam hari sehingga mengganggu pola tidur/istirahat klien.
6.
pola kognitif/perceptual
· kaji
fungsi penglihatan, pendengaran, penciuman, daya ingatan masa lalu dan
ketanggapan dalam menjawab pertanyaan.
7.
pola persepsi diri/konsep diri
· kaji/tanyakan
perasaan klien tentang dirinya saat sedang mengalami sakit.
· Kaji
dampak sakit terhadap klien
· Kaji
keinginan klien untuk berubah (mis : melakukan diet sehat dan latihan).
8.
pola peran/hubungan
· kaji
peengaruh sakit yang diderita klien terhadap pekerjaannya
· kaji
keefektifan hubungan klien dengan orang terdekatnya.
9.
pola seksualitas/reproduksi
· kaji
dampak sakit terhadap seksualitas.
· Kaji
perubahan perhatian terhadap aktivitas seksualitas.
10. pola koping/toleransi stress
· kaji
metode kopping yang digunakan klien untuk menghidari stress
· system
pendukung dalam mengatasi stress
11. pola nilai/kepercayaan
·
klien tetap melaksanakan keagamaan dengan tetap sembahyang tiap ada
kesempatan.
e. review of system
1. Pernafasan
B1 (Breath)
·
Inspeksi : frekuensi nafas normal (20/menit), Bentuk dada simetris,
penggunaan otot bantu napas tidak tampak.
·
Perkusi : sonor/redup.
·
Palpasi : gerakan thorak simetris
·
Auskultasi : suara napas resonan, tidak ada bunyi yang menunjukkan
gangguan.
2. Kardiovaskuler
B2 ( Blood)
·
Inspeksi : (-) peningkatan JVP,(-) tanda cyanosis
·
Perkusi : Perkusi untuk menentukan letak jantung (jantung pada batas kanan
di intercosta 6, atas intercosta 2, kiri intercosta 8, bawah intercosta 4/5)
untuk mengetahui terjadinya kardiomegali.
·
Palpasi : tidak ada nyeri tekan pada letak anatomi jantung.
·
Auskultasi : Irama jantung regular, tidak ada bunyi jantung tambahan,TD :
90/60 mmHg,Nadi : Bradikardi
3. Persyarafan
B3 ( Brain)
·
Pasien tidak mengalami Pusing, orientasi baik, tidak ada perubahan pupil,
kesadaran kompos metis dengan skala GCS = 15, reflek motorik penilaian 6,reflek
pada mata pada penilaian 4,reflek Verbal pada penilaian 5.
4. Perkemihan
B4 (Bladder)
·
Adanya penurunan pembentukan hormon ADH jadi intensitas untuk berkemih
semakin banyak untuk tiap harinya.Output yang berlebih (frekuensi BAK ≥
6x/hari) apalagi pada malam hari (nokturia).
5. Pencernaan
B5 (Bowel)
·
Pada penurunan pembentukan hormon ADH ini juga menyababkan Klien menjadi
dehidrasi jadi sistem pencernaan juga terganggu. Pada Px diare terjadinya
peningkatan bising usus dan peristaltik usus yang menyebabkan terganggunya
absorbsi makanan akibatnya gangguan metabolisme usus, sehingga menimbulkan
gejala seperti rasa kram perut, mual, muntah.
f.
Pemeriksaan Fisik
1) Inspeksi
Klien
tampak banyak minum, banyak buang air kecil, kulit kering dan pucat, bayi
sering menangis, tampak kurus karena penurunan berat badan yang cepat, muntah,
kegagalan pertumbuhan, membran mukosa dan kulit kering.
2) Palpasi
Turgor
kulit tidak elastis, membrane mukosa dan kulit kering, takikardia, takipnea.
3) Auskultasi
Tekanan
darah turun (hipotensi).
DATA FOKUS
Data subjektif
|
Data objektif
|
-
Klien mengeluh banyak kencing pada malam hari
-
Klien mengatakan banyak minum sehari 4-5
liter/hari
-
Keluarga klien mengatakan klien pernah
mengalami kecelakaan mobil 2 tahun yang lalu
-
Keluarga klien mengatakan pada saat kecelakaan
kepala klien terbentur, kondisi klien sadar dan tidak ada luka
-
Klien mengeluh kepalanya pusing
-
Klien mengatakan 2 jam SMRS
|
-
Minum 4-5 liter/hari
-
Tidak sadarkan diri
-
Tingkat kesadaran spoor koma
-
TTV :
-
1. TD : 70/40 mmHg
-
2. HR : 120 x/menit
-
3. Suhu : 35,7oC
-
4. RR : 24 x/menit
-
5. Akral dingin
-
Hasil CT-Scan : SOL pada hipofisis
-
Klien tampak lemah
|
ANALISA DATA
Data Fokus
|
Etiologi
|
Problem
|
Ds :
-
Klien mengeluh kepalanya pusing
-
Klien mengatakan lemas 2 jam SMRS
Do :
-
TTV :
·
TD : 70/40 mmHg
·
HR : 120x/menit
·
Suhu : 35,7oC
·
RR : 24x/menit
·
Akral dingin
-
Hasil CT-Scan : SOL pada hipofisis
|
Syok hipovolemik
|
Dehidrasi berat (syok hipovolemik)
|
Ds :
-
Klien mengeluh banyak kecing pada malam hari
-
Klien mengatakan banyak minum 4-5 liter/hari
-
Keluarga klien mengatakan klien pernah
mengalami kecelakaan 2 tahun yang lalu
Do :
-
TTV :
·
TD : 70/40 mmHg
·
HR : 120x/menit
·
Suhu : 35,7oC
·
RR : 24x/menit
·
Akral dingin
-
Hasil CT-Scan : SOL pada hipofisis
-
|
Gangguan eliminasi urin
|
Ketidakmampuan tubulus ginjal mengkonsentrasi urin karena tidak
terdapat ADH
|
Ds :
-
Klien mengeluh banyak kecing pada malam hari
-
Klien mengatakan banyak minum 4-5 liter/hari
Do :
-
minum 4-5 liter/hari
-
TTV :
·
TD : 70/40 mmHg
·
HR : 120x/menit
·
Suhu : 35,7oC
·
RR : 24x/menit
-
Akral dingin
|
Deficit volume cairan dan elektrolit
|
Pengeluaran urin berlebih
|
Ds :
-
Klien megatakan lemas 2 jam SMRS
Do :
-
TTV :
·
TD : 70/40 mmHg
·
HR : 120x/menit
·
Suhu : 35,7oC
·
RR : 24x/menit
·
Akral dingin
-
Klien tampak lemah
|
Intoleransi aktivitas
|
kelemahan
|
DIAGNOSA KEPERAWATAN
NO
|
Diagnosa Keperawatan
|
1.
|
Syok hipovolemik b.d kehilangan
cairan secara aktif
|
2.
|
Gangguan eliminasi urin b.d ketidakmampuan tubulus ginjal
mengkonsentrasi urin karena tidak terdapat ADH
|
3.
|
Deficit volume cairan dan elektrolit b.d pengeluaran urin berlebih
|
4.
|
Intoleransi aktivitas b.d kelemahan
|
INTERVENSI KEPERAWATAN
NO
|
Diagnosa Keperawatan
|
Tujuan dan criteria hasil
|
Intervensi Keperawatan
|
1.
|
Syok hipovolemik b.d kehilangan
cairan secara aktif
|
Setelah diberikan askep diharapkantidak terjadi syok hipovolemik.
§ Tanda-tanda vital dalam batas normal
(N: 120-60 x/mnt, S; 36-37,50 c, RR : < 40 x/mnt )
§ Turgor elastik ,membran mukosa bibir
basah, mata tidak cowong, UUB tidak cekung.
§ Cairan tubuh pasien adekuat
|
-
Pantau
tanda vital setiap jam,pantau tingkat kesadaran
-
Tentukan
penyebab kehilangan cairan secara aktif
-
Pantau
masukan dan haluaran urin setiap jam
-
Timbang
berat badan pasien pada waktu yang sama setiap hari
-
Pantau
masukan per oral setiap hari hingga 2600 ml/hari
-
Pertahankan
terapi intravena untuk penggantian cairan
|
2.
|
Gangguan eliminasi urin b.d ketidakmampuan tubulus ginjal
mengkonsentrasi urin karena tidak terdapat ADH
|
Setelah diberikan askep diharapkan gangguan eliminasi urin teratasi,
dengan kriteria hasil:
-
Karakteristik urine meliputi warna, berat jenis, jumlah, bau normal/ not
compromised (skala 5).
-
Tidak terjadi nocturia/ not compromised (skala 5).
-
Pola eliminasi normal/ not compromised (skala 5).
|
Urinary elimination management
-
- monitor
dan kaji karakteristik urine meliputi frekuensi, konsistensi, bau, volume dan
warna.
-
- Batasi
pemberian cairan sesuai kebutuhan.
- - Catat
waktu terakhir klien eliminasi urin.
-
- Instruksikan
klien/keluarga untuk mencatat output urine klien.
rasional
- mengetahui sejauh mana perkembangan
fungsi ginjal dan untuk mengetahui normal atau tidaknya urine klien.
- - Mengurangi
pengeluaran cairan berupa urine terutama saat malam hari.
-
- Mengidentifikasikan
fungsi kandung kemih, fungsi ginjal, dan keseimbangan cairan.
|
3.
|
Deficit volume cairan dan elektrolit b.d pengeluaran urin berlebih
|
setelah dilakukan
tindakan keperawatan diharapkan kebutuhan cairan pasien terpenuhi.
1.
Mempertahankan urin output sesuai dengan usia dan BB, BJ urin normal
2. TTV dalam batas normal. 3. Tidak ada tanda-tanda dehidrasi, elastisitas turgor kuit baik, membrane mukosa lembab, tidak ada rasa haus yang berlebihan. |
fuid management
- - Kaji dan Pantau TTV dan catat
adanya jika ada perubahan
- - Berikan cairan sesuai kebutuhan.
- - Catat intake dan output cairan.
- - Monitor dan Timbang berat badan setiap
hari.
- - Monitor status hidrasi (suhu tubuh,
kelembaban membran mukosa, warna kulit). -
R Rasional
- Adanya
perubahan TTV menggambarkan status dehidrasi klien. Hipovolemia dapat
dimanifestasikan oleh hipotensi dan takikardia. Perkiraan berat ringannya hipovolemia
dapat dibuat ketika tekanan darah sistolik pasien turun lebih dari 10 mmHg
dari posisi berbaring ke posisi duduk/berdiri.
- - Memenuhi kebutuhan cairan dalam tubuh.
- - Memberikan hasil pengkajian yang terbaik
dari status cairan yang sedang berlangsung dan selanjutnya dalam memberikan
cairan pengganti
- - Mengetahui berapa cairan yang
hilang dalam tubuh
|
4
|
Intoleransi
aktivitas b.d kelemahan
|
Setelah diberikan askep diharapkanMentoleransi aktivitas yang biasa
dilakukan dengan kriteria hasil :
-
Peningkatan energi yang kemampuan seseorang untuk beraktivitas
-
Peningkatan pengelolaan energi aktif untuk memulai dan memelihara
aktivitas
-
Kemampuan untuk melakukan tugas-tugas fisik yang paling dasar dan
aktivitas perawatan pribadi
-
Kemampuan untuk melakukan aktivitas yang dibutuhkan dan berfungsi dirumah
atau komunitas
|
-
Kaji respon emosi, sosial, dan spiritual terhadap aktivitas
-
Evaluasi motivasi dan keinginan pasien
-
Tentukan penyebab keletihan (misalnya, karena perawatan, nyeri, dan
pengobatan)
-
Pantau respon kardiorespiratori terhadap aktivitas (misalnya, takikardia,
distrimnia lain, dispnea, diaforesis, pucat, tekanan hemodinamik, dan
frekuensi respirasi)
-
Pantau respon oksigen pasien (misalnya, nadi, irama jantung, dan
frekuensi respiarsi) terhadap aktivitas perawatan diri.
-
Ajarkan kepada klien dan orang yang penting bagi klien tentang teknik
perawatan diri
-
Ajarkan tentang pengaturan aktivitas dan teknik manajemen waktu
-
Kolaborasikan dengan ahli terapi okupasi, fisik dan/ atau rekreasi
-
Rujuk pada pelayanan kesehatan rumah
|